Epidural
Malam itu, hujan terdengar begitu dekat ke telinga. Aku menarik selimutku sampai benar-benar menutupi perut yang buncit. Aku sedang hamil anak pertama dan sedang berjuang menahan rasa sakit di ruang persalinan. Sejak pukul 01.00, Aku dilarikan suamiku ke klinik terdekat karena bercak darah sudah menetes. Namun, sebelum itu Aku sempat kesal melihat tingkah suami. Bagaimana tidak, Aku sedang kesakitan menahan rasa sakit, tapi dia sibuk mencari bajunya padahal dia sudah memakai baju. Tidak hanya itu ia juga sibuk mencari kunci mobil yang jelas-jelas telah ia pegang. Aku ingin tertawa karena merasa ada yang lucu,tetapi juga merasa kesal karena rasa sakit yang tidak tertahankan.
Tepat pukul 07.00, anakku belum lahir juga. Bukaan tidak maju-maju dan tetap dua dari jam 01.00 dini hari. Aku sudah lelah dan tidak kuat lagi menahan rasa sakit, ditambah infus perangsang yang membuat sakitnya semakin jadi. Hingga akhirnya, suami memutuskan agar Aku secar saja karena melihatku sudah hampir tidak sadarkan diri. Aku di rujuk ke sebuah rumah sakit, dan di sana Aku masih sedikit mampu menatap para dokter di ruang secar satu per satu. Sebelum secar, terlebih dahulu Aku disuntik epidural pada bagian punggung. Aku mengikuti arus cerita dalam secar itu dengan sadar, dan tanpa rasa sakit yg kurasakan hingga selesai.
Sekitar pukul 09.00 Aku di bawa ke ruang inap, dan bayiku dibawa ke ruang bayi. Nah, sungguh disinilah aku merasa puncak eksotisnya secar. Dengan selang kateter agar urin mudah keluar tanpa harus ke toilet, jarum infus di jari beserta jarum lain untuk mempermudah masuknya obat. Belum lagi belajar miring kanan kiri serta 3 hari berikutnya harus kembali belajar berjalan dan itu membuat air mata banjir bandang. Pantangannya adalah jangan ada yang tertawa, jika tidak mau kena lemparan gelas atau bantal. Tidak sampai di situ, bahkan sampai anakku berumur dua tahun secar masih meninggalkan rasa sakit. Bekas suntikan epidural tetap terasa, sakit punggung karena kelelahan, angkat berat dan menggendong si kecil juga masih terasa. Apalagi musim hujan, punggung ini akan terasa sakit, apalagi ketika bangun dari tidur. Sungguh luar biasa rasanya menikmati secar, namun tetap harus ada rasa syukur apalagi jika melihat si kecil yang semakin hari semakin tumbuh menjadi anak yang pintar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Saya juga merasakan hal yang sama bu.
Benarkah bu, berarti hampir rata-rata semua yang secar merasakanya ya.
Perjuangan seorang ibu makanya tak bisa terbalaskan oleh apapun termasuk emas permata. Maka dari itu janganlah kita durhaka sama orangtua kita, terutama ibu. Saat melahirkan kita, perjuangan seorang ibu pilihannya ada dua, hidup atau mati. Maka syurga itu dibawah telapak kaki ibu.
Benar sekali ibu, terkadang hati itu pilu saat seorang anak ada yang tega menelantarkan ibunya.