Meski bukan kaum sufi (suka film) yang militan, saya masih sering mengikuti perkembangan dunia film. Tahun lalu saya menonton “Oppenheimer” yang menggondol Oscar tahun ini. Alasannya, saya ingin melihat sisi visual sejarah Julius Robert Oppenheimer, si pengembang bom atom yang menghancurkan Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945) sehingga Jepang menyerah di Perang Dunia II.

Intinya, saya suka menonton film yang berbau sejarah. Terutama sejarah yang sebelumnya saya peroleh dari banyak literatur.

Tapi, ada film yang memang patut dikritik saat ini, yaitu Kiblat. Film bergenre horor tersebut jelas tidak bisa diterima akal sehat.

Mungkin para pembela akan mengatakan, “Itu kan cuma film. Cuma hiburan.” Maka, ucapan seperti ini hanya pantas dikatakan oleh orang bodoh.

Salat sebagai ritual agama yang penting dalam agama Islam jelas dilecehkan. Bentuk komunikasi antara seorang hamba dan Rabb pencipta semesta alam. Di situ ada rukuk dan sujud sebagai bukti penghambaan kepada Allah.

Saya ndak akan panjang lebar menulis kali ini. Intinya, jika perintah ibadah lain diperoleh oleh Rasulullah SAW melalui perantara Jibril, salat merupakan perintah langsung dari Allah. Tanpa perantara. Betapa dahsyat dan spesialnya salat ini.

Lha melihat cover film Kiblat, saya merasa kecewa. Gerakan rukuk digambarkan dengan ilustrasi yang menyeramkan. Seolah salat itu menakutkan. Biyuh! Padahal, salat Tahajud saat sepi dan sunyi di sepertiga malam itu nikmatnya bukan main.

Sekali lagi, kalau ada yang membela bahwa itu hanya hiburan dan jangan baper, maka coba tanyakan kepadanya apakah elok jika kita beribadah dengan main-main dan penuh canda saat berhadapan dengan Sang Maha Pencipta semesta raya ini?

Laa ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minazh zhalimiin.

Castralokananta, 27 Maret 2024