Edi Siswanto

Seorang bapak dengan 1 òrang istri dan 3 orang anak...

Selengkapnya
Navigasi Web
PARADOK PPN JASA PENDIDIKAN

PARADOK PPN JASA PENDIDIKAN

Oleh

EDI SISWANTO, M.Pd

Guru Pegiat Literasi Batola

Pendidikan merupakan salah satu pilar peradaban suatu bangsa dan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan negara. Bahkan Nelson Mandela tokoh perubahan Afrika Selatan memaknai pendidikan sebagai senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, kita dapat mengubah dunia. Karena itu semua bangsa didunia senantiasa berusaha menyelenggarakan pendidikan bagi warganya karena menyadari pendidikan dapat merubah kehidupan masyarakat serta memampukan warga negara menjadi manusia yang berkualitas, mandiri dan sejahtera.

Di Indonesia semangat untuk membangun peradaban bangsa melalui pendidikan tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-4 “Mencerdaskan kehidupan bangsa” yang menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan ke seluruh penjuru Indonesia agar tercapai kehidupan berbangsa yang cerdas. UU Nomor 20 Tahun 2003 lebih rinci mengatur tentang pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional yang akan menjadi dasar dalam penyelenggaraan pendidikan secara nasional.

Tentu dalam mewujudkan amanah UU ini, masih banyak sekali kekurangan disana sini, mulai sarana dan prasarana pendidikan, belum adanya desain kurikulum yang matang sehingga setiap ganti menteri selalu ganti kurikulum, kualitas dan kuantitas guru yang belum ideal. Karenanya survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang diterbitkan pada maret 2019 lalu memotret sekelumit masalah pendidikan Indonesia dan menempatkan kualitas pendidikan di Indonesia berada pada peringkat 74 dari 79 negara yang disurvey. Bermunculannya problem-problem pembelajaran dimasa pandemi ini semakin menambah persoalan pendidikan di negeri ini.

Belum lagi terurai permasalahan pendidikan tersebut, baru-baru ini pemerintah berencana menerapan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bidang pendidikan sebagaimana draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sebenarnya selain pendidikan, melalui darf revisi UU ini pemerintah juga ingin menggenjot pendapatan negara dari PPN dari bahan kebutuhan pokok seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi yang merupakan kebutuhan mendasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak sebagaimana pendidikan.

Adapun rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A. Pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. Jasa pendidikan yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, antara lain PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, hingga bimbel.

Tentu kalau draf Rancangan Revisi UU No 6 Tahun 1983 yang memuat pemberlakuan PPN bagi pendidikan diterapkan dipastikan akan memberatkan organisasi kemasyarakatan penggerak pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat dengan perpajakan yang nantinya akan mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu masyarakat kecil. Pemberlakuan PPN pendidikan akan menambah mahalnya biaya pendidikan yang tentunya akan berdampak bagi masyarakat yang memerlukan jasa pendidikan terutama lembaga pendidikan swasta.

Berpijak pada amanah UU Dasar 1945 sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan alinea ke 4 serta pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, serta ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dari sini nampak bagaimana para founding father telah menitipkan amanah pendidikan melalui konstitusi ini untuk diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab. Karena itu pemerintah berkewajiban penuh menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyat sebagaimana perintah konstitusi tersebut serta berusaha penuh menghilangkan berbagai hal yang menghambat kemajuan pendidikan.

Pendidikan haruslah ditempatkan sebagai kebutuhan dasar yang mudah dinikmati oleh seluruh rakyat disamping sebagai perwujudan amanah UU Dasar dalam rangka mempersiapkan generasi bangsa yang akan mampu menghadapi dinamika peradaban dunia. Karena itulah undang-undang sisdiknas dibuat dalam rangka menguatkan komitmen bangsa ini dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Berbagai rancangan perundang-undangan yang akan berpotensi menghambat komitmen tersebut haruslah dihindari. Rendahnya kualitas pendidikan sebagaimana survey PISA tahun 2018 lalu cukuplah sebagai instropeksi diri bangsa ini sehingga segera berbenah diri serta segera membangun strategi untuk memulihkan kepercayaan bangsa ini melalui penyelenggraan pendidikan yang murah dan berkualitas.

Jangan sampai pemberlakuan pajak pertambahan nilai atas pendidikan semakin menambah buruknya semangat kebangsaan bangsa ini, mengingat di negeri ini masih maraknya kasus korupsi, etika politik yang kurang, kriminalitas yang masih cukup tinggi , pergaulan bebas kalangan pelajar dan mahasiswa yang sangat menghawatirkan serta adanya kecenderungan polarisasi masyarakat.

Pendidikan tidak seharusnya dipandang sebagai nilai yang bisa diambil manfaat secara materi karena pendidikan adalah investasi berupa sumberdaya manusia yang kelak akan memberikan bekal kepada generasi selanjutnya untuk eksistensi bangsa. Dengan semangat kebangsaan seluruh elemen bangsa haruslah berkomitmen untuk saling mengokohkan tujuan pendidikan dengan memberikan jalan bagaimana agar pendidikan ini bisa berkembang tinggal landas dari kemerosotan kualitas pendidikan, ditengah semakin pesatnya arus modernisasi dunia.

Akan menjadi sebuah paradok nantinya jika semangat undang-undang sisdiknas terganjal oleh undang-undang pajak pertambahan nilai jasa pendidikan. Tentu publik akan bertanya jika ini nantinya betul-betul dilaksanakan maka dimana nilai wawasan kebangsaan kita? Dimana nilai kemanusian dan keadabannya sebagaimana pancasila harapkan?

Tidak semestinya pemberian ppn sektor jasa pendidikan menjadi salah satu solusi untuk menggenjot APBN yang sedang tidak sehat ini. Banyak sektor lain yang bisa dioptimalkan untuk memulihkan APBN seperti mengoptimalkan pengelolaan tambang yang begitu melimpah untuk dikelola sepenuhnya oleh pemerintah demi kemakmuran rakyat salah satunya untuk pembiayaan pendidikan. Mengelola tata keuangan negara dengan baik agar tidak bocor kesektor yang tidak memberikan mafaat bagi bangsa. Membersihkan pejabat-pejabat korup yang akan merugikan bangsa.

Disinilah semestinya rasa kebangsaan ini tumbuh dikalangan pembuat kebijakan maupun pembuat undang-undang sehingga tidak membuat aturan yang terkesan ambigu dan justru akan menghambat kemajuan bangsa. Janganlah aturan yang dilahirkan justru menunjukan negeri ini telah kehilangan rasa kebangsaan sehingga hanya melahirkan paradok kebijakan yang hanya menambah beban masyarakat. Harapan masyarakat semoga bangsa ini masih memiliki rasa kebangsaan sebagai bangsa yang beradab dan ber-etika dalam membuat kebijakan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi

15 Jun
Balas



search

New Post