Eko Adri Wahyudiono

Saya hanyalah seorang guru biasa. Jika bukan pengajar pastilah pendidik dalam tugasnya. Bisa jadi adalah keduanya. Namun, jika bukan keduanyapun, saya pastilah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mawar
dokpri

Mawar

Bippp.. ting!

Suara dentingan notifikasi dari ponsel berwarna hitam yang terletak di atas meja membuat sang pemilik kamar, Rena merasa terkejut. Rena, dan dia pun dengan sigap meraih ponselnya itu serta membaca notifikasi yang masuk.

Tampaknya, sebuah tugas baru telah menunggunya untuk dikerjakan. Rena menyipitkan matanya untuk melihat deretan nama yang telah tertulis di file yang dikirimkan oleh Pak Putra, guru mata pelajaran Biologi di kelasnya.

Setelah menemukan namanya, ia terkejut ketika tahu dengan siapa ia berpasangan dalam mengerjakan tugas itu. Ares Mahendra, nama yang tertera di sebelah namanya tersebut.

Oh, rasanya ingin sekali ia protes kepada Pak Putra mengenai pasangan tugasnya. Rena lebih memilih bersama temannya yang lain, Billy atau Arsen daripada harus bersama Ares.

Rena pun meletakkan ponselnya dengan cukup kasar ke atas meja dan merebahkan tubuh mungilnya di atas kasur dengan sprei bergambar Hello Kitty tersebut. Mood-nya menjadi buruk akibat pembagian pasangan kelompok itu.

Namun beberapa saat kemudian ponselnya berdering, menandakan seseorang menelfonnya. Dengan malas, ia meraih ponselnya kembali dan mengintip siapa yang telah menelpunnya malam-malam. Seketika, lengkungan dari sudut bibirnya kembali terbit ketika ia sadar suara siapa yang menyapanya dari sebrang sana. Itu suara Faris, sang pencuri hatinya yang senantiasa ia tunggu kehadirannya.

Rena juga tak menyangka bahwa sosok itu kini sudah berada tepat di depan rumahnya, membawakan sekotak martabak keju kesukaannya. Rena dengan segera menghampirinya dan bertatap muka dengannya.

Faris sangat paham bahwa pacarnya itu sedang dalam mood yang buruk akibat pembagian pasangan tugas Biologi. Ahh, Faris memang laki-laki yang manis, ia juga meninggalkan sebuah tepukan dan elusan yang lembut pada kepala Rena yang dihiasi oleh rambut bergelombangnya yang indah.

Keesokan hari dikala surya telah sampai di puncaknya, Rena berjalan menyusuri lorong sekolah yang mengarah menuju parkiran dengan hati yang cukup riang. Namun, kebahagiaannya itu seolah sirna dalam sekejap tatkala sebuah tangan tiba-tiba menariknya dengan kasar. Tak perlu menoleh pun Rena sudah tahu tangan siapa itu. Ares, pasangan tugas Biologi-nya sekaligus anak laki-laki yang sangat ia benci di kelasnya.

Rena pun menghentakkan tangannya agar tangan Ares terlepas dari lengannya. Namun, laki-laki itu tak kunjung ingin melepasnya. Tak berselang lama, Faris pun datang dan melihat hal itu. Lantas, ia segera memisahkan perempuan pujaan hatinya itu dengan laki-laki kasar yang berada disebelahnya.

Faris tampak sangat marah akan perilaku Ares pada Rena. Namun, Ares segera membela diri bahwa ia hanya akan mengajak Rena mengerjakan tugas bersama di rumahnya.

Pada awalnya, Faris menolak dengan keras belaannya itu. Namun, Ares berlaku licik akan melaporkan Faris kepada Pak Putra bahwa ia dihalangi untuk membuat tugas. Mau tak mau, Faris pun akhirnya mengizinkan Rena untuk membuat tugas dirumah Ares. Sedangkan, Rena hanya bisa pasrah dan meningkatkan kewaspadaannya pada Ares.

Ares itu adalah orang yang licik dan senang menganggunya. Bahkan, Rena mencurigai bahwa Ares memiliki keinginan untuk meruntuhkan hubungannya dengan Faris. Bukan tanpa alasan, berkali-kali Ares selalu berusaha untuk mendekatinya dan menjauhkannya dari Faris apapun itu caranya. Sungguh laki-laki yang egois.

Waktu pun terus berjalan di sekeliling mereka tanpa mereka sadari. bahkan suara burung hantu sudah terdengar selayaknya alunan musik pengiring datangnya bulan purnama di malam itu.

Rena yang mulai menyadari bahwa malam telah tiba, lekas membereskan semua peralatan alat tulisnya dan memasukkannya kedalam tas. Ia hendak berpamitan kepada Ares karena akan segera pulang, namun sang pemilik rumah terus mengulur waktu seolah tak membiarkan Rena keluar dari tempatnya berada.

Rena mulai merasa ketakutan, karena Ares tetap bersikeras enggan membiarkannya keluar dari kediamannya itu. Mengambil kesempatan yang ada, ia pun melakukan panggilan darurat pada nomor Faris sebagai tanda ia ingin dijemput sesegera mungkin. Tapi, Rena tidak menyadari bahwa pergerakannya itu berhasil ditangkap oleh mata Ares. Dengan sigap, Ares menarik ponsel dari tangan Rena dan membantingnya.

