Neger
Bagian ke 11
Hari sudah diambang senja ketika kami bertiga beranak selesai berkeliling Candi Borobudur. Berfoto-foto cantik di stupa-stupa yang memang menjadi ciri khas Candi Borobudur.
Berwisata ke Candi Borobudur harus menyiapkan stamina yang cukup kuat, tangga menuju stupa yang cukup tinggi, entah berapa meter tingginya hingga mencapai puncak.
Stupa-stupa yang elegan dan eksotik menandakan betapa pada jaman dahulu kala budaya Indonesia sudah demikian sangat maju. Belum tentu kita yang mengaku sebagai orang-orang modern bisa berbuat seperti itu.
Sebagai contoh ketika Jogyakarta diguncang gempa, maka sebagian bangunan Candi Borobudur hancur dan berserakan. Batu-batu yang sudah berserakan kemungkinan tidak dapat dikembalikan seperti bentuk semula.
Terlihat dari banyaknya batu-batu yang hanya diletakan begitu saja di museum candi. Sangat disayangkan memang jika batu-batu dengan potongan yang besar-besar tersebut tidak bisa dibentuk seperti semula.
Mungkin perlu ahli arkeologi yang turun tangan untuk mengembalikan batu-batu tersebut ke posisi dan bentuk awalnya.
Menapaki perjalanan pulang dari candi menuju pintu keluar tidaklah dekat . kakiku yang memang sudah pegal-pegal membuat aku memutuskan untuk menaiki transportasi yang memang disediakan untuk mengantar jemput wisatawan.
Sesampainya di pintu keluar, rupanya jalan sudah dikondisikan hanya satu pintu keluar dan harus melalui pasar tradisional. Ketika melewati pasar inilah ada perasaan tidak nyaman.
Ternyata pasar tradisional tersebut berbentuk melingkar, selama berada dan berkeliling di dalam pasar banyak sekali penjual bermacam-macam oleh-oleh yang bisa dibawa pulang seperti baju-baju batik yang harganya murah meriah. Soal kualitasnya jangan ditanyakan, karena ada ungkapan “ada harga ada barang.”
Kaki yang pegal dan badan yang sudah capek, karena memang Candi Borobudur adalah destinasi wisata terakhir yang kami kunjungi membuat aku mulai “bad mood.”
Perjalanan di dalam pasar yang sepertinya tidak ada akhirnya juga menambah hati ini sangat kesal. Perjalanan wisata yang seharusnya dilakukan dengan rasa suka cita, menjadi rusak hanya karena perjalanan dalam pasar tradisional tersebut.
Maaf mungkin tidak semua pengunjung candi yang mencari pintu keluar merasakan ketidaknyamanan ini. Tapi bagiku jadinya lain.
Setiap mendekati penghujung jalan pasar ada tanda panah yang terbuat dari kardus bekas dan bertuliskan “EXIT.” Hati senang ketika melihat tulisan itu yang berarti perjalananku di dalam pasar akan segera berakhir.
Rupanya tidak seperti perkiraanku, dan panah dan tulisan exit tersebut bukanlah ujung jalan keluar dari pasar. Kalau tidak salah ada 5x aku menemukan tanda panah dari kardus dengan tulisan exit. Seolah-olah pasar tradisional di Candi Borobudur tersebut seperti labirin yang tidak ada ujungnya.
Dan akhirnya kita akan keluar kembali di pintu dan di jalan yang sama dengan jalan awal kita masuk. Disitulah aku merasa mangkel, merasa dibodohi dengan caranya pengelola pasar untuk “memaksa” pengunjung masuk ke dalam pasar.
Ku dengar beberapa pengunjung yang mungkin juga kecapekan akhirnya mengeluarkan “umpatan.”
Pertanyaanku, “tidak adakah cara yang lebih baik untuk menggiring para pengunjung agar mereka mau masuk dan berbelanja di pasar tradisional tersebut?”
Ambang senja di Candi Borobudur yang tidak terlalu menyenangkan bagiku.
Akhirnya kami mengakhiri perjalanan wisata kali ini dengan tidak mampir ke kota Jogyakarta, karena memang waktu yang sudah hampir deadline cuti suamiku. Keinginanku untuk berwisata ke Jogyakarta yang terkenal dengan Malioboro-nya tidak bisa diwujudkan kali ini.
Mungkin next time jika ada rejeki dan umur panjang. Walapun Jogyakarta juga bukan kota yang belum pernah aku kunjungi sama sekali.
Dari Candi Borobudur, mobil langsung menuju jalan tol luar kota. Bertanya pada beberapa pak polisi yang kebetulan ada di beberapa persimpangan jalan, akhirnya tol menuju luar kota kami capai kira-kira dengan waktu hampir 2 jam.
Selanjutnya jalan Tol Trans Jawa yang kami lewati hanya lurus-lurus saja dengan beberapa rest area.
Perjalanan pulang kembali ke tempat kami berdomisili di Bekasi, adalah perjalanan yang hanya datar-datar saja seperti layaknya perjalan sewaktu berangkat.
Alhamdulillah,…Allah kasih kesehatan kepada kami bertiga selama diperjalanan pulang dan pergi. Suatu petualangan berwisata dengan mengendarai mobil sendiri menuju Bali dan Jawa Tengah, melintasi Jawa Barat dan Jawa Timur. Sungguh suatu pengalaman yang spektakuler.
(Tamat)
#tantangan menulis hari ke 59#
#tantangan menulis MG 60 hari#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar