Eka Karyanti, ST

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar Tatap Muka Versus Belajar Daring (Online)

Belajar Tatap Muka Versus Belajar Daring (Online)

Hampir 1 bulan sudah sekolah mengikuti aturan pemerintah untuk melakukan pembelajaran dari rumah. Kami guru-guru dan peserta didik melakukan WFH dan LFH.

Rindu untuk bertemu rekan-rekan sesama guru dan peserta didik mulai membuncah didada. Suasana di sekolah yang biasanya penuh dengan tawa ceria dan diselingi sedikit perselisihan jika ada salah paham, sudah hampir 1 bulan ini di terjadi.

Terutama aku yang biasanya tertawa lepas di sekolah dengan segala kelakar dan tingkah laku teman-teman, terkadang merasa sepi. Benar-benar isolasi mandiri.

Apakah tidak betah di rumah ? Bosan di rumah? Mati gaya di rumah?

Aku pikir bukan itu masalah nya,…manusia adalah mahluk sosial. Jadi bersosialisasi memang merupakan suatu kebutuhan.

Ternyata tanpa direncanakan manusia semua kondisi ini terjadi begitu saja, kalau boleh dikatakan sebuah revolusi secara besar-besaran di segala sektor dan keadaan.

Wabah Covid 19 telah memberikan warna yang jelas tentang segala sesuatunya yang biasanya dilakukan secara konvensional dan bertatap muka, maka harus dilakukan dengan cara daring atau online.

Tidak bisa, gaptek, jadi lebih pusing, ribet, dan lain sebagainya itu adalah keluhan-keluhan yang terdengar selama pembelajaran dilakukan secara daring.

Hari-hari kemarin bahkan kemarinnya lagi sebelum wabah Covid 19 berjangkit di Indonesia, kami guru dan paserta didik masih bisa tertawa bersama di sekolah. Guru masih bisa menemani peserta didik belajar di kelas dengan segala suka dukanya.

Bila biasanya di dalam kelas peserta didik bisa selalu bertanya manakala ada kesulitan dalam mengerjakan soal, kurang pede, kurang dengar dan kurang fokus.

Maka dengan pembelajaran daring, guru-guru memberikan soal setiap harinya dari senin-jumat dengan berbagai aplikasi. Ada yang menggunakan google classroom termasuk drive di dalamnya.

Yang masih sederhana mencoba memahami konsidi peserta didik, memberikan dengan cara memfoto buku paket yang biasa di pake belajar. Memberikannya dalam bentuk word dan lain sebagainya.

Men-share ke wa group sekolah dan wa group peserta didik itulah yang dilakukan dari senin-jumat.

Kalau ada yang perlu ditanyakan ? Guru juga akan menjawab hanya saja mungkin jawaban tatap muka berbeda chemistry-nya dengan jawaban hanya melalui daring.

Peran orangtua untuk mendampingi anak pada saat belajar daring sangat-sangat di butuhkan. Walaupun pada kenyataannya tidak semua orangtua mampu dan paham mendampingi anaknya belajar di rumah.

Mohon maaf,…bagi orangtua dengan pendidikan yang memadai mungkin tidak terlalu kesulitan untuk membantu menerangankan apa yang tidak dipahami anaknya.

Tetapi bagi orangtua yang pendidikannya hanya pas-pasan maka akan terasa mumet kalau harus ikut memecahkan masalah pelajaran anaknya.

Belum lagi tingkat kecanggihan gadgetnya yang juga ikut menjadi masalah. Adakalanya aplikasi-aplikasi tertentu hanya bisa diinstal dengan memakai hp android.

Hp ada, terus bagaimana dengan quotanya? Apakah peserta didik yang kebetulan hidupnya pas-pasan. Orangtuanya hanya mencari nafkah dengan kerja harian pasti menjadi kendala baru untuk belajar.

Belum lagi ada tuntutan harus menonton TVRI dari jam sekian sampai jam sekian tergantung level pembelajrannya, menambah kemumetan para orangtua peserta didik (walaupun tidak semuanya).

Tapi itulah realitanya. Barusan di TV ada pemberitahuan lagi kalau PSBB di DKI Jakarta di perpanjang lagi. DKI Jakarta yang merupakan wilayah kunci yang biasanya otomatis diikuti oleh wilayah-wilayah penyangga.

Aku adalah seorang guru, aku juga mumet setelah hampir 1 bulan tinggal di rumah saja. Dapur, sumur dan kasur itu adalah pekerjaan rutin setelah pekerjaan dialihkan di rumah saja.

Setiap hari harus men-share materi pelajaran kepada peserta didik dari para wali kelas. Setelah itu setengah hari harus mendampingi putraku yang paling kecil yang masih di bangku SD.

Dari pagi jam 07.00-08.30 sudah terjadwal, sholat Duha, membaca Asmaulhusna, baca surat pendek (yang sudah ditentukan), baca tilawati halaman sekian. Semua kegiatan harus di foto dan dikirim ke email sekolah.

“Ma,bahasa Inggris harus pake Voicenote kemudian setor ke ms. A.”

“Bahasa Arab, kerjakan di buku kemudian di foto setor ke Bapak H.”

“Mulai bulan April nonton TVRI ya bunda, karena nanti ada pertanyaan juga dari yang

Harus dijawab,” begitu kata guru anakku.

Belum lagi anakku yang sudah kuliah, lain lagi modelnya. Meski aku tidak terlalu banyak lagi ikut campur urusannya. Tepatnya, seperti tidak mau lagi dicampuri urusannya. Tinggal hanya bisa menjalankan fungsi pengawasan.

Sabar,…sabar,… dan banyak berdoa mungkin itu yang bisa kita lakukan. Karena tinggalnya kita di rumah saja bukannya tanpa arti dan sia-sia.

Bukan hanya aku, kamu, dia, kita semua sebisa mungkin harus memaksa diri untuk tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan yang sangat mendesak.

Stay at home, social distancing, physical distancing, WFH, LFH, PSBB

Gunakan masker, cuci tangan dengan sabun, olah raga dan berjemur

jaga imunitas tubuh.

Mari bantu pemerintah dan hargai jerih payah serta tenaga para medis.

Kita tunggu rencana Allah dibalik semua ini.

#tantangan menulis hari ke 88#

#tantangan menulis MG 90 hari#

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantaap bu..tulisannya kereen..sukses selalu

18 Apr
Balas



search

New Post