LEARNING TO LIVE TOGETHER IN THE WORLD EDUCATION ( section 3 culture sensitivity )

LEARNING TO LIVE TOGETHER
IN THE WORLD EDUCATION
( section 3 :culture sensitivity )
Culture dapat di terjemahkan menjadi budaya. Budaya merupakan segala hasil olah pikir manusia. Hasil dari cipta , rasa, karsa manusia yang didalamnya memiliki value special. Berupa benda dan non benda. Tiap daerah memiliki kharakteristik budaya. Berbeda dengan daerah lain, kadang kala juga mirip. Budaya benda diantaranya patung, kursi dan pakaian. Budaya non benda diantaranya lagu, upacara adat, tarian, dan bahasa. Budaya ini berasal dari kebiasan yang dilakukan seseorang, lalu menjadi kebiasaan umum. Bisa juga memang dimunculkan di suatu daerah oelh perseorangan atau kelompok dan di gunakan secara massive dan turun temurun. Sensitivity atau sensitive atau boleh diartikaan kepekaan adalah suatu sikap atau pemikiran yang lebih terasa dari seseorang atau kelompok terhadap suatu hal (benda, peristiwa, gambar, symbol). Suat hal tersebut menjadi suatu rangsangan. Akhirnya menimbulkan suatu respon atau sensitivitas negative dan sensitivitas positif. Masing-masing memiliki pengaruh pada diri sendiri atau pihak lain. Jadi culture sensitivity boleh dikatakan suatu kepekaan atau respon yang lebih dari seseorang atau kelompok terhadap budaya atau hasil olah pikir seseorang atau kelompok lain yang dapat dirasakannya oleh panca indera, logika dan perasaannya.
Kebhinekaan di dalam dunia pendidikan Indoneia sangat terasa dan nyata. Hal ini tentu akan memunculkan suatu nilai tersendiri, bagi tenaga pendidik dan peserta didik. Keberagaman akan membuat warna tersendiri dalam pendidian Indonesia. Dalam kurikulum, ada materi pelajaran “muatan lokal” yang mengangkat kearifan lokal (local wisdom). Artinya adalah pemerintah melalui kementerian pendidikan membuka jalan agar pendidikan tidak homogen. Disikapi oleh masing-masing daerah bahkan oleh lembaga pendidikan dengan memasukkan materi yang sejalan. Bahasa daerah adalah muatan lokal. Di Pulau Jawa tersebar beragam bahasa daerah. Ada bahasa sunda, ada bahasa jawa, ada bahasa betawi, ada bahasa madura, ada bahasa jawa timuran, ada bahawa jawa osing. Maka tidak releva jika peserta didik di Pulau Jawa lantas menerima muatan lokal bahasa dengan bahasa yang sama. Muncul berbagai kesulitan. Peserta didik di daerah Sunda akan kesulitan jika diberikan materi bahasa daerah Madura. Begitu pula sebaliknya. Kebijakan inilah culture sensitivity dari pemerintah.
Coba kita perhatikan peserta didik kita di sekolah atau madrasah. Mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda. Misalnya suatu lembaga pendidikan di Kota Kediri, madrasah itu sekarang siswanya sudah lintas kabupaten, lintas propinsi bahkan lintas pulau. Ketika mereka dalam suatu madrasah maka mereka akan membawa kultur mereka masing-masing. Hal ini tentu ada beberapa peserta didik yang mengalamai penyesuaian. Peserta didik dari Sunda, menempuh pendidikan madrasah di Kota Kediri, karen orang tuanya pindah kerja. Di madrasah, dia bertemu teman-temannya yang mayoritas dari Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan teman-temannya akan menjadi bahasa asing bagi dia. Begitu pula temannya akan merasa aneh saat dia mengucap bahasa daerah Sunda. Hubungan intra personal diperlukan dengan baik .Agar mereka mengalami keseimbangan bersosialisasi. Seiring waktu mereka akan mampu memahami budaya yang beda sehingga mereka bisa menyatu.
Guru atau tenaga pendidik, harus memberikan gambaran dan wawasan bahwa 5 atau 10 tahun lagi , mereka akan keluar dari daerah asal untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja. Artinya mereka akan hidup di daerah atau negara dengan budaya yang berbeda. Pemahaman dari guru, bahwa budaya yang heterogen itu bukanlah hal untuk menjadi penghalang. Budaya yang beragam akan menjadikan bertambahnya wawasan pendidikan. Akan menambah kemampuan untuk lebih beradaptasi. Guru dari berbagai mata pelajaran bisa memberikan bekal budaya yang berbeda. Guru IPS bisa memberikan gambaran upacara adat daerah lain. Nilai yang ditanamkan adalah menghormati upacara adat tersbut. Bahkan bisa mengambil ilmu dan nilai untuk diterapkan dalam kehidupan sendiri. Ketika peserta didik mendapat informasi dengan baik dan jelas terkait suatu upacara adat di daerah lain, lalu suatu saat peserta didik ini berada di sana atau bahkan menikah dengan orang daerah tersebut, akan lebih mudah beradaptasi dan membaur. Bisa bersosialisasi tanpa mengubah dan mengurangi budaya dari diri dan daerahnya sendiri. Komitmen untuk saling hidup berdampingan sangat penting.
Guru ekonomi bisa memberikan adanya budaya jual beli yang berbeda dari daerah asal peserta didik. Misal di Jawa jual beli secara terbuka. Penjual menawarkan barang dengan harga. Pembeli menawar harga.Transaksi ini bisa dilakukan antara pria dan wanita. Jika cocokantara harga dan barang, maka transaksi jula beli selesai. Di daerah lain, misalnya di daerah Minang .Transaksi tersembunyi. Transaksi harga benda dengan kode tangan di dalam sarung. Kegiatan ini tentunya sesama jenis. Yang mengetahui harga hanya calon pembeli dan pedagang saja. Transaksi rahasia.
Respon peserta didik akan beragam jika guru menyampaikan berbagai budaya. Rasa sensitive mereka muncul. Kita arahkan, kita bimbing mereka kearah sensitive positif. Penyampaian yang berdasarkan keilmuan akan membangun mind set siswa bahwa keberagaman budaya itu nyata. Respon positif dan negative akan muncul .Tingkat sensitive akan berbeda. Jika di Indonesia sensitive budaya harus di ingkai rasa persatuan dan kesatuan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orang Indonesai harus memiliki sensitive yang positif terhadap budaya lain daerah. Ini sebagai support agar bisa hidup di manapun berada. Untuk memperkuat rasa dan tali nasionalisme. Untuk modal membangun negara ini. Lembaga pendidikan merupakan wadah untuk memberikan bekal keilmuan yang digunakan peserta didik di masa mendatang. Culture Sensitivity harus diarahkan pada koridor yang baik, agar insan pendidikan Indonesia mampu menjadikan budaya yang heterogen sebagi modal hidup yang harmonis dan membangun positif thinking dimanapundan kapanpun.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semakin keren, Pak Edi. Salam literasi
Setuju pak Edi. Keberagaman bukanlah penghalang untuk maju bersama. Justru sebaliknya, akan menambah wawasan dan membuka cakrawala pengetahuan kita. Salam Literasi.
Bagus pak Edi. Salam literasi
Terima kasih semuanya