Eko Prasetyo

Eko Prasetyo, pemimpin redaksi MediaGuru dan penjaga gawang Majalah Literasi Indonesia. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 Sastra Indonesia Unesa dan S-2 Ilm...

Selengkapnya
Navigasi Web
TANTANGAN 90 HARI MENULIS DI GURUSIANA (25): Menutup Jalan
Sumber gambar: Pulsk[dot]com

TANTANGAN 90 HARI MENULIS DI GURUSIANA (25): Menutup Jalan

Seorang pengendara mobil menggerutu siang itu. Kendaraannya tepat berada di depan saya. Situasi saat itu benar-benar rumit. Dia berusaha memutar balik karena jalan yang akan kami lewati ditutup.

Menjadi rumit karena kendaraan di belakang lumayan banyak. Mau putar balik pun harus susah payah. Sementara hansip yang menjaga jalan tersebut tak banyak membantu.

Tak sedikit pula pengendara sepeda motor yang kecele. Yang tersisa akhirnya sumpah serapah. Siang itu jalan tersebut ditutup karena ada hajatan pernikahan.

Meskipun jengkel, saya tak mau ikut-ikutan mengumpat. Namun, pemandangan ini lazim terjadi, terutama ketika ada hajatan pernikahan. Jalan atau gang sengaja ditutup tanpa ada sosialisasi. Bagi warga yang hafal jalan tersebut tentu bisa mencari jalan alternatif. Tapi, bagi orang yang tidak hafal karena baru melaluinya tentu akan menyisakan masalah.

Situasi senada mungkin sering kita alami saban tahun. Terutama ketika malam tirakad peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Banyak gang-gang dan jalan perumahan yang ditutup. Bagi saya, hal ini bisa dihindari apabila kita menyegerakan ke tujuan sebelum magrib. Kalau sudah di atas magrib, penutupan jalan untuk malam tirakadan ndak bisa dihindari.

Tapi, ya itu tadi, yang sering bikin kesal adalah penutupan jalan karena ada hajatan. Agak dilema memang. Di satu sisi, orang yang punya hajatan dan menutup jalan mungkin merasa terpaksa karena ndak bisa menyewa gedung. Di sisi lain, penutupan jalan bisa merugikan para pengguna jalan lainnya.

Solusi terbaiknya bagaimana? Ya para pemilik hajatan hendaknya memberikan informasi jalan alternatif meskipun mereka sudah lapor pihak RT/RW. Bagi pengendara, tak perlu sampai mengucapkan sumpah serapah dan caci maki apabila terjebak di jalan yang terpaksa ditutup untuk hajatan tersebut. Toh, dari pengalaman saya, kita tidak akan terjebak penutupan jalan seperti itu apabila kita sendiri yang punya hajatan dan menutup jalan.

Unesa, 8 Februari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya juga awalnya mikir daster itu yang menjadi penghalang.

08 Feb
Balas

Kalau yang nutup jalan itu orang yang hajatan, ya dimaafkan saja, Pak. Nah, kalau jemuran daster yang menghalangi, terpaksa dipanggul dulu tuh emakemaknya, eh, daster emaknya!

08 Feb
Balas

Kwkw..terkecoh gue..kirain yg nutup daster mak2

08 Feb
Balas

Endingnya selalu mendebarkan saya saya suka saya suka

08 Feb
Balas

Sering juga saya alami kejadian seperti itu. Bikin dongkol.

08 Feb
Balas

Kalau saya seneng. Jadi tahu jalan tikus

08 Feb
Balas

Terjebak dengan gambar..Pak eko memang bisa aja

08 Feb
Balas

Kirain daster yg ngalangin

08 Feb
Balas



search

New Post