Eka Susanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Menganalisis Struktur Fisik Puisi 'Hujan Bulan Juni'
Kisah Percintaan yang Memiliki Pebedaan Budaya dan Agama

Menganalisis Struktur Fisik Puisi 'Hujan Bulan Juni'

Hujan Bulan Juni

Karya Sapardi Joko Damono

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon yang berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka ada yang lebih arif

Dari hujan bulan juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu

(hujan bulan juni, 1994)

No.

Struktur Batin Puisi

1

Tipologi

Puisi Hujan Bulan Juni tidak memiliki tipografi khusus. Penulisan puisi ini tidak memiliki kriteria tipografi berbentuk berbeda. Teknik penulisan seperti pada umumnya menggunakan rata kiri seperti yang tertera di atas.

Tema

Tema dasar dari puisi ini mengenai perasaan yang tidak tersampaikan dan tertahan. Perasaan pengarang berupa rasa rindu atau cinta yang disembunyikan penyair kepada tambatan hatinya.

2

Diksi

Apabila dilihat dan dipahami secara mendalam diksi yang terdapat pada puisi Hujan Bulan Juni merupakan kata-kata yang sederhana, tidak rumit, dan dekat dengan realita hidup. Meskipun demikian kesederhanaan ini tidak berarti mengurangi kualitas estetik dan isi, sebaliknya membangkitkan pengalaman tersendiri bagi pembaca. Puisi ini dengan kesederhanaan diksi yang disajikan memiliki tafsiran yang sangat luas.

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Kedua baris puisi di atas merupakan penjelasan tentang rasa yang berusaha ditahan. Larik pertama secara gamblang mengungkapkan ketabahan dalam menahan sesuatu. Larik kedua menyajikan kata yang kontradiktif, hujan dan bulan Juni. Pada umumnya berdasarkan penanggalan musim di Indonesia bulan Juni merupakan bulan kemarau, terlebih menginggat musim pada saat puisi ini muncul masih berjalan teratur. Apabila bulan juni disandingkan dengan kata hujan, dapat berarti ketabahan seseorang yang menahan perasaannya diibaratkan hujan yang harus menahan dirinya untuk tidak muncul di musim kemarau. Hujan haruslah menahan bulir-bulirnya agar tidak jatuh.

Dirahasiakannya rintik rindunya

Pada pohon yang berbunga

Kata rintik rindunya jelas merupakan gambaran rasa yang tengah dirasakan penyair. Pohon yang berbunga diindikasikan merupakan tambatan hati sang penyair atau muara dari semua rasa yang dimiliki penyair. Kata dirahasiakannya mempertegas bahwa penyair tengah memendam sesuatu.

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu dijalan itu

Kedua baris tersebut menunjukkan bahwa penyair merasa ragu-ragu karena sesuatu hal, ia tidak beranimengungkapkan perasaannya, dipertegas dengan kata jejak – jejak kakinya yang merupakan rasa rindu dan cintanya.

Arif

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu

Ketiga larik tersebut memberi penegasan pada larik-larik sebelumnya, bahwa penyair menyerah dan beriotikad untuk tidak menunjukkan perasaannya. Penyair dengan sangat arif berkeinginan untuk melupakan rasa rindu dan cintanya itu.

Perasaan

Keseluruhan struktur fisik puisi ini menggambarkan perasaan dan suasana hati penyair. Diksi, rima, maja, pencitraan, dan tipografi yang sengaja digunakan dalam puisi ini secara jelas menunjukkan perasaan rindu atau cinta yang ditahan, tidak diungkapkan kepada seseorang. Penyair menghadapinya dengan berbesar hati untuk tabah menyimpannya dan dengan bijak berusaha untuk menghilangkan rasa yang tengah ia simpan.

3

Pengimajian /Citraan

Puisi ini memiliki banyak citraan karena puisi ini membawa pembaca seolah-olah ikut melihat dan mendengar akan kehadiran aktivitas bulan Juni. Salah satu contoh pada bait di bawah ini.

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Membaca bait ini seakan pembaca dibawa pada dimensi dimana hujan bulan juni hidup, pembaca juga seolah-olah juga melihat dihapusnya jejak kaki di jalan.

Nada

Nada puisi hujan bulan Juni termasuk nada sendu, karena puisi ini secara fisik seperti penjelasan sebelumnya, puisi ini merupakan lambang perasaan yang ditahan dan pada akhirnya penyair menyerah dan memilih untuk tidak menyampaikannya perasaannya.

Tantangan Menulis Hari Ke-8

#TantanganGurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Deep analysis, mantap ....

10 Jul
Balas

makasih pak yoyon...

11 Jul

Bisa mjd materi tuk siswanya nggih di kelas XI. Mantap Bu

03 Feb
Balas

keren,,,, jadi inspirator kpingin analisis juga puisi dari sang pujangga a.45

11 Feb
Balas

keren,,,, jadi inspirator kpingin analisis juga puisi dari sang pujangga a.45

11 Feb
Balas

keren,,,, jadi inspirator kpingin analisis juga puisi dari sang pujangga a.45

11 Feb
Balas

Luar biasa.....ternyata maknanya sangat dalam....trims Ilmunya

22 Jan
Balas



search

New Post