Jiwa-jiwa yang Terperangkap
Jiwa-jiwa yang Terperangkap
Bagian 1
Tantangan hari 29
“Jiwaku terperangkap dalam tubuh yang salah,”, begitu alibi beberapa gelintir orang yang tidak menerima takdirnya ketika ia dilahirkan.
Sekarang ini dalam kehidupan bermasyarakat mulai marak oknum-oknum yang mencoba menjadi gender yang berbeda dari yang seharusnya, laki-laki atau perempuan.
Misalkan seseorang yang dari lahir, kecil, remaja kita kenal berjenis kelamin laki-laki. Orang tuanya pun memberikan nama anak laki-laki, ketika dewasa kita lihat seseorang itu sudah berdandan dan berpakaian seperti wanita. Status di Kartu Tanda Penduduk (KTP), juga sudah berubah kelamin menjadi perempuan.
Jiwa-jiwa yang merasa resah didalam tubuhnya, seolah ingin menentang kodratnya dan menyalahkan Tuhan akan takdirnya.
Mereka ada yang secara terang-terangan bertingkah seperti gender yang diinginkan, tetapi ada juga yang hanya setengah-setengah karena masih malu-malu dan takut akan sangsi sosial dari masyarakat.
Mereka yang mempunyai kemampuan ekonomi lebih biasanya akan mengambil langkah berani dengan merombak total apa yang ada ditubuhnya agar gendernya menjadi jelas seperti yang diinginkan.
Proses hukum pun ditempuh sampai ke pengadilan untuk merubah semua dokumen-dokumen kependudukan agar status jelas dan diakui negara. Mereka yang sudah merubah jenis kelaminnya untuk selanjutnya dinamakan transgender.
Bagaimana dengan mereka-mereka yang tidak mampu secara ekonomi, tetapi mengklaim jiwanya juga tersesat dan resah? Biasanya mereka hanya ikut-ikutan berperilaku dan bertingkah seperti layaknya perempuan.
Dalam ilmu saint materi tentang gen dan kromosom, laki-laki dan perempuan mempunyai kromosom 50% dari ayah dan 50% dari ibu. Gennya laki-laki XY dan perempuan XX.
Untuk jiwa-jiwa yang merasa terperangkap dalam tubuh yang salah, ada kemungkinan kromosomnya XXY (secara phisik kecenderungan pada perempuan) atau XYY (secara phisik kecenderungan pada laki-laki.
Transgender saat ini mulai dianggap sebagai salah satu penyakit yang ada di masyarakat. Karena biasanya mereka mempunyai komunitas dan ada kecenderungan “mengajak.”
Bagaimana solusinya ?
Dari sudut pandang psikologis ?
Dari sudut pandang agama?
Bagaimana peran orangtua dan lingkungan?
Akankah keberadaan mereka diterima masyarakat ?
Bersambung….
#tantangan menulis hari ke 29#
#tantangan menulis MG 30 hari#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ditunggu kelanjutannya
Siap bunda.....