Eko Pramono

Ayah dari 3 anak ini bernama Eko Pramono, adalah seorang Kepala Sekolah SD di Gunungkidul. Lebih suka dipanggil pelayan masyarakat atau pelayan anak-anak keti...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kunamai Anakku, Fitri.

Kunamai Anakku, Fitri.

Kepalaku pusing tujuh keliling ketika mendengar keterangan dokter spesialis kandungan yang memeriksa istriku. Ternyata bayi yang dikandung sangat beriko tinggi, letaknya sungsang dan kepalanya terbelit usus. Kalau tidak mendapat penanganan yang serius bisa berakibat fatal. Satu-satunya jalan menyelamatkan bayi dan Ibunya harus dioperasi. Harus operasi! Ah .. mendengar kata operasi tubuhku merinding. Bukan karena takut terjadi apa-apa, tetapi karena darimana kudapatkan biaya untuk semua itu, yang tentunya memakan biaya yang sangat besar.

Sebagai seorang Guru Tidak Tetap (GTT) penghasilanku tidak seberapa. Cukup untuk makan sehari-hari saja kami sudah bersyukur, apalagi untuk operasi?

“Mas.. tolong ambilkan aku minum?” suara lirih istriku yang terbaring lemah di tempat tidur Rumah Sakit, membuyarkan lamunanku. Ah .. Dik Azizah, aku belum sempat membahagiakanmu untuk membalas kesetiaan, keikhlasan, dan kepatuhanmu padaku, dirimu justru menerima cobaan yang begitu berat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Azizah yang sekarang menjadi istriku adalah teman seangkatan di SMA dulu, dia type istri yang baik, tidak terlalu menuntut, dan dapat menjadi teman diskusi ketika diriku gundah gulana. Bahkan untuk menjaga supaya “periuk” kami tetap tegak, dia rela membuka jasa jahitan di rumah di sela-sela mengajar di Taman Pendidikan Al Quran (TPA).

“Mas .. aku haus”.

Aku terperanjat, ternyata dari tadi aku begitu hanyut oleh lamunanku sehingga tidak mendengar permintaan istriku.

“Iya, dik kuambilkan sebentar”.

Belum lagi kuminumkan air putih untuk istriku tiba-tiba seorang perawat datang dengan tergopoh-gopoh.

“Maaf, Bapak ditunggu di ruang dokter, ada sesuatu yang perlu dibicarakan”.

Dengan langkah yang berat aku menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang dokter. Dalam pikiranku kembali berkecamuk parasaan kuatir, was-was, takut, gelisah jadi satu. Jangan-jangan menyangkut kondisi istriku.

“Pak Hasan, ternyata dari analisis laborat dan USG, istri bapak harus segera dioperasi karena kondisinya sangat riskan daripada yang kami perkirakan sebelumnya. Paling lambat 3 hari operasi tersebut harus segara dilaksanakan. Apabila terlambat, saya takut terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Silakan bapak tanda tangani berkas persetujuan ini, apabila bapak setuju kami melakukan tindakan operasi …….”.

Kata-kata dari dokter Himawan selanjutnya tak dapat lagi kudengar dengan sempurna, karena badanku mendadak lemah lunglai. Harus segera dioperasi, paling lambat 3 hari? Padahal sampai detik ini aku belum memegang uang untuk biaya rumah sakit. Beberapa teman dan tetangga belum memberikan jawaban ketika kumintai pinjaman. Aku tidak bisa berharap banyak dari mereka, aku maklum di hari terakhir puasa Ramadhan ini kebutuhan mereka di hari lebaran nanti juga banyak.

Harus ke mana lagi kucari pinjaman? Dalam kekalutan, kulangkahkan kaki menuju mushola rumah sakit untuk menenangkan pikiran. Perlahan kumasuki bangunan mungil nan asri. Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah benda hitam di sudut ruangan. Ternyata sebuah dompet. Melihat ruangan sangat sepi segera kuambil dompet itu dan kubuka untuk mengetahui isinya. Masya Allah, aku terperanjat, jantungku berdegup keras, isinya berlembar-lembar uang seratus ribuan, kalau kutaksir cukup untuk biaya operasi istriku. Yah .. biaya operasi. Aku melonjak kegirangan. Istriku akan segera dioperasi.

Tapi???

Ini bukan milikku, aku tidak bisa mengambilnya karena bukan hakku. Ah .. peduli amat, toh di sini tidak ada orang lain yang tahu. Bisa jadi ini rezeki dari Tuhan yang dikirimkan untukku, bukankah ini mushola, baitullah, rumah Allah. Ini rezeki dari-NYA. Tidak! Itu bukan milikmu, itu milik orang lain yang ketinggalan. Bisa jadi orang yang punya, kondisinya seperti dirimu, keluarganya ada yang dirawat di rumah sakit ini. Coba kau bayangkan bagaimana kebingungannya ketika tahu uangnya hilang.

