Effi Hastiati

Mengajar di SMP Negeri Kota Cimahi Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
LEMBAYUNG DI UFUK SENJA
http://harian.analisadaily.com/seni/news/maestro-melukis-ibu/202071/2016/01/03

LEMBAYUNG DI UFUK SENJA

Teringat masa kecilku di desa, ibu seringkali menegurku kalau aku terlalu asyik memandangi lembayung. Lembayung yang berwarna merah jingga, sangat mempesonaku.

Aku senang memandanginya setiap sore. Sehabis mandi menunggu waktu menjelang maghrib, kebiasaanku memandangi lembayung senja dihamparan langit yang luas mengangkasa, bak sebuah lukisan alam yang mengagumkan.

Lembayung adalah sebuah jeda, antara waktu siang menuju malam. Lembayung bak kiasan dalam kehidupan manusia yang terus menerus berputar dengan kehidupan yang silih berganti. Kadang ada siang yang gemilang kadang ada malam yang tenang.

Lembayung adalah sebuah jeda menuju ke masa istirahat, seperti juga kehidupan manusia yang tak selamanya terus berjalan. Perjalanan manusia akan berakhir ke suatu masa, beralih ke suatu alam yang berbeda dengan kehidupan siang.

Lembayung adalah sebuah simbol perubahan. Perubahan yang tidak pernah hilang dalam kehidupan manusia. Kehidupan ini kan terus silih berganti, kadang suka kadang duka, Kadang terang kadang gekap, kadang nyaman kadang menderita. Sebuah fitrah alam yang harus disadari oleh manusia. Namun apapun keadaanya semua adalah kehendak yang Maha Kuasa, sikap syukur sabar dan tawakal tentunya harus senantiasa kita patri dalam hati.

Kebiasaan menatap lembayung nampaknya menurun kepada anak ku semata wayang. Setiap sore sehabis mandi, dia selalu terpana memandangi lembayung senja yang terhampar di langit luas. Aku hanya bisa memandanginya dari balik jendela, kebiasaan anakku memandangi lembayung, sama dengan kebiasaanku dimasa kecil. Aku tidak melarangnya karena pesona rasa yang aku dapat ketika memandangi lembayung, memang suatu rasa nikmat yang dipenuhi rasa takjub tiada terkira, mungkin tidak dapat dirasakan oleh orang lain.

“Dit, sudah melihat lembayungnya nak?” aku bertanya kepada anakku yang masuk menuju rumah ketika hari sudah mulai menjelang gelap malam. Aku memang ingin memberi kebebasan kepada anakku untuk dapat menikmati indahnya lembayung senja yang hanya sekejap terjadi. Hanya mengantar waktu antara siang dan malam.

“Iya mah, indah sekali ciptaan Allah ya mah?” ujarnya, rasa puas terlihat dari sorot matanya. Kemudian dia perlihatkan sebuah lukisan lembayung dengan gambar 3 orang manusia. Itu adalah Aku, anakku dan suamiku, kita akan selalu berkumpul dekat lembayung senja, katanya.

Akhir-akhir ini aku mulai melihat ada kebiasaan Dita yang agak berbeda dengan kesehariannya. Dia terlihat tidak mau ditinggal olehku ketika aku harus bekerja. Apalagi kalau aku harus kerja di luar kota. Dita kadang tidak biasanya, sudah beberapa malam selalu ingin tidur ditemaniku. Terkadang dia minta tidur bertiga diantara aku dan suamiku.

Sampai akhirnya dia berkata. “Mah, jangan tinggalkan Dita ya? Mamah jangan pergi kemana-mana, Dita sayang mamah.” Dita membutuhkan mamah menemani sampai Dita besar, bersekolah bekerja, Nanti Dita akan ajak mamah jalan-jalan ke langit, melihat lembayung lebih dekat.” celoteh Dita anakku yang baru duduk di TK.

“Kenapa Dita berbicara seperti itu?” Mamah enggak akan kemana-mana, mamah akan selalu bersama Dita, sampai besar, sampai Dita bisa mengajak mamah pergi ke langit menemui lembayung senja.” Ujarku.

Tiba-tiba anakku merangkulku dengan erat, air matanya bergulir sambil terisak-isak, ”mamah..?” hanya itu yang terucap dari bibir mungilnya. “Jangan tinggalkan Dita mamah, tadi Dita mendengar Wa Imas bercerita kepada Bi Nani, katanya mamah punya penyakit yang sama dengan nini.” Berarti mamah juga akan meninggal?” Dita mengingat kepulangan almarhumah ibuku yang sudah empat tahun lalu meninggal karena penyakit yang sama denganku.

Aku sudah berusaha merahasiakan penyakit ini kepada Dita, supaya dia tidak merasa sedih. Meskipun aku akui pada akhirnya dia harus tau juga. Tetapi aku tidak tau waktu yang pas untuk menyampaikannya. Penyakit berat yang harus aku hadapi dengan ikhlas. Kusimpan sendiri. Aku berobat setiap dua minggu sekali, harus menjalani kemoterapi yang akhirnya membuat rambutku sehelai demi sehelai berguguran. Pipiku mulai kelihatan kering dan agak menggelap. Tetapi di depan Dita aku tidak pernah memperlihatkan kesedihanku.

Sisa hidup yang mungkin tidak lama lagi menjadi hakku, ingin aku lalui dengan meninggalkan kenangan manis bersama keluargaku. Kadang kalau aku harus pergi ke Rumah sakit, aku usahakan pergi diam-diam tanpa diketahui oleh anakku. Aku kadang bilang ada sesuatu urusan pekerjaan yang harus aku selesaikan .

Beberapa hari sejak Dita mengetahui keadaan ku, dia tidak lagi melakukan kebiasaannya memandangi lembayung senja setiap sore. Dia lebih memilih berada di kamar, walaupun aku tahu bahwa keinginannya memandangi lembayung senja tidak pernah hilang, sama seperti diriku.

Aku memanggil Dita dan suamiku sore ini untuk menuju ke halaman depan rumah. Berada ditengah-tengah diantara dua orang yang aku cintai. Aku dipapah oleh mereka berdua, aku ajak mereka memandangi lembayung senja yang mulai semburat warnanya, lama-lama semakin gelap. Melihat lembayung yang menghantarkan menuju alam yang berbeda dengan sebelumnya. Warna merah cerah lambat laun menjadi jingga dan akhirnya menjadi gelap. Sekelilingku menjadi gelap tak kudapati warna apapun, sambil tangankku tetap berpegangan pada kedua orang terkasih di sebelahku anakku dan suamiku

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terbawa oleh kisahnya bun....ikutan sedih.

09 Apr
Balas

iya bun..tokoh di cerita ini nyata...terimakasih sudah memberi apresiasi..

09 Apr

Lembayung kau tenggelam membawa asaku, harapan tuk berjumpa denganmu sirnalah sudah..

09 Apr
Balas

Hoyong pendak sarwng saha tea neng?

09 Apr

serasa di ujung malam mencekamkan rasa kerinduan.

18 Aug
Balas

terimakasih ya...apresiasinya..

23 Aug



search

New Post