NEGERI PARA DEWA
NEGERI PARA DEWA
Bagian ke 4
Tantangan menulis ke 24
Tanpa kami sadari mobil kami melewati jalan yang di kiri kanannya adalah areal hutan jati. Gelap,…pekat,….tidak ada penerangan selain lampu mobil.
Ada satu keheranan yang muncul manakala malam semakin larut tiba-tiba mobil yang kami tumpangi berada di jalanan sendirian.
Kemana beberapa truk dan bus yang tadi berjalan bersisian dengan mobil kami ?,…. seakan menghilang. Jalan yang kami lewati hanya lurus-lurus saja tidak ada percabangan jalan di kiri kanannya.
Dengan memperbanyak doa dan istighfar dalam hati, minta perlindungan Yang Maha Kuasa, mobil kami jalan terus tanpa henti, Alhamdulillah ‘pak sopir’ juga tidak mengantuk.
Menjelang waktu sholat subuh sebelum menyebrang dari Banyuwangi menuju Bali kami berhenti disebuah masjid untuk sholat subuh.
Aku lupa nama masjid nya, mesjidnya lumayan besar, air nya jernih dan kebersihannya juga terjaga. Ada banyak pedagang-pedagang kecil di depan masjid seperti penjual roti, nasi uduk yang sudah dibungkus dan lain-lain.
Cukup untuk mengganjal perut setelah penyebrangan dari Banyuwangi-Bali atau sebaliknya.
Iseng-iseng suamiku berbincang-bincang dengan orang- orang yang sholat berjamaah di masjid tersebut, dari jawaban mereka bahwa sebelum memasuki daerah ini tadi kami melewati kawasan hutan jati yang bernama Alas Purwo.
Menurut cerita mereka hutan Alas Purwo tersebut cukup ngeri dan tidak aman jika dilewati malam hari, karena kondisinya yang gelap dan sepi.
Aku juga tidak paham kata ‘tidak aman’ itu berarti adanya gangguan dari perompak/begal ataukah dari mahluk Tuhan lainnya. Wallahu a’lam bishowab.
Pantas saja,….rupanya keheranan kami tadi malam tentang truk dan bus yang tiba-tiba menghilang di tengah jalan terjawab sudah. Ternyata truk-truk dan bus-bus tersebut berhenti dulu di pinggir jalan yang aman untuk beristirahat. Besok pagi ketika matahari sudah menyapa baru mereka jalan lagi.
Allahuakbar,…Allahuakbar, Allahuakbar, …tak habis-habis hati ini mengucap karena sudah dilindungi dari segala marabahaya. Terbayang kembali mobil kami yang berjalan sendirian di pinggir hutan yang gelap gulita.
Itu semua karena ketidaktahuan tentang keadaan daerah yang kami lewati. Bukannya karena kami sok berani
Selesai sholat subuh dan menganjal perut kami lanjut jalan menuju pelabuhan penyebrangan Ketapang (Banyuwangi). Nampak beberapa kapal feri ukuran kecil yang lalu lalang di Selat Bali, selat yang menghubungkan pulau Jawa (di sebelah barat) dengan pulau Bali (di sebelah timur).
Selat Bali dihubungkan dengan layanan ferry dengan Pelabuhan Ketapang (di Jawa) dan Pelabuhan Gilimanuk (di Bali).
Penyebarangan menggunakan ferry dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk hanya memakan waktu kurang lebih 30 menit.
Di Selat Bali cukup banyak kapal ferry yang lalu lalang pulang pergi mengantar penumpang beserta kendaraannya menuju Bali dan sebaliknya.
Mulai terlihat lukisan pulau dewata yang selama ini menjadi dambaan wisatawan baik dalam dan luar negeri untuk dapat berlibur di Pulau Bali dengan segala keunikan budayanya.
#tantangan menulis ke 24#
#tantangan menulis MG 30 hari#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar