CINTA SANTRI BIASA
Ponorogo, Mei 2021.
Bulan Ramadhan telah menyapa dengan semburat senyuman dari tiap insan yang menantikannya. Ramadhan adalah bulan yang penuh ampunan dan keberkahan dari Allah Ta’ala. Ibadah puasa tak sekedar menggugurkan kewajiban umat islam belaka, melainkan sebagai bentuk usaha diri memenuhi kebutuhan rohani.
Di Pesantren Wahdatul Ummah memiliki program khusus pada bulan mulia ini, misalnya ngaji Pasan. Dimana khusus mengkaji kitab-kitab tertentu yang tidak dikaji saat madrasah biasa, misalnya saja kitaabu al shiyam, qurotul uyun, Al bidayatu wan nihayah, dan masih banyak lagi. selain itu, kegiatan khataman qur’an akan lebih diintensifkan.
Momen yang tak terlupakan saat Ramadhan adalah berburu barokah Kyai dan para asatidz, ziarah makam, buka puasa bersama, ngabuburit di taman pesantren dan merangkai kisah dalam lembaran kertas putih berjudul “Ramadhanku” yang kutulis tiap tahunnya. Ada lagi, tak kalah dengan santri putra yang sukanya ngopi, santri putri tak pernah absen untuk ajang ghibah sana kemari. Ya memang seharusnya lebih baik tidur atau nderes Al qur’an pada bulan berkah ini, tapi kebiasaan itu memang tidak mudah dihilangkan dari santri putri. Yang perlu diketahui, tidak semua yang kami bicarakan menyangkut keburukan orang lain, justru kejadian yang dihadapi oleh objek ghibah itu, kami kaji sebagai ajang diskusi, tak jarang hukum-hukum agama menjadi topik pendukung ghibahnya santri putri.
“Ara, hebat kamu. Aku nggak menyangka kalau kamu bisa sampai babak sepuluh besar ini.” ujar Salsa yang tiba-tiba duduk disampingku yang sedang membaca buku.
“Alhamdulillah. Selama ini aku berjuang keras untuk mewujudkan mimpiku. Ini juga berkat dukungan kalian. Eh, kamu lebih hebat tau Sal, dari babak sebelumnya kan kamu selalu ada diposisi atas.” Jawabku
“Meskipun kita bersaing, tapi jangan sampai jadi musuh ya.” timpalnya lagi. Akupun tersenyum kepadanya.
***
Aula Nabawi tampak menyala terang dengan sinar lampu beraneka warna yang menghiasi panggung utama. Malam ini aku begitu gugup, sebab babak seleksi duta santri kreatif akan segera dilangsungkan. Selain ajang qiro’atul kutub, akan ada sesi tanya jawab tentang suatu permasalahan dan peserta harus menyampaikan solusinya atau disebut problem solving. Tentunya masalah yang diangkat bukanlah hanya sekedarnya saja, tetapi peserta harus mempunyai dasar hukum yang tepat ketika menjawabnya nanti.
“Baik kita acak dan saksikan bersama siapa yang beruntung mendapat urutan pertama dalam babak ini.” ujar pemandu acara yang kudengar dari belakang panggung.
“Dan kita panggilkan peserta pertama dengan nomor urut tujuh, Araliya Ananta. Tepuk tangan yang meriah.” ujarnya lantang membuat jantungku berdegup cepat. Aku melangkah menuju panggung meski kaki ini terasa lemas.
Di depanku sudah berjejer para juri dan seluruh santri yang pasti kesemuanya memperhatikanku. Aku duduk tenang dan menarik nafas perlahan, mencoba menenangkan diri. “Kitabnya adalah Fathul Qorib Al mujib, ada empat bab yaitu ubudiyah, muamalah, munakahat dan jinayah. Silahkan dipilih.” ujar pemandu acara.
“Munakahat.” jawabku pelan. “Baik, kepada ustadz Takrim dipersilahkan menunjuk fashol mana yang harus dibaca.” ujarnya.
