Sore ini mendadak guru2 pada gusar. Di grup OTM (orang tua murid), seorang anak belum pulang hingga pukul 17.30. Sang ayah menanyakan kabar pada para guru dan orang tua lain yang tahu keberadaan anak tersebut. Padahal pulang dari sekolah lebih cepat mengingat hari ini masih UN hari kedua. Ayah beralasan tak bisa menjemput berhubung sedang demam. Kemungkinan si anak naik gojek.

Orang tua lain ikut menimpali dan saling memberi informasi. Ada yang Khawatir, cemas, deg-degan membayangkan sesuatu hal yang sulit, dan lain-lain. Suasana di grup semakin menegangkan.

Wali kelas yang bersangkutan tak kalah panik membantu ayah menemukan keberadaan anak. Hingga puluhan menit berikutnya dapat kabar bahwa sang anak sedang bermain di rumah temannya. Ya ampun, nak. Hari gini masih ujian, masih sempat-sempatnya main di rumah teman kayak kagak ada waktu lagi. Orang tua dan guru-guru sudah pada heboh. Menemukanmu yang tak kunjung pulang.

Yang terpikir pada saya saat itu adalah betapalah anak-anak didik kita ini masih mementingkan kesenangan diri. Yang penting sudah UN berapapun nilanya tetap lulus. Beda dengan UN -UN beberapa tahun sebelumnya yang masih memiliki standar kelulusan harus 5,5. Semua pihak ikut deg-degan. Sekolah, orang tua, apalagi siswa yang ujian. UN oh UN, beda zaman beda cerita.