Petaka di Susur Sungai
Petaka di Susur Sungai
Mendung hitam kembali menggelayuti dunia pendidikan kita. Silih berganti masalah yang mencoreng moreng.
Perundungan, faktor kelalaian menjadi tema yang sedang viral, yang mengakibatkan beberapa pihak yang terlibat harus menanggung akibatnya.
Kasus-kasus perundungan antara guru dengan murid, murid dengan murid tidak jarang juga memakan korban jiwa. Perundungan bukan hanya soal fisik, tetapi perundungan secara verbal harus juga menjadi perhatian.
Karena dampak dari perundungan secara verbal tidak jarang menjadi dendam dan berakibat hilangnya nyawa oleh orang yang merasa tersakiti.
Susur sungai yang seharusnya menjadi acara yang menyenangkan berubah menjadi petaka karena faktor kelalaian para penyelenggara acara tersebut.
Faktor cuaca yang tidak diperhitungkan dengan matang menjadi salah satu point yang memberatkan para pembina pramuka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Curah hujan yang tinggi dan tidak bisa diduga datangnya telah menjadi penyebab hilangnya nyawa 10 murid SMP N 1 Turi, Yogyakarta.
Dianggap lalai maka tiga orang pembina pramuka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Status sebagai tersangka sudah disandang, penyesalan dan permintaan maaf sudah dilontarkan.
Terlepas dari kejadian “petaka disusur sungai,” adalah ketentuan dan takdir yang Maha Kuasa, proses hukum harus tetap berlangsung. Itulah konsekuensi yang harus ditanggung tiga orang Pembina pramuka tersebut.
Ada hal yang tidak seharusnya atau dianggap kurang pantas dilakukan oleh para penegak hukum yaitu, perlakuan menggundul kepala ketiga pembina pramuka. Itulah yang sedang menjadi viral di dunia maya dan dunia nyata.
Tindakan menggundul kepala guru-guru itulah yang dirasakan miris, menyamakan kelalaian para guru dengan pelaku tindakan kriminal seperti pembunuh, pemerkosa, begal, dan penjahat lainnya adalah satu tindakan yang tidak etis.
Bagaimana dengan para koruptor yang sudah dengan sengaja menggoyang sendi-sendi perekonomian negara ini? Yang sudah dengan sengaja mengambil uang rakyat dan hidup berfoya-foya.
Coba perhatikan baju orange yang dikenakan para koruptor dengan yang dipakai oleh para pembina pramuka yang notabene para guru.
Rompi orange yang dikenakan para koruptor tidak sedikitpun mengurangi wibawa mereka. Senyum manis tetap tersungging dibibir pelaku koruptor.
Adilkah perlakuan ini ???
Mempermalukan para guru sedemikian rupa adalah ibarat “kacang lupa kulitnya” itulah kata-kata yang pantas untuk disematkan pada para penegak hukum atau siapapun yang memberikan perintah untuk menggundul kepala para guru tersebut.
Lupakah mereka pada jasa guru-gurunya dulu? Pangkat yang tinggi, kekuasaan dan kejayaan yang mereka dapatkan sekarang tidak terlepas dari jasa para guru.
Negeri yang katanya “gemah ripah loh jinawi,” ini sudah kehilangan marwahnya. Semuanya berlomba-lomba untuk saling menyakiti.
#tantangan menulis hari ke 38#
#tantangan menulis MG 60 hari#
#guru#
#gerakan pramuka#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar