Eka rosmawati

Eka Rosmawati, M.Pd lahir dan tinggal di Bandung. Univ., terakhir Unesa. Saat ini mengajar matkul Bhs. Indonesia di SMPN 3 Soreang....

Selengkapnya
Navigasi Web
NILAI KEISLAMAN SEORANG MUSLIM

NILAI KEISLAMAN SEORANG MUSLIM

Islam dengan ajarannya, sesungguhnya amat kaya dengan kebaikan. Segala hal diatur untuk tujuan demi kebaikan manusia. Yakin, jika manusia menjalankan syariat Islam dengan benar, hidupnya akan teratur, tenang, dan bahagia.

Merupakan sebuah kenyataan dalam kehidupan ini, banyak orang yang terlahir sudah beragama Islam karena diwariskan dari orangtua. Pokoknya Islam saja, kalau ditanya penganut agama apa. Selanjutnya ada orangtua yang konsisten menanamkan ajaran Islam itu pada anaknya, dengan menuntun shalat, mengaji, menanamkan nilai-nilai keislaman dalam berprilaku sehari-hari. Terkadang ada orangtua yang merasa minim pengetahuan, lalu berusaha membelajarkan anak pada kiai, ustad, bahkan menyekolahkan anak secara khusus di pesantren atau sekolah plus. Semua dilakukan tentu dengan dasar keimanan dan harapan, agar nilai keislaman betul-betul membangun pribadi anak. Bagi orang yang beriman, diyakini jika anak telah memahami dan menjiwai nilai keislaman itu, maka kehidupannya akan beraturan, memiliki pengendalian diri, dan giat beramal soleh untuk bekal kehidupan dunia dan akhirat.

Akan tetapi bagaimana jika agama hanya sebatas identitas tanpa mencoba menggali dan memaknai? Di situlah mungkin masalahnya. Jangan heran kalau kita melihat prilaku anak yang ugal-ugalan, senang membuat sensasi, melakukan hal-hal negatif; karena mungkin mereka tidak tahu akan perbedaan salah dan benar; bahkan bisa jadi mereka dalam keadaan bingung dan resah.

Kalbu manusia sejatinya jangan dibiarkan kosong. Ia harus diisi dengan sesuatu yang menyejukkan, menenangkan, dan menyenangkan.; karena seperti dijelaskan di dalam alquran, hati itu pusatnya diri seorang manusia; jika hati terpelihara baik, maka baiklah seluruh diri si manusia tersebut. Sedang bila hati dalam keadaan buruk, maka seluruh diri seorang manusia bisa rusak. Lalu bagaimana cara memelihara hati?

Terkait dengan pembicaraan sebelumnya, bahwa orangtua muslim harus perduli pada generasi keturunannya. Ia wajib mengenalkan anak pada ajaran islam itu. Bagaimana anak harus shalat, memahami tujuan shalat, memaknai shalat sebagai landasan berbuat di dalam kehidupan. Orangtualah yang harus membangun hati anak agar ia menjadi lembut, bersih, mudah dimasuki oleh kebaikan. Bukankah sejak baru dilahirkan anak diazankan? Tidak semata-mata hanya lantunan sebagai kebiasaan; namun sejatinya azan adalah kata-kata sebagai penanaman keimanan, doa, dan upaya agar anak mengenal Allahnya, serta memiliki sifat kerahmanan yang dimiliki-Nya. Itulah tugas orangtua yang utama.

Apa fenomena yang muncul di kehidupan sosial zaman now? Coba saja amati prilaku anak sekolah. Tanyai mereka, apa sebab mereka biasa kesiangan, namun tetap melenggang, besok dan besoknya diulang; dihukum malah menantang. Hati, ya hati itu telah gersang. Tak ada nasihan, tak ada pengarahsn, tak ada teguran. Dibiarkan sesuka hati belajar dari alam, sedang alam tidak lagi murni; sudah terkontaminasi. Hati itu tak pernah disejukkan oleh ayat-ayat kebaikan; sebaliknya saban kali dijejali oleh nyanyian keputusasaan yang berasal dari luapan ketidaksolehan. Belum lagi muntahan sumpah serapah dari lingkungan keluarga yang notabene telah dibutakan oleh urusan dunia. Baunya telah menyesakkan jiwa kanak-kanak; hingga bawaan mereka selalu ingin terbang, menghindar.

Cerita ini hanyalah satu sisi sebagai dampak. Di suatu pagi, pada sebuah sekolah; ketika semua warga sekolah berpartisipasi terhadap lingkungan, anak-anak itu keluyuran, hinggap di warung-warung, nongkrong! Manakala seorang teman menemuinya serta menyadarkan untuk turut serta peduli dengan kegiatan sekolah, ia malah mengata-ngatai temannya itu dengan kata-kata kotor. Begitulah orang lain sibuk bekerja bakti dari pagi hingga siang, yang seorang muncul tiba-tiba dan hendak berlari manakala guru memanggil. Ternilai sudah si anak kurang memiliki rasa tanggung jawab. Sebagai seorang pendidik, guru menggiringnya untuk duduk sekadar mengingatkan dan menasihati. Ada kejadian yang membuat kepala menggeleng-geleng, manakala guru mencoba memberi terapi dengan menyuruh membaca istigfar. Si anak bukannya mengucap, malah tertawa-tawa, tapi juga terlihat malu. Ditanya apakah dia tahu apa yang disebut istigfar, dia menggeleng; hingga guru meyakinkan diri apakah dia betul-betul muslim, dan ia pun mengangguk. Sampai-sampai sang guru iseng menanyai seorang siswa beragama kristen, "Samson, kamu pernah mendengar kata istigfar?" Jawabnya, "Tahu, Bu!" Lalu guru meminta untuk mengucapkannya, si anak dengan cepat berucap " astagfirullohalazim"; dan semua yang ada dalam kerumunan itu pun tertawa. Bukan menertawakan anak bernama Samson, melainkan tergugu oleh situasi itu. Oleh kepilosan anak bernama Samson, tapi juga prihatin oleh anak bernama Fiery yang notabene menganut Islam tapi tidak paham dengan apa yang disebut istigfar. Inilah saatnya orangtua, pendidik, masyarakat merenung dan peduli pada kehidupan generasi sekarang. Mau dibawa ke mana mereka, jika kita tidak peduli dengan jiwa dan mental mereka. Apalagi kalau kita mau mengupas segala temuan, tentunya bakal makin terheran-heran.

Terlepas dari segala temuan, kenakan anak, sikap mereka yang kadang di luar batas, intinya harus ada kerja sama antara orangtua, pihak pendidik, masyarakat, pemerintah untuk lebih peduli pada perkembangan anak, nilai-nilai agama yang dianutnya, serta bagaimana upaya menyembuhkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan yang sudah tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur ajaran agama. Semua harus menyadari bahwa kehidupan ini jangan terus dibiarkan rusak. Kalaupun kehidupan ini suatu saat akan berakhir, setidak-tidaknya orang-orang akan terbenam ke dalam bumi, dalam keadaan sudah menyadari nilai kemanusiaannya dan telah berupaya berbuat memperbaiki sesuai kemampuannya masing-masing.

Cbl, 7 Maret 2019.

Ek's.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Iyess nian

07 Mar
Balas

Realistis pisan

07 Mar
Balas



search

New Post