Tantangan menulis hari ke 20

#TantanganGurusiana

Geladi Bersih di Gunung Singgalang

Episode 1

Sekitar jam empat sore, Eel bersama calon anggota (ca-ang) lainnya, beserta beberapa orang kakak senior seperti Bang Andi, Bang Edo, Bang Erwin, Bang Edi, serta beberapa senior lainnya baru saja turun dari mobil colt diesel bekas pengangkut sapi. Ketika turun dari mobil, wajah-wajah mereka tetap ceria kendati mereka baru saja menikmati bau truk yang menyisakan aroma tidak sedap.

Mereka turun di pasar pusat sayuran, Koto Baru. Setelah semua turun dari mobil truk, lalu masing-masing mereka menyandang ransel besar. Ransel yang berisi berbagai keperluan selama pendakian. Ada bahan masak, alat masak, snack dan tentu saja ada keperluan pribadi yang dibawa seperti senter, sleeping bag, pakaian ganti serta obat-obatan.

Beberapa orang senior yang telah ditunjuk sebagai tim advance melangkah lebih dulu meninggalkan Caang berserta tim pendamping. Team advance berangkat duluan bertujuan untuk mencari jalan dan kemudian meninggalkan jejak, agar nanti para caang dan team pendamping tetap melangkah di jalur yang sama.

Lebih kurang satu jam kemudian, Eel dan caang lainnya serta team pendamping yang dikomandoi bang Em selaku KP, mulai melanjutkan perjalanan menuju tower Pandai Sikek.

Eel yang baru pertama kali meginjakkan kakinya di daerah Pandai Sikek terbenong-bengong sendirian. Pemandangan di kiri kanan yang dilauinya sangat elok sekali. Sawah menguning terhampar luas, para gembala sapi yang sedang sibuk memberi makan ternaknya, dan beberapa kolam ikan yang ada di depan rumah penduduk.

Netra Eel beralih menatap gunung singgalang yang ada dihadapannya. Gunung yang begitu indah dengan memiliki telaga yang luas di puncaknya. Perasaan Eel semakin membuncah karena ini pengalaman pertama kali ia akan mendaki gunung. Eel terus memacu semangatnya, sehingga jalan menanjak yang dilaluinya tidak membuat dia merasa lelah. Meski keringatnya telah membasahi wajah dan anggota tubuhnya. Eel terus memompa semangatnya. Ia ingin segera merasakan nikmatnya mendaki, yang selama ini hanya ia dengar dari cerita orang-orang.

Setelah melewati tanjakan yang cukup tinggi, Eel dan rombongan memasuki areal perkebunan tebu. Aroma ciri khas tebu menguar di sepanjang jalan yang dilaui. Serasa ingin mematahkan agak sebatang tebu untuk dinikmati sekedar melepas dahaga. Namun Eel sadar, ini sedang dalam pelatihan. Jadi harus mengikuti aturan. Jika tidak dalam sedang pelatihan, pasti ia akan meminta agak sebatang tebu pada pemiliknya.

Tak lama Eel mulai memasuki jalan setapak yang kiri kanannya kebun sayur. Ia terus melangkah dalam diam. Ia menoleh ke belakang. Komeng si tukang ribut tampak diam dalam langkahnya. Fitri yang suka bercanda juga tidak bersuara. Bibirnya terkatup rapat dengan napas yang menderu. Eel menyikut Yessi yang melangkah di sampingnya. “Yess, kok pada diam, ada apa ya..? Biasanya kita nyanyi bareng sambil bersorak-sorak untuk mengusir lelah.”

“Aku nggak tahu. Mungkin mereka kecapekan.” Yessi terus melangkah dengan napas memburu turun naik karena jalan terus menanjak.

“Bukan capek, Yess. Kalau kita ribut nanti kita disuruh push up dua seri oleh bang Em. Aku nggak mau. Napas kita saja sudah ngos-ngosan sekarang ini. Kita tunggu saja dulu perintah bang Em, baru kita nyanyi sorak-sorak bergembira.” usul Yanti dengan senyum manisnya. Wajah Yanti telah basah oleh keringat. Namun langkahnya masih tegap. (bersambung)

Padang Beloved City, 20 Januari 2022