Eka Nurul Hidayati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Merdeka Belajar Antara Retorika, Impian, Harapan dan Kenyataan

Merdeka Belajar Antara Retorika, Impian, Harapan dan Kenyataan

Kepada Bapak Mentri yang terhormat ada sedikit uneg - uneg tentang Retorika Kemerdekaan Belajar. Bagaimana mau berliterasi jika kesejahteraan belum teratasi, bagaimana mau berkompetisi sementara masih banyak para guru yang dikebiri oleh regulasi. Bagaimana mau merdeka belajar sementara masih banyak tekanan dari sana – sini. Retorika Bapak sungguh luar biasa dan menarik hati. Kami pun para guru terkagum – kagum dengan kewibawaan serta cara Bapak berorasi. Kami pun menyambut hangat ide gagasan yang Bapak usung bagi kami. Merdeka belajar mungkin impian semua pendidik sampai pelosok negeri. Tapi kenyataannya kami masih belum dapat memahami.

Bapak Menteri, permasalahan pendidikan di negeri ini sangat kompleks sekali. Ingin rasanya membawa anak keluar kelas. Namun sayang masih dibatasi. Ingin membawa impian, angan dan cita – cita anak negeri di puncak tertinggi, tapi kadang tidak sesuai dengan ekspektasi. Bapak menteri yang terhormat. Saya bukan hendak berkeluh kesah. Mencurahkan segala isi hati yang membuncah. Tapi kami hanya ingin berjuang agar anak didik kita lebih terarah. Terimakasih pada bapak Menteri yang sudah memangkas administrasi guru yang berupa RPP menjadi satu lembar dan memberi kebebasan berkreasi serta berinovasi untuk para pendidik. Namun administrasi guru bukan hanya sekedar RPP semata. Masih banyak administrasi lainnya yang harus guru selesaikan.

Pada kenyataannya kemerdekaan belajar masih sangat ambigu. Kadang kami ingin mengekspresikan berbagai inovasi pembelajaran, tapi kenyataannya terkendala dengan waktu dan materi yang seabreg minta segera untuk dieksekusi. Akhirnya kami kembali seperti dulu lagi. Hanya mengandalkan ceramah dan diskusi. Dengan berbagai alibi dibuat untuk memenangkan ego diri. Ketika ada guru penggerak yang berbeda dengan lainnya, kadang malah mendapat nyinyiran dari rekan sendiri atau bahkan disisihkan oleh instansi.

Kebijakan yang tumpang tindih antara regulasi menjadikan kita seperti kambing ompong yang melongo kebingungan mengambil langkah dan kebijakan. Kami pelaku lapangan harus cepat beradaptasi dengan regulasi yang selalu berubah tiap hari. Tapi tolong jangan politisasi pendidikan ini.

Ketimpangan antar jenjang pendidikan terjadi dari Pendidikan Dasar dan Menengah sampai Pendidikan Tinggi. Sebagai contoh siswa tingkat PAUD/TK tidak diperbolehkan calistung. Namun ketika masuk SD mereka harus mahir calistung dengan pelajaran secara tematik. Sehingga Orang tua siswa kesulitan untuk menuntun putra – putrinya belajar.

Pelajaran di SMP masih mengintegrasikan mapel IPA dan IPS terpadu. Namun di SMA mapel tersebut berdiri sendiri. Sehingga peserta didik shock menerima konsep pelajaran. Soal assasment berorientasi pada soal HOTS. Jangankan soal HOTS, soal LOTS saja mereka susah untuk memahaminya. Ketika siswa SMA akan masuk ke jenjang yang lebih tinggi mereka masih harus menempuh tes Perguruan Tinggi. Seolah – olah nilai yang diperoleh dari jenjang sebelumnya tidak ada gunanya.

Permasalahan lainnya adalah penentuan KKM. Telah menjadi rahasia umum bahwa dengan penentuan KKM maka akan ada katrolan nilai. Sehingga siswa cenderung menyepelekan pelajaran. Ada maindset bahwa ia pasti mendapat nilai sama dengan KKM yang ditentukan oleh sekolah. Ada baiknya nilai siswa kembali seperti dulu murni apa adanya tidak usah memakai KKM

Regulasi penentuan zonasi menjadi pro kontra di masyarakat. Ada sekolah yang diuntungkan tapi ada sekolah justru dirugikan. Demikian juga dengan siswa. Bagi siswa yang rumahnya dekat sekolah sangat diuntungkan, meski nilai yang mereka peroleh kurang memuaskan. Sementara bagi anak pandai tapi rumahnya jauh dari jangkauan sekolah justru mereka dirugikan. Meskipun sudah ada jalur zonasi prestasi. Maksud dan tujuan dari adanya zonasi adalah memudahkan daya jangkau siswa. Tapi hal ini tidak dapat disamakan antar daerah, dengan topografi dan fasilitas serta pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Hapuslah system zonasi, kembalikan siswa sesuai dengan prestasi dan sekolah yang mereka inginkan.

Kembalikan lagi Pendidikan Karakter bangs ajika menginginkan siswa berkarakter. Diharapkan siswa zaman sekarang tidak terlalu lebay, alay, jijay melaporkan kesalahan yang tidak seberapa pada orang tua atau medsos dengan tujuan mendapat banyak follower sehingga menaikkan panjsos.

PROFIL PENULIS

Perempuan bernama lengkap Eka Nurul Hidayati ini lahir pada 15 Januari 1985 di Kabupaten Batang. Ia alumnus dari Universitas Negeri Yogyakarta jurusan pendidikan Geografi (2002 – 2007). Kini ia mengabdi sebagai guru geografi di SMA Negeri 1 Bangsri Kabupaten Jepara sejak 2009.

Selain aktif mengajar, dia juga aktif sebagai Bendahara MGMP Geografi di kabupaten Jepara. Karya Perdananya berjudul Mari MengedukASI (Media Guru Indonesia; Oktober 2019). Artikel Ilmiah Populer berjudul Smart Card Tingkatkan Hasil Belajar Materi Lithosfer (Jateng POS, 19 Februari 2020) Ia bisa dihubungi di [email protected], add atau follow di facebook : [email protected] atau Eka Nurul, Instalgram : @neka.calceka. No Hp/WA 081328266784

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bu nurul artikelnya. Smg benar terwujud Merdeka Belajar. Salam kenal.

10 Mar
Balas

Salam kenal juga bu. Masih tahap belajar menulis kok bu

16 Mar

Ya Allah, luar biasa artikel ini, saya sampai terharu membacanya dan semunay mak jleb,..benar semua seperti yang saya pikirkan. sudah berulang kali kita menyampaikan hal ini, namun seolah olah semua hanya berbicara kepada angin yang berhembus ke semua arah..sedih juga melihat retorika bebas belajar atau guru merdeka tanpa jelas definisi mau dikemanakan rambu rambu istilah itu,,sungguh artikel ini mewakili semua rasa hati dan kalbu saya..terimakasih ibu..anda layak mendapat penghormatan yang luar biasa sebagai pemerhati pendidikan...salam hormat selalu

10 Mar
Balas

Matur suwun bapak. Justru saya juga masih banyak belajar dari bapak dan kawan - kawan semua

16 Mar



search

New Post