Eka Devi Mayasari

I'm an English teacher teaching in SD Islam Al Azhar 35 Surabaya, a mom of 1 and a freelance translator....

Selengkapnya
Navigasi Web
Berita dan nasi pecel

Berita dan nasi pecel

“Pecel satu teh anget satu Bu.” Surya memesan makanannya di warung makan langganannya. Ia senang karena warung tidak terlalu ramai seperti hari biasa. Di jam-jam ini kebanyakan mahasiswa lain lebih suka memeluk guling di kamar-kamar kos atau kontrakan mereka, melupakan sejenak perjuangan mendapatkan gelar sarjana dan selembar sertifikat yang mereka sendiri tidak yakin apakah akan membantu mereka bertahan di tengah ketatnya persaingan dunia kerja saat ini. Surya sendiri memiliki hobi lari sehingga setiap pagi bila ia senggang, ia berlari mengelilingi gang-gang sekitar tempat kosnya. Sering ia disapa ibu-ibu yang ada di depan rumah mereka sambil menyuapi anaknya, biasanya ia hanya mengangguk dan tersenyum menjawab sapaan tersebut. Sambil menunggu pesanannya ia membaca koran langganan warung tersebut. Koran ini seperti sudah menjadi bacaan wajib kebanyakan warga kota ini. Surya langsung mencari halaman olah raga untuk melihat berita seputar sepakbola. Matanya tertuju pada berita kekalahan Juventus dari … ia tampak serius mengikuti berita kekalahan tim jagoannya itu. Sayang tidak ada orang yang bisa diajak mengomentari. Ia tampak setuju dengan ulasan penulis mengenai analisis keterpurukan tim kesayangannya itu. Pecel dan teh hangat yang dia tunggupun datang. Ia sruput teh hangat yang warnanya sangat menggoda itu dan melanjutkan membolak-balikkan koran. Kali ini pandangannya berhenti pada judul “Diiringi Gerimis, Tahlilan Khusuk di Rumah Keluarga Bocah yang Mayatnya Ditemukan di Kardus.” Surya langsung menebak bahwa berita ini pasti tentang berita yang beberapa hari terakhir ramai menghiasi media TV dan media sosial. Biasanya ia tidak terlalu tertarik dengan berita-berita mengenai kekerasan dan kriminal, namun berita yang ramai diberitakan beberapa hari terakhir ikut menyita perhatiannya. Ia sangat tidak habis piker bagaimana bisa manusia melakukan hal biadab seperti yang ia saksikan di TV. Sekitar seminggu yang lalu ia membaca berita mengenai pengeroyokan dan pembunuhan dua aktivis tambang batu bara di Lumajang. Awalnya dia tidak tertarik dengan berita tersebut karena berita kriminal tentang pengeroyokan sudah sering lalu lalang di media sosialnya. Tapi saat berita tentang pengeroyokan aktivis tambang batu bara itu semakin meluas, ia menjadi ingin tahu lebih banyak mengenai hal tersebut. Dan, saat akhirnya ia membaca kronologi pengeroyokan hingga menyebabkan salah satu aktivis penolak tambang pasir tersebut meninggal, ia benar-benar menjadi terperangah, kehabisan kata untuk mengungkapkan betapa manusia dapat melakukan hal sekeji itu terhadap manusia demi beberapa rupiah saja. Ketidakhabispikirannya mengenai kejadian itu membuatnya mengikuti perkembangan berita itu. Pengeroyokan terhadap dua aktivis penolak tambang pasir di Lumajang itu dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap aktivitas penambangan pasir ilegal di pinggir pantai di sebuah daerah di lumajang. Parahnya, penambangan tersebut dibekingi oleh kepala desa daerah tersebut. Kepala desa itu bahkan memiliki anak buah yang disebut sebagai “Tim 12” yang bertugas mengamankan aktivitas penambangan pasir tersebut. Setiap harinya, menurut yang dibaca oleh Surya, ratusan truk pengangkut pasir mengangkuti pasir dari wilayah tersebut dan untuk setiap truk pasir yang mengangkut, si kepala desa menerima beberapa rupiah sebagai setoran wajib. Kegiatan ini sudah berlangsung beberapa tahun dan bukan tanpa penolakan warga. Pengeroyokan terhadap dua orang aktivis tersebutpun diawali dari aksi penolakan warga yang menyebabkan ditutpnya tambang pasir selama dua hari, dan saat penambangan kembali