Rena mulai putus asa, tidak ada jalan keluar dari sini. Semua akses pintu keluar telah dikunci oleh Ares, laki-laki itu benar-benar menguncinya di dalam kandang. Kalut dalam pikirannya hingga tak sadar, bahu Rena telah dicengkram oleh Ares dengan cukup kuat.

Pandangan Rena kini menyatu pada tatapan netra dari bola mata Ares. Ares membuka mulutnya kemudian berbicara dengan suara yang cukup berat, “Rena, jangan keluar dari sini. Manusia gila itu mengejarmu. Jangan keluar, atau kau akan tenggelam.”

Rena tidak mengerti apa yang dimaksud Ares. Rena berpikir, Ares hanya berusaha untuk mengulur waktu lebih lama lagi dan membuat Rena tidak dapat berkutik lagi untuk melawannya lalu ia dapat memanfaatkan Rena dengan mudah.

Sadar ia tidak memiliki banyak kesempatan, Rena pun mengumpulkan tekadnya dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk melawan Ares. Kakinya yang bebas, dilayangkan ke arah perut Ares dan membuat lelaki itu tersungkur.

Dalam waktu singkat, ia pun mengambil sapu yang berada di dekat sana kemudian memukulkannya dengan kuat pada tubuh Ares. Ares merintih kesakitan karena pukulan yang cukup kuat itu mengenai area tubuhnya yang rawan.

Rena dengan segera berlari ke arah jendela dan keluar melalui jendela tersebut. Sungguh beruntungnya Rena kala itu, Faris ternyata sudah sampai dan kini membantunya untuk segera lari dari rumah tersebut. Faris dengan segera melajukan motornya, menjauhi pekarangan rumah Ares.

Sayup-sayup dari kejauhan, terdengar suara Ares yang memanggil nama Rena berulang kali seraya berkata, “Berhenti, jangan pergi! Jangan percaya dengannya. Segera lari darinya, Rena!! Kau akan tenggelam!” Namun, Rena memilih untuk tidak memperdulikannya.

Motor Faris semakin melaju jauh menjauhi pekarangan rumah tersebut. Hal itu membuat Rena setidaknya dapat bernafas lega. Ia pun melingkarkan tangannya pada pinggang Faris, berusaha menenangkan dirinya yang ketakutan dengan mencari kenyamanan pada kekasihnya itu. Faris yang sadar, kini menampilkan senyum di wajahnya dan mengelus punggung tangan yang bertengger pada pinggangnya itu.

Semakin lama motor itu melaju, semakin sulit untuk memandang jauh kedepan dengan jelas. Rena tidak tahu kemana Faris membawanya, ia juga tidak ingat kalau ia pernah melewati jalan ini, namun Rena tetap mempercayakan pada Faris bahwa ia akan membawanya pulang ke rumah dengan selamat. Sebenarnya, Rena sempat beberapa kali bertanya pada Faris, namun lelaki itu tidak menjawabnya.

Pada akhirnya, motor itu berhenti melaju dan menepi di dekat sebuah danau yang dihiasi oleh semak mawar putih di sekitarnya. Rena merasa bingung, kenapa mereka berhenti disini? Sebelum berhasil menjawab kebingungannya, Faris turun dari motornya kemudian meminta Rena untuk menunggunya di dekat motor. Rena pun mengangguk menyetujuinya meski bingung masih melanda pikirannya.

Faris pun kembali dan membawakan Rena sekuntum mawar putih yang kemudian diberikannya pada gadis yang selalu menjadi penghias hatinya itu. Senyum Rena pun mengembang menghiasi wajah cantiknya yang tersembul rona merah di pipinya.

Ia merasa senang diberikan hadiah yang cantik seperti ini setelah kejadian yang menimpanya sebelumnya. Rena bahagia memiliki kekasih hati seperti Faris, sangat bahagia sehingga tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Namun, kebahagiaan itu pun lenyap seketika layaknya debu yang terbawa oleh angin. Dikala ketika sebuah kapak besar tiba-tiba mengenai lehernya dan membuat tubuhnya tenggelam oleh air berwarna merah segar. Air itu mengalir mengenai kaki Faris dan mengotori beberapa tangkai mawar putih lainnya yang telah ia siapkan, khusus untuk Rena.

Laki-laki itu pun menatap seonggok tubuh yang telah terkulai lemas dengan setangkai mawar putih di atasnya. Ia menatap tubuh itu dengan tatapan datar kemudian memindahkan arah tatapannya itu pada danau.

Ia pun berkata, “Kakak, maaf mengotori mawar putih yang hendak kau berikan pada gadis ini tempo hari itu. Aku sudah muak mendengar tawanya di atas penderitaanmu. Kakak, maafkan adikmu yang sempat jatuh hati pada gadis yang membuatmu gila ini, tepat setelah hari dimana kakak dikabarkan hilang. Sebagai permintaan maaf, kukirimkan gadis ini ke tempatmu berada meski tanpa kepala.” (D9-H15 EA8 MGT3112)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wiiik, terbawa emosi baca dg ketegangan tingkat tinggi.

05 Nov
Balas

Kisah yang tragis,.... Keren Pak.

03 Nov
Balas

Kok sereeem kisahnya.... Salam sukses, Bapak.

03 Nov
Balas

Seram endingnya. Sukses selalu Pak.

03 Nov
Balas



search

New Post