Dalam batinku bergemuruh perang sendiri, antara kuambil atau kukembalikan uang yang di genggamanku. Kalau kuingat wajah istriku, apa salahnya kuambil saja uang ini, toh tidak ada yang tahu.

Tapi di mana moralmu sebagai guru? Di mana kejujuran dan rasa tanggung jawabmu. Kembalikan saja uang itu kepada yang punya!

“Ambil saja ….!”

“Kembalikan ….!”

“Ambil ….!”

Kembali suara-suara itu bergemuruh di hatiku. Dengan langkah yang mantap, kuambil sebuah keputusan. Harus kukembalikan uang ini kepada pemiliknya! Belum lagi kulangkahkan kakiku, kudengar suara tangis di ruang sebelah. Seorang pasien wanita telah meninggal dunia. Di sampingnya kulihat seorang anak kecil menangis dan meratap dengan tangis yang memilukan hati. Sementara seorang laki-laki, -yang mungkin suaminya- hanya bisa diam mematung. Aku kembali ingat wajah istriku …

Tidak! Aku harus mengembalikan uang ini kepada yang punya. Setelah memberitahu istriku, dengan berbekal alamat KTP di dalamnya kucari orang yang bernama Ibu Herlina. Ternyata tidak sulit mencari orang ini, setiap orang yang kutanyai pasti tahu alamatnya. Tukang becak, tukang sayur, SATPAM kompleks perumahan, kenal dengan dirinya. Siapakah dirinya? Hingga aku terperanjat sesampainya di depan sebuah rumah yang sangat mewah bagaikan istana. Batinku kembali bergolak, kalau yang punya dompet orang sekaya ini, mungkin tidak akan berarti kehilangan uang yang sekarang masih kugenggam erat.

“Ada apa ya Pak”, tiba-tiba suara lembut sudah menyapaku dengan sopan.

“Oh … saya, saya mau bertemu Ibu Herlina”.

“Kebetulan saya sendiri, ada perlu apa, ada yang bisa saya bantu?”

“Saya hanya ingin mengembalikan dompet ini, tadi saya temukan di mushola Rumah Sakit Enggal Sehat tempat istri saya di rawat”.

“O, jadi istri bapak dirawat di rumah sakit. Kalau boleh tahu sakit apa?”

Aku tidak menanggapi pertanyaannya karena ingin cepat-cepat kembali ke Rumah sakit, di samping hari telah agak gelap aku takut meninggalkan istriku terlalu lama. Tiba di ruangan istriku di rawat aku terperanjat karena tempat tidurnya kosong. Baru ke kamar mandi atau jangan- jangan ……??

“Maaf Pak Hasan, kami terpaksa mengambil tindakan operasi karena kondisi istri bapak yang harus segera ditangani, kami sudah berusaha menghubungi bapak untuk keperluan ini. Mohon maaf, kalau tindakan kami kurang berkenan, semua ini demi kebaikan semuanya. Bapak bisa menunggu di sini atau di depan kamar operasi, mari saya antar Pak”.

Aku hanya bisa terduduk lunglai …..

Tiga jam aku duduk menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan gelisah, was-was, bingung bercampur jadi satu. Hingga suara tangisan bayi mungil memecahkan lamunanku. Ingin segera kuterobos pintu ruang operasi karena ingin segera mengetahui kondisi istriku dan putra kami.

“Selamat Pak Hasan, bapak sudah menjadi seorang ayah, putra bapak lahir dengan sehat dan selamat, Bapak sudah boleh masuk melihat putri Bapak. Silakan pak”

“Bagaimana kondisi istri saya Dok?”

“Istri bapak tidak apa-apa, kondisinya stabil”

Aku lega mendengar berita itu, samar-samar kudengar suara takbir menggema mengagungkan asma Allah menandai berakhirnya bulan Ramadhan, takbir rasa syukur karena hari kemenangan terhadap hawa nafsu setelah sebulan lamanya perpuasa telah tiba. Kupandangi wajah istriku dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Di pelukannya si kecil buah cinta kami tidur dengan lelap. Tiba-tiba di pikiranku terbersit sebuah nama, Fitri, yah ..akan kunamai anakku Fitri, yang artinya kemenangan dan kembali suci. Bukan karena lahir tepat di malam kemenangan, tapi karena aku telah mampu mengalahkan bujukan setan………

Cerpen ini kutulis sebagai hadiah untuk anak kami Zaidatul Mu’arifah yang telah genap tahun 2 tahun melengkapi kebahagiaan kami, dan pernah dimuat di Majalah Candra, Dinas Dikpora, DIY..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post