Eka Nurul Hidayati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Jakarta Bak Bejana Besar (Opini)
Gambar : https://www.facebook.com/Dongeng.Geologi/photos/a.447850592238/10157015454432239/?type=3&theater (11/1/2020)

Jakarta Bak Bejana Besar (Opini)

#TantanganGurusiana

#Day14

Jakarta Bak Bejana Besar

(Sebuah Analisis Pendekatan Geografis Bukan Politis)

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui siapapun. Fenomena banjir yg terjadi di Jakarta beberapa waktu yang lalu sering kita dengar, baca, lihat maupun mengalami sendiri saat musim penghujan tiba tiap tahun. Fenomena banjir sering dikaji dalam mata pelajaran Geografi. Fenomena banjir di Jakarta sering keluar dalam soal – soal Ujian Sekolah maupun Ujian Nasional dan untuk mencari solusinya menggunakan pendekatan kompleks wilayah tidak hanya pendekatan keruangan ataupun kelingkungan semata. Maksud dari pendekatan kompleks wilayah berarti bahwa untuk mencari solusi banjir di Jakarta harus dilihat dari berbagai aspek baik itu secara fisik maupun non fisik dan secara komprehensif melibatkan seluruh pihak baik dr masyarakat maupun pemda.

Kita tidak bisa hanya menyalahkan pemda atupun pemimpin yg memimpin Jakarta. Disini saya tidak membela salah satu gubernur ataupun menjelek - jelekkan salah satu gubernur. Namun jika dilihat sejarah panjang banjir Jakarta sudah dimulai dari mulai jaman Batavia hingga sekarang. Saya yakin bahwa pemda sudah berusaha keras untuk meminimalisir banjir yang terjadi saat musim penghujan.

Kita harus bisa menganalisis banjir yg terjadi di Jakarta. Mulai dari hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yg berada di Bogor sampai hilir DAS. Seharusnya daerah hulu dijadikan sebagai cacthment area atau daerah tangkapan hujan dan kawasan lindung dengan pohon keras sebagai penopang. Namun kenyataannya disana terutama di daerah Puncak – Bogor justru ditumbuhi resort – resot serta vila – vila mewah. Mungkin secara tidak sadar kita juga salah satu kontributor dalam kerusakan lingkungan denga cara berwisata ke tempat tersebut. Memang benar geliat pariwisata dan ekonomi mulai tumbuh. Namun disisi lain justru kerusakan alam sedang mengintai. Kita harus menyadari akan hal itu.

Secara morfologi bentuk Jakarta yg berupa cekungan/basin dan permukaannya di bawah permukaan air laut maka, sudah sepantasnya Jakarta selalu mendapat limpasan air hujan dari daerah atas. Pola penggunaan lahan di daerah tengah DAS sangat kompleks. Jakarta sebagai kota metropolitan menjadi medan magnet bagi penduduk untuk berbondong - bondong ber-urbanisasi. Sehingga menyebabkan kepadatan penduduk dan hal ini mengakibatkan permasalahan yang sangat kompleks. Mulai dari penggunaan air tanah untuk mencukupi kehidupan sehari - hari. Jika satu orang penduduk mengambil air tanah sudah bisa dibayangkan berapa kebutuhan air tanah di Jakarta. Hal ini berdampak pada penurunan Muka Air Tanah (MAT). Belum lagi ditambah perusahaan atu industri-industri besar juga turut andil dalam memperdalam MAT sehingga lama kelamaan dapat mengakibatkan subsidensi atau amblesan tanah.

Pada daerah hilir seharusnya dijadikan untuk daerah konservasi, pada kenyataannya malah dijadikan sebagai daerah pemukiman dan wisata bahari bahkan reklamasi yang kurang tepat. Saya yakin bahwa sudah banyak solusi yang ditawarkan baik dari institusi pemerintah, non – pemerintah bahkan masyarakat. Saya pun yakin sudah banyak para ahli di bidangnya masing – masing yang didatangkan untuk mencari solusi atas permasalahan banjir di Jakarta, seperti pembuatan tanggul, pompa penyedot banjir, penbuatan sumur resapan dan sebagainya. Namun semua itu masih kurang jika tidak dimulai dari diri sendiri. Kita bisa mulai dari pembuatan sumur resapan, pembuatan biopori, lubang – lubang vertikal, reboisasi, pembuatan guludan dan sebagainya.

Jangan pernah menyamakan kondisi banjir di Jakarta dengan kota – kota lain di Indonesia seperti di Semarang dan Surabaya hanya karena terkait dengan urusan politik. Tolong jangan pernah politisasi banjir yang terjadi di Jakarta. Jenis tanah di Jakarta secara umum merupakan tanah alluvial yang merupakan material hasil endapan dari aliran sunggai (fluvial) sehingga tanah ini cenderung lebih lembek dan sebenarnya merupakan tanah yang subur.

Beberapa waktu yang lalu saya melihat “meme” yang beredar di beberapa sosial media tentang banjir Jakarta dan sepertinya mendeskriditkan pemimpin Jakarta (Maaf dalam hal ini saya tegaskan saya netral tidak memihak atau mencela) dengan cara membandingkan banjir di Jakarta dengan banjir di kota – kota lain, serta isue banjir sepertinya sengaja digoreng lagi supaya panas samapi gosong. Kadang kepentingan politis yang bertendensi jauh lebih menyeramkan daripada bencana banjir itu sendiri. Mari kita mulai dr diri sendiri dan jangan menyalahkan orang lain ataupun pemrintah saja. Mari bersama-sama bergandeng tangan mencari solusi yg terbaik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bun

28 Jan
Balas

makasih bu. salam kenal ya

31 Jan



search

New Post