dibuka, warga beramai-ramai akan melakukan demonstrasi. Namun apa yang dilakukan si kepala desa, ia mengumpulkan anak buahnya tersebut dan meminta mereka melakukan aksi tandingan untuk menghentikan aksi penolakan tambang pasir. Dan akhirnya terjadilah pengeroyokan secara membabi buta dan sadis terhadap dua aktivis tambang tersebut. Berita ini akhirnya menjadi sangat besar hingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat. Media sosial saat ini benar-benar berperan sebagai whistle blower yang efektif untuk membuat sebuah berita menjadi terketahui secara luas dalam waktu sekejap. Surya membayangkan jika saja kejadian tersebut tidak terekspos oleh media sosial, apakah pengusutannya akan menjadi besar-besaran seperti ini? Perhatian yang besar terhadap kasus ini telah menyeret berbagai pihak menjadi tersangkut, bahkan MABES POLRI turun tangan menyelidiki kepolisian Lumajang untuk mencari keterkaitan dan kelalaian yang mereka lakukan terhadap tidak terendusnya rencana pengeroyokan itu. Tambang-tambang pasir illegal yang banyak beroperasi di wilayah Lumajang ditutup. Bupati wilayah itu memanggil kepala desa yang ada di wilayah Lumajang dan memerintahkan penutupan tambang-tambang pasir yang ada di wilayahnya. Diantara puluhan kepala desa yang hadir, hanya satu kepala desa yang tidak hadir karena dia ditetapka menjadi tersangka, yaitu kepala desa tempat terjadinya perkara tersebut. Beberapa anggota DPRD juga dikabarkan dipanggil untuk diperiksa terkait keterlibatan mereka dengan penambangan pasir illegal tersebut. Selama beberapa hari media-media nasional melaporkan perkembangan kasus tersebut dan apa-apa saja yang telah dilakukan oleh kepolisian untuk mengusut kasus itu. Namun ada satu hal yang menggelitik pikiran Surya. Mengapa baru sekarang, setelah ada nyawa melayang baru semua itu diusut. Haruskah para pendukung penutupan tambang pasir merasa bahagia karena akhirnya mereka ditanggapi setelah salah satu anggota mereka kehilangan nyawa? Belum juga surut berita mengenai pengusutan tambang pasir tersebut, kini muncul berita lain yang juga membuat ramai media sosial, yaitu penemuan mayat gadis kecil di dalam kardus. Dari tanda-tanda yang ditemukan, gadis kecil tersebut mengalami kekerasan seksual. Kali ini Surya semakin tidak habis piker, mengapa harus dengan cara sekeji itu untuk menyakiti dan menghilangkan nyawa, seorang anak kecil pula? Ia membayangkan adiknya yang ada di kota lain yang juga masih sekolah SD. Ia tidak bisa membayangkan jika hal tersebut terjadi pada adiknya. Bahkan ia sempat berpikir, jika dia adalah anggota keluarga gadis yang terbunuh tersebut, mungkin ia akan membunuh pelaku pembunuhan itu dengan cara yang keji pula seperti yang ia pernah saksikan di sebuah film thriller. Sampai pagi ini berita yang ia baca belum ada yang menyatakan siapa tersangka pembunuh gadis kecil itu. Surya akan terus mengikuti beritanya. Ingin rasanya ia menghubungi ibunya hanya untuk menyampaikan agar menjaga adiknya dengan lebih hati-hati, namun ia mengurungkan niatnya karena yakin Ibunya telah melakukannya dengan baik. Surya menyendok nasi pecelnya yang sudah mulai dingin. Setelah sendokan pertama ia masih membolak balikkan koran yang dibacanya, kali ini di halaman hiburan. Berita sampah, pikirnya. Bagaimana mungkin seorang yang dipanggil “artis’ terang-terangan membuka aib dirinya dan mengakui bahwa ialah wanita penghibur yang ramai diberitakan oleh media sosial. Bagi Surya artis yang tidak ia kenal itu hanya mencari sensasi. Pun media yang menulisnya hanya ingin mendapat perhatian. Namun toh Surya tetap membaca berita itu. Ia semakin lapar. Koran tersebut dia lipat dan diletakkan di meja sampingnya. Masih ada berita yang menarik perhatiannya namun dia memilih mengenyangkan perutnya terlebih dahulu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post