ekka anggia

Ibu dari tiga anak yang menganggap ibunya sebagai tempat curhat terbaik mereka. Mengajar di rumah dan di sekolah. Happy teacher with happy learning adalah moton...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mana yang Lebih Buas?

Mana yang Lebih Buas?

"Morning guys, welcome to the English Class with Miss Ekka. Don't forget to like, comment, and subscribe", sapaku riang. Opening andalanku mampu menarik perhatian hampir seluruh siswa saat itu. Betapa tidak, sapaan seperti itu hampir setiap hari mereka dengar dari vlogger favorit mereka di saluran Youtube.

Hari itu, tak seperti hari lain, kelasku disambangi beberapa observer, kepala sekolah dan beberapa rekan sejawatku. Tugas mereka mengobservasi kegiatan belajar mengajar saat itu. Keselarasan perencanaan dengan pelaksanaan pembelajaran menjadi sorotan utama saat itu. Keaktifan siswa pun tak luput dari pantauan mereka.

Kelas yang biasanya sedikit sulit diatur saat pembagian kelompok, hari itu lebih kondusif karena pembagian kelompok yang sudah fix tertulis di setiap meja. Mau tak mau mereka menerima pembagian kelompok tersebut tanpa banyak tawar menawar. Entah karena menyadari pentingnya pelaksanaan Open Class yang baik atau memang kuasa ALLOH sajalah yang membuat mereka sangat suportif saat itu.

Langkah demi langkah pembelajaran terlewati, dari tegur sapa dan ucap salam, menyebutkan tujuan pembelajaran, presentasi materi sampai pelaksanaan kerja kelompok. Semua terjadi sesuai rencana, lancar jaya tanpa kendala apapun. Semua anak aktif, bahkan cenderung berebut menulis jawaban soal di papan tulis. Betapa.tidak, ini adalah pengalaman pertama mereka menulis di papan tulis digital. Papan tulis layar sentuh berukuran lebih dari 100 inchi ini memang sungguh canggih. Bukan saja berfungsi sebagai layar yang bisa menayangkan video dan presentasi power poin, layarnya bisa digunakan sebagai papan tulis dengan sentuhan ujung jari saja. Selidik punya selidik ternyata penggunaan IT yang modern inilah yang mendorong kondusifitas pembelajaran saat itu.

Saking lancarnya, tak terasa waktu baru berjalan 35 menit, padahal semua materi telah saya sampaikan, Anak-anak pun kelihatan sudah selesai dengan tugas kelompoknya. Saya sempat bingung bagaimana mengelola waktu 55 menit ke depan agar efektif. Saya berkeliling untuk memastikan kelompok mana yang sudah selesai dan kelompok mana yang harus dibantu. Benar saja, ada dua kelompok yang selesai duluan dan dua kelompok yang sangat tertinggal jauh. 4 kelompok lain, artinya 50% dari jumlah siswa, sedang menyelesaikan tiga perempat tugasnya. Saya cek pekerjaan dan memberi tambahan soal bagi kelompok yang selesai duluan. Untuk kelompok yang tertinggal saya bantu mengingatkan lagi tentang konsep dan pola kalimatnya.

Sementara masalah selesai, tak ada kelompok yang menganggur bahkan mengganggu kelompok lain. Namun, muncul pertanyaan berikutnya. Bagaimana teknik pembahasan soalnya nanti? Jika kedelapan kelompok menampilkan seluruh soal yang sama, akankah efektif? Bukankah itu hanya akan membuat bosan para siswa?

Entah ilham dari mana, yang jelas saya yakin semua dipermudah oleh ALLOH Yang Maha Kuasa, yang memberi petunjuk tentang teknis pembahasan soal. Kelompok ganjil diminta menjawab 2 soal saja, ada siswa yang menuliskan jawaban, dan siswa lain mengucapkan kalimatnya. Saya membantu menguatkan pelafalannya jika diperlukan. Kelompok genap merespon jawaban, mengevaluasi dan memberi saran perbaikan pada jawaban soal yang mereka anggap salah. Alhamdulillah, pembahasan soal berjalan lancar. Tambahan materi membedakan penggunaan artikel "a" dan "an" melengkapi materi perbandingam saat itu. Malah ada satu anak yang memiliki pendapat berbeda dengan temannya. Saya ajak dia menuliskan jawabannya ke depan dan melakukan tanya jawab ringan alasan dia mengungkapkan idenya tersebut.

Jawabannya sungguh diluar dugaan, rekan-rekan guru memberi applause padanya. Sungguh jadi guru berat, Kawan. Saat itu saya dipaksa untuk memahami jalan pikiran siswa, namun juga harus menunjukkan pada siswa lain bahwa selain logis, pendapat kita juga harus berdasar hukum yang berlaku. Maka saat itu materi adjective atau kata sifat perbandingan melebar ke materi biologi tentang bedanya herbivora dan carnivora. Binatang mana yang lebih buas dan mengapa dianggap lebih buas, begitulah kira-kira kesimpulan dari diskusi dengannya.

Di akhir pembelajaran, saya ingatkan lagi pola kalimat perbandingan yang berlaku, antonim dan sinonim dari kata sifat, serta cara pengucapannya. Tidak lupa sifat dari binatang herbivora dan karnivora yang hari itu menjadi Strong Ending dalam pembelajaran kami.

Bagaimana dengan Anda, seberapa penting Strong Ending dalam setiap pembelajaran?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post