“Fashol fii ahkami shodaqi. Silahkan dibaca dengan keras dan tegas.” ujar ustadz Takrim memberi soal.
Perlahan ku membuka kitab yang sudah tersedia di depanku dan dengan selalu bersholawat dalam hati, aku memulai membacanya. “Bismillahirohmanirrohim, qolal mushonnifu rahimakumullahu ta’ala wa nafaana bihi fii ‘ulumihi fid daroini Aamiin. fashlun fii ahkami shodaqi, wahuwa bifathkis shodi afshokhun min kasriha, mustaqun minashodaqi bifathkis shodi, wahuwa ismun lisyadidis sholbi wa syur’an : ismun limalin wajibin ‘alarrojuli binnikahin au wathi’ syibhatin au mautin.”
“Wayustahabbu tasmiyatu mahrin fii’uqdinnikahi. Walau fii nikahi ‘abdi sayyidi ummatahu, wayakfi tasmiyatu ayyusyaiin kana, walakin yusana ‘adaman naqsi ‘an ‘asyrotin darohima wa ‘adama ziyadati ‘ala khomsimiati dirhamin kholishotin.”
“Cukup” cegah ustadz Takrim. “Huwa disitu kalimat apa?” tanya beliau. “Isim” jawabku yakin.
“Mu’rab atau mabni?” tanyanya lagi. “Mabni.” jawabku. “Mabni ada berapa?” “tiga” jawabku. “Sebutkan!” perintahnya. “Dhamir, maushul, isyarah”
“Ini isim dhomir, ma’rifat atau nakiroh?” tanya beliau. “Ma’rifat, karena isim dhomir.” jawabku yakin. “Ada berapa isim ma’rifat dan sebutkan?”
“Ada enam, isim dhomir, isim alam, isim isyaroh,...” jawabku belum usai beliau menambahi. “Coba sebutkan nadhomnya isim ma’rifat!”
Sampai disini aku terdiam, mencoba mengingat nadhom itu. dengan ragu aku tetap menjawab. Sampai beberapa pertanyaan setelahnya yang membuatku benar-benar gelagapan.
Setelah 30 menit berselang, akhirnya akupun turun dari atas panggung dengan sorak tepuk tangan para santri usai menjawab pertanyaan yang diajukan dewan juri. keringat dingin membasahi jilbab kuning kunyit yang kupakai saat ini, lalu aku bergegas menuju kamar mandi.
Sekian jam telah terlewati, tibalah pada akhir acara dan pengumuman siapakah yang lolos ke babak selanjutnya. “Para hadirin sekalian, inilah saatnya kami tampilkan finalis duta santri kreatif yang masuk ke group lima besar.” ujar pemandu acara diiringi layar besar dibelakangnya yang mulai menampilkan satu persatu finalis. Aku memandang was-was, dan berharap menjadi salah satu yang terpampang disana.
Namun sayang seribu sayang, namaku tidak ada. Senyumku getir menyisakan tangis yang tak berair mata, bagai menggoreskan sebilah pisau dalam dada, begitu menyayat namun aku harus menahan sakitnya. Merasa gagal dan hampa tapi aku harus tetap melapangkan dada, berupaya mengikhlaskan semuanya. Ku peluk Salsa sebagai ungkapan selamat karena mendapat posisi pertama dalam babak ini.
Saat semua masih ramai di Aula, aku hendak kembali ke asrama. Rasanya begitu lelah dan membuatku ingin segera beristirahat. Saat tiba di depan masjid terdengar suara memanggilku dari arah belakang. Aku membalikkan badah dan mendapati Gus Azriel disana.
Bersambung...
Kegagalan adalah bumbu penyedap dalam meraih impian dan kesuksesan. Maka dengan begitu, cita rasa keberhasilan akan terasa lebih nikmat. Bersabar ya Araliya, akan ada kesuksesan lain di depan sana yang menantimu. Yukk lanjut ke cerita selanjutnya...
#Masih belajar jadi penulis bagi pembaca yang berkenan memberikan kritik dan saran bisa tulis dikolom komentar ya. Nuhun sanget.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi