Eka Oviana M

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA SANTRI BIASA
Real pict Santri Ponorogo

CINTA SANTRI BIASA

Ponorogo, Maret 2021.

Jika senja bukanlah keindahan yang fatamorgana, maka fajar menjadi cambuk hatiku tatkala membuka mata. Bagaimana tidak, tiada malam tanpa teringat senyumnya, dan tiada pagi tanpa terbayang wajahnya. Aku sudah tak mampu, tak mampu untuk mengingkari kebenaran bahwa aku mencintainya.

***

Siang ini bus yang bertuliskan Ponpes Wahdatul Ummah dikaca bagian belakang itu bertengger rapi di parkiran kampus. Sang sopir tengah bersiap menunggu para santri yang telah usai belajar di Universitas Sunan Giri. Hari senin sampai dengan kamis sudah menjadi rutinitas para santri mahasiswa belajar di kampus, tiap berangkat dan pulang kami selalu naik bus milik Pesantren.

Namun hari ini, aku memiliki banyak sekali tugas yang harus ku selesaikan. Hingga waktu menunjukan pukul 15.00 WIB, aku, Kiya dan adinda masih duduk manis di depan komputer milik perpustakaan.

“Ayo Ra, Din, kita pulang, nanti kita ketinggalan bus. emang kamu mau pulang jalan kaki?.” rengek Kiya.

“Sebentar lagi ya Ki, nanggung nih.“ pintaku yang tetap fokus pada komputer.

“Makanya kamu bantuin Ki, biar cepet selesainya. Lagian bus nya juga udah pergi.” ujar Adinda yang juga tak kalah sibuknya mengetik dikomputer.

Kiya pun menurut dan membantu kami menyelesaikan tugas yang diberikan pak dosen tadi siang. Untuk mahasiswa yang terbatas penggunaan alat elektronik seperti kami, haruslah pandai mengatur waktu dalam mengerjakan tugas kuliah.

Tak terasa matahari sudah semakin condong ke barat, dan jam dinding perpustakaan menunjukan pukul 16.45 WIB.

“Akhirnya selesai juga tugas kita. Yuk buruan kita pulang.” ujar Adinda seraya meregangkan otot-ototnya yang lelah karena dipaju mengerjakan tugas kuliah.

Dengan sigap kami berbenah lalu berlari menuju jalan raya, menengok kanan kiri mencari kendaraan umum, tapi tak kunjung terlihat. “Kita naik bejak aja deh.” ujarku dan disahut mereka dengan anggukan kepala.

“Pak, anter kami ke Pesantren Wahdatul Ummah ya.” ujar Kiya pada tukang bejaknya. “Baik ning, ayo silahkan naik.” jawab beliau.

Becak tua itu dikayuhnya tanpa lelah sedikitpun, bahkan raut wajah pak Parman, nama yang sempat ku tanyai tadi, nampak berseri. Dalam benaknya mungkin berfikir, Alhamdulillah ada rezeki untuk kubawa pulang hari ini.

Jalanan kota ponorogo tidak sepadat kota-kota besar lainnya, sehingga jalanan ramai lancar waktu kami lalui sore ini. Kami bergurau ria membahas beberapa kejadian lucu yang pernah kami alami, sesekali juga bercengkrama dengan bapak tukang bejak. Sore ini akan menjadi kenangan indah bagi kami bertiga. Entah hukuman apa yang menanti, namun untuk saat ini, tertawa lepas adalah pilihan kami untuk merayakannya. Meskipun kami juga pengurus, namun aturan tetaplah berlaku untuk semua santri tanpa terkecuali.

Kami pun sampai di depan gerbang Pesantren, untung saja tidak ada penjaga disini. Kami berlari menuju asrama putri. Tiba di depan pintu asrama, tim keamanan sudah menjegal beberapa santri lain yang juga terlambat kembali.

“Dari mana kalian?, jam segini baru pulang. Kalian tau kan kedisiplinan itu kunci kesuksesan, diajarkan mematuhi aturan Pesantren saja kalian lalai, bagaimana mau jadi orang yang bener?.” ujar mbak keamanan yang terdengar bagai suara speaker di telinga kami.

