Eka Erawati

Guru SMPN 55 Surabaya ...

Selengkapnya
Navigasi Web

KARENA SEKOLAH BUKAN LAUNDRY

Salah satu problem dalam proses pendidikan bagi guru saat ini adalah menghadapi sebagian tipe orangtua yang menganggap sekolah ibarat laundry. mereka “titip” anak dari pagi sampai sore bahkan ada yang sampai malam dengan harapan anak pulang dalam keadaan “beres”. beres akademiknya dan beres ahlaknya. oragtua ingin tinggal terima bersih tanpa banyak ikut terlibat dalam proses pendidikana anaknya. Jika ada anaknya bermasalah maka dilemparkan tanggung jawab itu ke sekolah. Apalagi jika mereka menyekolahkan anaknya pada sekolah mahal dengan biaya yang fantastis.

Ibarat pakaian tentunya tidak semua jenis pakaian bisa di masukkan ke laundry begitu saja. ada pakaian tertentu yang butuh diperlakukan secara khusus. Beberapa jenis pakaian memerlukan detergen khusus. Bahkan diusahakan hanya boleh dicuci dengan tangan dan dijemur tanpa sinar matahari.

Demikian pula anak-anak didik kita mereka beragam macam tipenya. Ada siswa yang secara genetik dan lingkungan cocok dengan iklim sekolah. Diberi nasihat guru mudah diterima dan diamalkan. Ada juga siswa yang menganggap belajar adalah aktivitas paling membosankan. Ada banyak perilaku yang dilalukan untuk mengurangi kebosanan. Sebagian perilakunya justru menjadikan mereka biang trouble maker di sekolah. Diberi nasihat guru cenderung melawan dan tidak memiliki tata krama atau etika terhadap lingkungan sekitar.

Orangtua semestinya menyadari sedari dini bagaimana tipe anaknya. tidak begitu saja memasrahkan anaknya ke sekolah. Ibarat menyerahkan baju kotor , kusut, bau, begitu saja ke laundry tanpa ada tahap memilah mana yang berwarna, mana yang bisa dicuci dirumah, dan mana yang memerlukan cara mencuci khusus.

Berdasarkan pengalaman kami di lapangan mayoritas siswa yang bermasalah adalah mereka yang memiliki masalah di rumah. Hanya sebagian kecil yang masalahnya bersumber dari lingkungan. Misalnya pada kasus siswa yang sering datang terlambat ,banyak terdeteksi mereka adalah anak-anak yang mengalami gangguan tidur karena menggunakan waktu istirahatnya untuk bermain handphone hingga larut malam. Orangtua seringkali abai dan merasa itu bukan masalah besar. Mereka juga merasa aman karena anaknya terlihat di rumah. Bahkan sebagian orangtua tidak peduli saat handphone anak diberi kata sandi (password) tanpa pernah memantau isi handphone nya.

Sekolah juga ibarat laundry bagi sebagian besar orangtua yang sudah mengangkat ”bendera putih” menghadapi segala polah tingkah anaknya. Istilah bahasa jawanya “pasrah bongkoan”. Pengantar kalimatnya khas “ Sudah bapak Ibu /guru saya pasrah anak saya diapakan saja”. Tapi pada saat yang sama orangtua tidak turut serta melakukan upaya pendidikan di rumah. Mereka menempatkan diri dalam posisi “kalah” dengan segala tuntutan anak. Awalnya mereka berusaha menuruti semua keinginan anak . Ketika tuntutan semakin banyak dan sulit dipenuhi mereka mulai kewalahan. Misalnya anak mengancam tidak mau sekolah jika tidak dibelikan handphone canggih, tidak mau sekolah jika tidak dibelikan sepeda motor, dan berbagai alasan sejenis untuk mengancam orangtuanya . Para orangtua ini berharap para guru menjadi “malaikat” penyelamat yang akan merubah hidup anaknya.

Namun pada kenyataanya sekolah bukanlah “laundry”. Tidak semua masalah anak bisa diatasi di sekolah. Karena ketika sumber masalahnya di rumah, sekolah tidak bisa ikut mengintervensi. Oleh karena itu harus ada pendidikan orangtua dan sekolah yang bisa saling bersinergi.

By . Eka Erawati

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantab bu Eka... barokallah

24 Mar
Balas

Kok sama ya bu kasusnya di sekolah kami :)

24 Mar
Balas

tulisan mbak, mewakili perasaan kami para guru, good job.

24 Mar
Balas



search

New Post