Edi Sumardi

Guru di SMPN 88 Jakarta semenjak tahun 1997,sejak tahun 2018 guru di SMPN 130 Jakarta, Lulus Jurusan Pendidikan Sejarah IKIP Jakarta/UNJ tahun 1995, Lulus...

Selengkapnya
Navigasi Web
Meneladani Spirit Literasi Pangeran Diponegoro

Meneladani Spirit Literasi Pangeran Diponegoro

Hari ni 190 tahun lalu, satu hari setelah lebaran atau tepatnya hari minggu, 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Jenderal De Kock di Magelang, melaui tipu muslihat perundingan. Pangeran Diponegoro salah satu tokoh besar dalam sejarah Indonesia yang mengobarkan Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830). Perang selama lima tahun itu telah menguras sumberdaya Belanda yang harus dibayar mahal, 8.000 tentaranya dan 7.000 tentara pribumi tewas, serta biaya sebesar 25 juta gulden atau setara 2,2 miliar $ US.

Jika selama ini banyak mengenal sosok Pangeran Diponegoro sebagai sosok pahlawan yang gagah perkasa melawan penjajah Belanda, berjubah dan sorban dengan senjata keris terselip di pinggang menunggang seekor kuda, sesungguhnya ada sisi lain yang patut kita teladani yaitu karya monumentalnya berupa autobiografi Babad Diponegoro.

Selama masa pengasingan, di Manado, Sulawesi Utara, pada 1832-1833. Beliau membuat karya literasi yang mengagumkan yaitu Babad Diponegoro, setebal 1,151 halaman folio ditulis tangan diselesaikan selama sebilan bulan. dari 13 November 1831 sampai 3 Februari 1832.

Menurut P. Swantoro, isi dari Babad Diponegoro dibagi menjadi beberapa bagian kisah. “Sepertiga bagian dari Babad Diponegoro menceritakan sejarah Jawa dari jatuhnya Majapahit (1527) sampai Perjanjian Giyanti (1755). Duapertiga lainnya memaparkan keadaaan Kesultanan Yogyakarta dan riwayat hidup Pangeran Diponegoro sendiri dari saat kelahirannya pada 1785 sampai ia diasingkan ke Manado pada 1830,”

Naskah asli Babad Diponegoro ditulis dalam aksara Arab Pegon. Naskah asli tersebut kemudian disalin ke dalam aksara Jawa. Babad Diponegoro juga diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Dikerjakan Palmer van den Broek, peneliti Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada 1877, terjemahan ini diberi judul De Java Oorlog: 1825-1830.

Menurut Carey, Babad Diponegoro mencatat gagasan dan cara berpikir Diponegoro bukan sebagai pangeran yang agung melainkan sebagai seorang inlandeer yang saleh. Hal ini diakui oleh orang-orang Belanda yang menyalinnya. Babad Diponegoro bahkan telah dinyatakan oleh UNESCO sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World) pada 21 Juni 2013. Masih menurut Peter Carey, Diponegoro memberikan garis besar secara lisan, lalu sang penulis menuangkannya dalam bentuk tembang. Dugaan Carey, orang yang ditugasi menulis babad itu ialah Tumenggung Dipowiyono, ipar Pangeran Diponegoro yang ikut dibuang ke Manado.

Meskipun pangeran Diponegoro tidak menulis sendiri Babad Diponegoro, namun apa yang tertulis dalam babad sangat runut dan rinci. Misalnya, tentang kegemarannya mengunyah sirih, mulai menyukai makanan Eropa yaitu roti putih, dan minum anggur putih yang manis tidak memabukkan, senang berkebun, senang dengan perhiasan emas dan batu akik, senang memeilhara hewan terutama burung perkutut dan kakak tua hingga ke tempat pengasingannya burung tersebut di bawa ke Manado dan Makassar.

Nah…Bagi kaum intelektual penjara yang awalnya adalah tempat yang asing dan membosankan disikapi menjadi tempat yang justru membuat seseorang menjadi produktif berkarya. Selain Pangeran Diponegoro, ada banyak tokoh yang berkarya saat dalam pengasingan atau dalam penjara. Presiden Pertama Sukarno, membuat tulisan kemudian dibukukan, Indonesia Menggugat, setebal 200 halaman, selama sembilan bulan di dalam penjara Sukamiskin, Bandung. Tulisan tersebut sebagai pembelaan /Pledoi terhadap pengadilan Pemerintah Kolonial Belanda, tahun1939. Moh. Hatta, Membuat buku Indonesia Vrij, Saat dalam penjara Cassiustraat, Deen Haag, Belanda, tahun 1927. Buya Hamka, menyelesaikan Tafsir Al Azhar, Pramoedya Ananta Toer, dengan Bumi Manusia saat dalam penjara dan masih ada beberapa contoh lainnya.

Semoga masa Physical distancing dan dengan adanya kita kerja dari rumah (Work From Home) kita juga dapat produktif berkarya selain mengerjakan tugas pokok . Seperti apa yang dilakukan oleh beberapa guru menulis tantangan dari Media guru, tantangan 7 hari, 30 hari, 60 hari bahkan 90 hari. Ada yang membuat video pembelajaran, membuat buku fiksi dan non fiksi, media pembelajaran.

Tulisan diadaptasi dari: Allan Akbar, Historia.id, Babad Diponegoro Jadi Warisan Ingatan Dunia

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post