Tak sepatah katapun kami menjawab, karena alasan apapun pasti tidak akan diterimanya. “Ya sudah, hukuman kalian adalah, kalian harus membersihkan kamar mandi di rumah ndalem.” tambahnya lagi memberi putusan hukuman kepada kami. kami hanya menganggukan kepala lalu masuk ke dalam asrama.

***

“Assalamu’alaikum.” ucapku yang sudah di depan pintu ndalem Abah Kyai. “Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.” jawab Umi Salamah.

“Umi, saya mendapat tugas untuk membersihkan kamar mandi ndalem dari pengurus keamanan. Mohon izinya umi.” ujarku menjelaskan.

“Iya silahkan mbak, tapi saya mau pergi ke butik sebentar ya. Kamu masuk aja, alat-alatnya ada di samping kamar mandi.” tutur beliau. Aku pun menganggukan kepala, lalu masuk ke dalam dan menuju kamar mandi. Namun tanpa sengaja berpapasan dengan Gus azriel yang baru saja keluar dari dalam kamar. Aku hanya menunduk melihatnya. Tenanglah Ra, kamu jangan gugup begini. kataku dalam hati.

“Permisi Gus, saya mau membersihkan kamar mandi.” ujarku pelan.

“Kenapa?” jawabnya singkat. “Karena, karena emm...saya dihukum. Kemarin terlambat kembali ke asrama.” jawabku merasa gugup.

Lalu Gus Azriel melangkah pergi. Entah kemana ia menuju, tapi mataku mengikutinya. Tiba-tiba ia membalikan badan dan membuatku gelagapan karena ketahuan memperhatikannya.

“Alat-alatnya ada di samping kamar mandi ya mbak.....?” ujarnya menggantung. “Araliya Gus.” jawabku cepat. Ia hanya tersenyum seperti biasanya.

Lalu aku bergegas mengambil alat kebersihan dan dengan teliti kubersihkan kamar mandi yang cukup luas ini. Setelah 20 menit berlalu, akhirnya sudah selesai kubersihkan. Lelah sekali rasanya, tapi masih ada tiga kamar mandi lagi yang menanti. Lalu kulangkahkan kaki meski gontai menuju lantai atas.

***

POV Gus Azriel

Aku sedang membaca buku di ruang perpustakaan mini milik Abi. Abi sejak dulu memang suka sekali membaca, begitupun denganku. Terdengar suara seseorang mengucap salam dari luar, namun ku abaikan karena sepertinya Umi sudah membukakan pintu.

Aku beranjak dari kursi dan ingin mengambil air minum di dapur, namun ketika membuka pintu, aku melihat gadis itu dan nampak terkejut, lalu ia menundukkan wajahnya.

“Permisi Gus, saya mau membersihkan kamar mandi.” ujarnya.

“Kenapa?” jawabku singkat. “Karena, karena emm...saya dihukum. Kemarin terlambat kembali ke asrama.” jawabnya terdengar gugup.

Akupun melangkah kembali menuju dapur, namun aku teringat sesuatu dan menoleh padanya. “Alat-alatnya ada di samping kamar mandi ya mbak.....?” ujarku menggantung ingin tahu namanya.

“Araliya Gus.” jawabnya. Akhirnya. Kataku dalam hati. Semburat senyum terukir manis pada wajah ini, kini aku tahu nama gadis yang pernah kulihat saat kedatanganku ke sini dulu. Araliya, nama yang cantik seperti pemiliknya.

Bersambung...

Apa mungkin Gus Azriel dan Araliya akan semakin dekat setelah kejadian itu? kita tunggu cerita selanjutnya...

#Masih belajar untuk jadi penulis, bagi pembaca yang berkenan memberikan kritik dan saran bisa tulis dikolom komentar yaa. Nuhun Sanget.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda.Salam literasi

23 Feb
Balas



search

New Post