Saat masih bertugas di Jawa Pos, saya pernah menulis buku Keterampilan Berbahasa: Tepat Memilih Kata. Dalam buku terbitan Indeks pada 2012 itu, saya menyoal kata pelepasan di acara-acara perpisahan siswa.

Saya kembali menjumpai penggunaan kata tersebut dalam kegiatan internal sebuah kampus beberapa waktu lalu. Saya bertanya ke seorang mahasiswa tentang penanggung jawab spanduk yang memajang kata pelepasan itu.

”Emangnya kenapa, Pak?” tanya dia. Saya menjawab bahwa frasa ”pelepasan mahasiswa” itu bermakna (maaf) ”anus mahasiswa”.

Di masyarakat pendidikan, penggunaan ”pelepasan” memang lazim. Hal itu terutama terjadi ketika akhir tahun ajaran baru. Lihat saja bunyi spanduk-spanduk besar: Acara Pelepasan Siswa. Waks!

Kalau tidak percaya, silakan buka Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Pusat Bahasa atau buka laman kbbi.kemdikbud.go.id. Cari arti kata ”pelepasan”, maka Anda akan menjumpai makanya adalah dubur atau anus.

Lantas, apa penggantinya jika kata tersebut keliru makna? Tenang, KBBI ternyata tidak tegas. Sebab, kata pelepasan juga dimaknai sebagai proses atau cara melepaskan. Tetapi, jujur, saya lebih sreg dengan kata penglepasan untuk menggantikan pelepasan yang bermakna dubur atau anus tadi.

Maka, ketika menjumpai spanduk yang bertulisan ”Selamat Datang di Acara Pelepasan…..”, saya hanya ingin mengusap dahi. Juangkrik, baru kali ini ada (maaf) anus yang dirayakan begitu rupa.

Sidoarjo, 24 Oktober 2017