Di MediaGuru, saya sering mengikuti diskusi bergizi dari para editor. Beberapa di antaranya kerap berbagi pengalaman saat memeriksa naskah. Biasanya, saya ikut mengecek hasil penyuntingan mereka melalui tim produksi.

Tak jarang pula saya membaca naskah asli milik penulis. Banyak naskah yang tata tulisnya sudah baik, tapi tak sedikit yang membutuhkan sentuhan penyuntingan secara menyeluruh.

Dari situ, saya menyimpulkan bahwa ejaan adalah masalah krusial. Maksudnya, banyak ejaan yang penulisannya masih sering salah, terutama di naskah-naskah tersebut. Berikut ini kosa kata yang penulisannya acap keliru.

Contoh:

1. kehadiratNya (ke hadirat-Nya)

2. disana (di sana)

3. ditempat (benar: di tempat)

4. nasehat (baku: nasihat)

5. hakekat (baku: hakikat)

6. ijin (baku: izin)

7. jaman (baku: zaman)

8. musholla (baku: musala)

9. mesjid (baku: masjid)

10. tips (baku: tip/kiat)

Dalam hal ini, MediaGuru berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa) dan Tesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko. Dalam beberapa kosa kata yang penulisannya menimbulkan perdebatan, MediaGuru memiliki konvensi redaksi yang dirangkum dalam buku Satu Kata MediaGuru: Pedoman Seiya Sekata dalam Penulisan. Harganya hanya Rp50 ribu. Mau?

Tanjungpinang, 12 Januari 2019

(NB: modus jualan buku)