BUKU SPESIAL (2) Manipol USDEK
Catatan Eko Prasetyo
Pemred MediaGuru
Merawat buku itu tidak cukup dengan meletakkannya di etalase lemari buku dan sekadar membersihkannya dari debu. Cara terbaik merawat buku ya membaca buku itu.
Hari ini saya membaca kembali salah satu koleksi lawas di perpustakaan pribadi. Judulnya 171 TANYA JAWAB SEKITAR MANIPOL USDEK. Banyak catatan penting dalam buku yang ditulis Agus Salim dan terbit pada 1961 ini.
Di tengah polemik RUU HIP saat ini, saya rasa buku ini pas sekali untuk dibaca. Sebab, di dalamnya banyak mengutip pernyataan Presiden Soekarno tentang Pancasila.
Karena temanya tentang tanya jawab, isinya ya menjawab seputar pertanyaan terkait manipol. Dijelaskan di situ bahwa manipol merupakan kependekan dari manifesto politik. Manifesto di sini artinya pemberitahuan kepada umum, sedangkan politik dimaknai sebagai kenegaraan. Menurut Bung Karno, manifesto politik adalah pemberitahun kepada umum tentang masalah kenegaraan (hlm. 13).
Siapa yang kali pertama menggunakan istilah manifesto politik? Dalam buku ini disampaikan bahwa orang pertama yang memunculkan istilah tersebut ialah Menteri Penerangan Maladi pada 30 Juli 1959 (hlm. 14). Manipol kemudian disebut dalam pidato kenegaraan Bung Karno saat HUT RI pada 17 Agustus 1959 dengan judul Penemuan Kembali Revolusi Kita (The Rediscovery of Our Revolution).
Nah, USDEK itu apa dong? Menurut Bung Karno, USDEK merupakan intisari manipol. USDEK merupakan kependekan dari UUD 1945 (U), sosialisme Indonesia (S), demokrasi terpimpin (D), ekonomi terpimpin E, dan kepribadian Indonesia (K). Istilah USDEK kali pertama dipakai di rapat pamong praja di Jawa Barat oleh Ketua DPR Kosasih (hlm. 19).
Buku ini banyak mengutip pernyataan resmi Bung Karno, baik yang tertulis dalam sumber buku maupun pidato-pidato kenegaraannya. Dalam buku Lahirnja Pantjasila yang menjadi salah satu referensi buku ini, Bung Karno menyatakan bahwa Pancasila itu final.
Oke, saya kutipkan pernyataan Bung Karno dalam Amanat Presiden yang dikutip di halaman terakhir buku ini:
”Sangat penting persatuan itu. Semua harus bahu-membahu, asal setudju pada Pantja Sila…” (Amanat Presiden 1959). Nah, menurut Bung Karno, Manipol USDEK tak bisa dilepaskan dari Pancasila.
***
Bagi saya, buku ini istimewa. Tidak hanya informasi yang disajikan, tapi juga nilai kelangkaannya. Itulah mengapa saya senang memburu dan mengoleksi buku-buku lawas.
Pada 2014 sejarawan J.J. Rizal pernah dibikin kaget saat dua jilid buku Di Bawah Bendera Revolusi dibanderol Rp7 juta di Twitter. Nah, saya punya 1 jilid edisi cetakan asli pada 1960-an. Yang lebih gendeng, buku Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer cetakan ke-3 terbitan 1995 (ada tanda tangan Pramoedya) pernah dibanderol Rp30 juta beberapa tahun lalu di Facebook. Gila! Tapi, ternyata ini belum seberapa dengan Serat Chentini asli yang pernah dijual Rp5 miliar dalam Ikapi Book Fair 2011.
Biyuh! Padahal, saya punya ratusan koleksi buku tua di rumah. Salah satunya ya buku Manipol USDEK ini. Bisa jadi OKB kalau begini. Glek!
Castralokanta, 29 Juni 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mengingat-ingat waktu masih ada pelajaran PSPB, PMP, penataran P4, Pak Eko. Terima kasih sudah mengingatkan agar kita tidak lupa sejarah. Sukses selalu, Pak. Salam kenal.Salam literasi#
Bisa kaya mendadak pak, tapi sayang bukunya kalau dijual...
Bisa kaya mendadak pak, tapi sayang bukunya kalau dijual...
Aktual. Endingnya, sudah menjadi ciri khas Mas Eko.
Biyuh, baca sampai tuntas, asyik juga. Namun, dengar bandrol yang melejit, serasa kaya.hee
Gk jadi kaya saya Mas Pemred. Soalnya saya gk punya buku2 lawas. Hehe..
Kaya mendadak nih. Keren Pak Eko. Glek , seruput kopinya Pak.