Ibuku Adalah Nenekku
Robi lahir dari pasangan suami istri yang jauh dari berkecukupan, rezkinya yang didapat orangtuanya hari ini hanya cukup untuk membiayai hidup mereka dihari itu, untuk besok hari belum jelas bagi mereka kemana tempat lagi untuk mengais rezeki. Hidup mereka tergantung dari ada tidaknya orang yang membutuhkan tenaga mereka sebagai buruh harian untuk membersihkan ladang padi, dan ini belum tentu setiap hari ada. Jangankan untuk berkeinginan memiliki tanah tapak rumah, dan lain lain, untuk makan sehari hari pun tak ada kejelasan. Saat ini mereka hidup dengan menumpang dari belas kasihan orang jika kebetulan ada gubuk mereka yang tidak ditempati. Saat itu memang belum ada rumah yang dikontrakkan seperti saat sekarang.
Robi tepat telah berumur, 3 bulan, kemanapun kedua orang tuanya bekerja mengais upah harian untuk mengais rezeki, dia turut serta menyertai, walaupun mungkin untuk bayi seusia tersebut belum mengenal pahit getirnya kehidupan. Kadang digendong Abahnya, kadang pindah pula di gendongan ibunya. Kadang tidur dalam gendongan, kadang tidur dalam ayunan yang dibuat dibawah sebuah pohon. Kadang ikut berjemur diterik mentari, kadang ikut ikut basah dibawah tetesan derasnya air hujan. Lama kelamaan Robi sering sakit sakitan, mungkin karena belum saatnya bagi bayi usia 3 bulan ikut turun kelapangan mengais rezeki. Kondisi ini membuat kedua orangtuanya sepakat menitipkan Robi kepada kedua orangtua mereka atau nenek Robi di kaki bukit Suligi. Kebetulan nenek Robi telah menetap dan membuka warung makan disana. Walaupun perih terasa bagi kedua orangtua Robi karena harus berpisah dengan anak semata wayang, namun demi kebaikan bersama hal ini terpaksa dilakukan. Robi yang seharusnya masih minum ASI, terpaksa diajari minum susu kantal manis dengan menggunakan botol.
Seiring dengan perjalanan waktu, hari berganti hari, bulanpun berganti bulan, dari umur 3 bulan, Robi yang awalnya hanya bisa menangis, sekarang sudah bisa bicara. Neneknya mengajari Robi berbicara, kata demi kata mulai di kenalkan. Selain diajari bicara, ternyata Robi juga anak yang cerdas, kata demi kata yang didengarnya, bisa ditangkapnya dengan sempurna. Ada satu kata yang tak bisa berubah dari mulutnya, semua keluarga telah mengajarkan agar memanggil neneknya dengan panggilan nenek, tapi Robi tetap menirukan apa yang didengarnya. Otaknya tidak menerima kita orang lain mengajarinya panggilan nenek, sementara disaat yang sama orang sekitar memanggil omak kepada neneknya. Akhirnya sampai neneknya meninggal dunia ditahun 1990, Robi tetap memanggil neneknya dengan sebutan Omak. Dalam bahasa Melayu Omak artinya adalah ibu. Bagi Robi neneknya adalah ibunya, bahkan ketika ditanya orang ketika telah masuk SD, dimana orangtuamu, Robi menjawab Omak ku di kaki bukit Suligi,. Kalau ditanya lagi yang di Ujungbatu siapa? Robi menjawab itu ibuku, kalau Omak di Suligi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap fi..slm semangat
Makasih Kk
Mantap bu
Makasih buk, sudah koment
Keren
Makasih, makasih masih belajar nulis, mohon Krisan nya
Mantap bun.
Makasih
Bagus ceritanya. Mantap.
Makasih bunda