EKA NURBULAN

Guru di SDN 10 Panai Hulu, Labuhanbatu, Sumatera Utara. Hobi menulis, membaca, dan menggambar. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEBUT SAJA MAWAR

SEBUT SAJA MAWAR

#Tantangan Hari ke-3

#Tantangan Gurusiana

Bu Agnes memandang gadis itu dengan tersenyum. Buku piket sekolah sudah terbuka lebar di depannya, siap menerima catatan dan alasan yang akan diberikan gadis bermata indah itu. Sebut saja dia Mawar, Gadis kelas 2 SMP yang berparas ayu, pipinya merona merah dengan bibir merah jambu tanpa sulaman, alami. Terkenal pendiam dan pemalu, tetapi memiliki prestasi pandai mendongeng dan berpuisi.

“Kenapa terlambat Mawar?” tanya Bu Agnes lembut.

“Maaf bu, tadi bapak …,” gadis itu tak meneruskan kalimatnya.

“Pasti ayahmu marah lagi, kenapa marah?” Bu Agnes memandang iba.

“Kemarin sore saya belajar kelompok, lalu bapak marah. Sampai tadi pagi masih marah, lalu … ,” Mawar kembali terdiam.

“Ya sudahlah, masuk sana. Oh iya, nanti setelah istirahat kedua, kita latihan lagi mendongeng yah,” sahut Bu Agnes sambil mencatat di buku piket. Gadis berjilbab putih itu memainkan tali tasnya dengan gelisah, lalu mengangguk.

“Terima kasih, Bu,” jawabnya sambil kemudian berlari menuju kelas.

Sebagai guru Bahasa Indonesia, Bu Agnes sangat menyukai dan memperhatikan gadis belia ini. Sejak masuk di SMP ini sudah dua kejuaraan di raihnya, mendongeng dan membaca puisi. Dari cerita guru SDnya, Semenjak di sekolah dasar Mawar telah memiliki prestasi, beberapa piagam penghargaan puisi dan lomba mendongeng diraihnya. Bu Agnes menyukai gadis berwajah oval ini, ketika mendongeng ia melihat matanya yang ceria dan bebas. Ketika berpuisi ada cahaya kehidupan di matanya. Dia begitu menjiwai bait-bait yang dibacanya.

***

Sudah seminggu Mawar tidak masuk sekolah, sebuah surat yang dilayangkan ke orangtuanya, tetapi mereka tak juga datang. Bu Agnes tahu betul, ayah Mawar adalah satpam di sebuah sekolah dan ibunya seorang guru privat. Dari cerita Mawar, Ia sering sibuk mengasuh empat orang adiknya. Siang hari, ibunya jarang di rumah karena sering mengajar dari rumah ke rumah. Tetapi bila pagi hari, ibunyalah yang mengurus segalanya. Mawar kasihan dan iba melihat ibunya yang banting tulang mengurus rumah tangga dan membantu mencari nafkah. Dengan rela ia akan menjaga keempat adiknya ketika ibunya tidak ada di rumah.

“Bu Agnes, bagaimana kabar Mawar?” sebuah suara mengejutkan Bu Agnes. Bu Sri telah berdiri di sampingnya tanpa ia ketahui.

“Belum ada kabar bu, nomor hp yang saya hubungi tidak aktif. Surat panggilan orang tua sudah saya layangkan, tapi mereka belum datang juga,” sahut Bu Agnes dengan khawatir.

“Perlombaan sudah dekat Bu,” Bu Sri kepala sekolah SMP tersebut menghela nafas ikut khawatir.

“Bagaimana kalau besok saya ke rumahnya Bu, hari ini tidak bisa, karena jadwal ibu saya periksa ke dokter,” ujar Bu Agnes.

Bu Sri mengangguk setuju,”Ajak Bu Marni, sebagai guru BP, ia berhak juga mengetahui keadaan siswa.”

“Baik Bu.”

***

Bu Agnes memandang Mawar dari kejauhan, jalannya gontai tanpa semangat. Gadis itu pagi ini datang ke sekolah tepat saat bel masuk, lalu berjalan ke ruang BK. Bu Agnes bergegas menyusulnya. Ia mengintip dari balik pintu, lalu berkata,”Boleh Ibu masuk?”

“Saya ingin bicara dengan Bu Agnes, bukan Bu Marni,” Mawar berkata pelan, nyaris seperti bisikan. Wajahnya pucat.

Bu Marni mengangguk dan keluar ruangan, Bu Agnes masuk dan duduk di kursi tamu sebelah Mawar. Gadis itu memeluknya dan menangis. Setelah mereda tangisnya, Bu Agnes bertanya sambil mengusap kepala gadis itu.

