Eko Prasetyo

Eko Prasetyo, pemimpin redaksi MediaGuru dan penjaga gawang Majalah Literasi Indonesia. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 Sastra Indonesia Unesa dan S-2 Ilm...

Selengkapnya
Navigasi Web
Indie Verloren, Rampspoed Geboren

Indie Verloren, Rampspoed Geboren

Menurut saya, ada satu buku bagus dan sumber literatur penting untuk mengetahui peran penting Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang sekarang jarang diketahui generasi muda kita. Judulnya ”Di Sekitar PDRI” (Spectrum Jakarta, 1982) yang ditulis oleh pelaku sejarahnya langsung, yakni Mr. H. Sutan Mohammad Rasjid.

Apa yang menarik? Informasi penting apa yang perlu diketahui oleh generasi muda saat ini tentang PDRI?

Semua bermula ketika proklamasi pada 17 Agustus 1945 membuat Belanda sangat bingung. Segala upaya kemudian dilakukan untuk mendapatkan kembali Indonesia sebagai tanah jajahannya.

Karena itulah, Belanda kemudian melancarkan agresi militer pertama (21 Juli 1947) dan agresi militer kedua (19 Desember 1948). Mengapa?

Ada peribahasa Belanda yang diajarkan di sekolah-sekolah Belanda pada masa itu. Bunyinya, ”Indie verloren, rampspoed geboren” (Indonesia hilang, malapetaka datang). Sebab, keuntungan material yang tiap tahun dibawa Belanda ke negerinya sangat banyak dan sangat fantastis. Ini membuat rakyat Indonesia benar-benar menderita dan sengsara.

Saat agresi militer kedua Belanda pada 19 Desember 1948, Yogyakarta dan Bukittinggi dibom. Presiden Soekarno dan Wapres Moh. Hatta ditawan dan dibuang ke Brastagi, Sumatera Utara. Setelah mendapat kepastian kabar bahwa Bung Karno dan Bung Hatta ditawan, PDRI kemudian didirikan pada 22 Desember 1948 di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Ketuanya Mr. Syafruddin Prawiranegara. Penulis buku ini (Mr. Sutan Moh. Rasjid) didapuk sebagai menteri keamanan. Sementara Jenderal Soedirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang dan Kolonel A.H. Nasution tetap menjadi Panglima Tentara Teritorial Djawa.

Secara subjektif, menurut saya, buku ini paling lugas dan lengkap dalam menjelaskan PDRI. Literatur lainnya tentu saja buku yang ditulis A.H. Nasution (jenderal yang sangat produktif menulis), tapi masih terlalu tebal. Buku karya Mr. Sutan Moh. Rasjid ini cuma 68 halaman. Enak dan ringkas.

Ada sebuah sindiran halus di buku ini yang patut kita renungkan bersama. Negeri Belanda luasnya hanya 42.508 km persegi. Jelas kalah dengan luas Provinsi Jawa Timur yang mencapai 47.927 km persegi. Tapi, negara sak uprit seperti Belanda bisa begitu superior saat menjajah Indonesia.

Itu terjasi salah satunya sikap inferior dan kuatnya feodalisme yang ditanamkan kolonial Belanda pada masa lampau. Bicara soal inferior, kita bisa melihatnya di masa sekarang. Contohnya, kalau ada bule, orang Indonesia suka berinisiatif untuk bisa berfoto dengan bule tersebut. Ada rasa bangga bisa berpose dengan bule.

Contoh lainnya, ada yang lebih bangga memakai merek asing karena dianggap lebih bergengsi. Jadi, yang dilihat adalah gengsinya, bukan fungsinya. Kalau sudah mabuk gengsi dan merasa punya jabatan, biasanya seseorang akan marah jika tidak dipuji dan tidak dilayani sesuai kehendak hatinya. Ups!

Castralokananta, 6 Februari 2024

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post