“Ada apa Mawar? Coba kamu ceritakan sama ibu,” Wali kelas 2 ini berkata pelan.

“Saya … saya … saya hamil, Bu,” suara bisikan itu bagai halilintar yang menggelegar. Terbayang Mawar gadis pemalu yang selalu tertawa sambil menutup mulutnya dengan jilbabnya, terbayang Mawar yang mencuri-curi pandang pada Wira, siswa kelas 3 di sekolah tersebut.

“Siapa yang menghamilimu?” tanyanya pelan sambil menyelidiki,”Wira?”

Mawar menggeleng dan kembali menangis.

“Apa kamu sukarela melakukannya?” Bu agnes mengusap-usap kepalanya.

“Saya tidak mau bu, saya tidak mau … ! Dia memaksa bu, Dia selalu memaksa … Dia mengancam … !” Mawar menjerit histeris. Membayangkan deru nafas penuh nafsu di telinganya, remasan-remasan yang membuatnya bergidik benci dan ingin muntah. Merasakan alat vitalnya yang pedih dan perih, kemudian pingsan. Bu Agnes cepat memanggil Bu Marni untuk menyadarkan. Mereka melapor kepada kepala sekolah.

“Bu Marni, Bu Agnes, sebaiknya ini menjadi rahasia kita bertiga dulu,” tegas Bu Sri setelah Bu agnes menceritakan hal tersebut. Mereka mengangguk.

“Bu Agnes, Bu Marni, tolong antarkan Mawar ke rumahnya, lalu ceritakan masalah ini kepada orang tuanya,” Bu Sri mengambil keputusan. Sebagai wali kelas Bu Agnes bertanggung jawab moril dan empati terhadap peristiwa yang menimpa Mawar, siswa kebanggaannya. Mereka mengangguk setuju.

***

“Mawar, siapa yang melakukannya!” suara histeris sang ibu begitu mendengar cerita walikelas anaknya.

Gadis itu hanya sesenggukan tak menjawab. Matanya liar penuh kebancian kepada seseorang.

“Sabar Bu, jangan dikerasin, tanya baik-baik,” Bu Agnes memeluk gadis itu. Bu Marni menarik sang ibu yang sudah meninggikan tangannya untuk memukul putrinya.

“Siapa Mawar, Wirakah? Ibu lihat Mawar dekat dengan Wira,” bisik Bu Agnes hati-hati. Gadis itu menggeleng kuat, lalu memandang kepada ibunya yang sedang menangis dengan iba.

“Lalu siapa Nak? bilang pada ibu.”

“Saya takut bu, saya takut, … dia mengancam akan membunuh ibu dan adik-adik,” mata gadis itu liar.

“Siapa Nak, bilang saja sayang.”

“Dia … dia … dia akan membunuh ibu … ,” mata Mawar penuh kebencian, ia membayangkan sebuah tangan yang meraba-raba tubuhnya, menarik paksa pakaiannya, dan merenggut kehormatannya. Bukan sekali saja, berkali-kali. Mulutnya dibekap dan dipaksa.

“Ada apa ini?” suara Ayah Mawar menggelegar sambil berjalan masuk dari arah pintu depan.

“Dia!” teriak Mawar histeris,”Dia yang melakukannya!” Suaranya penuh kebencian, ia memandang tangan kekar yang selalu membekap mulutnya, memandang tubuh tinggi itu dengan amarah. Sang Ibu terkejut bukan kepalang, suminya sendiri, ayah kandung Mawar, ia jatuh pingsan tak sadarkan diri. Bu Agnes berdiri dari duduknya.

“Apa!” sang ayah menarik gadis itu dan memukulnya. Bu Marni bertindak cepat menarik Mawar.

“Saya akan laporkan Bapak,” teriak Bu Marni sambil berusaha menarik Mawar dari cengkraman ayahnya.

Mawar mencakar beberapa kali lengan ayahnya, terlepas, dengan cepat ia berlari ke luar rumah.

“Ayah Jahanam,” teriak Bu Agnes sambil mengejar gadis itu. Sebuah mobil melintas cepat ketika Mawar berlari dalam tangisnya. Braaakkk. Tubuhnya terpental, darah mengalir dari kepalanya, matanya masih bersimbah air mata, memandang Bu Agnes yang berteriak histeris.

“MAWARRRRR!”

Bibirnya yang mungil bergerak-gerak seperti mengatakan sesuatu, “Maafkan Mawar Bu.” Lalu matanya terpejam untuk selamanya.

***

Selesai

Jangan terbawa emosi yah, memang jahat dan laknat ayahnya. Sampai hari ini belum tertangkap, karena sang ayah kandung tersebut berhasil melarikan diri.

#Tantangangurusiana

#Jangan Baper

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post