JEJAK RAHASIA
JEJAK RAHASIA
#TantanganGurusiana
Hari ke-86
Episode: Pupusnya Sebuah Harapan
Mereka sepakat untuk naik KRL, Commuter Line ke Bogor, selain nyaman juga aman. Sepanjang jalan mereka isi dengan senda gurau. Apa saja bisa menjadi bahan ledek-ledekan mereka. Beberapa orang ibu-ibu malah ikut larut tertawa bersama mereka. Mungkin mereka teringat anak-anaknya... atau mungkin juga ingat masa lalu saat mereka duduk di bangku SMA.
“ Pandu... ingat gak waktu pertama kali aku ketemu kamu, aku kan dikenalkannya sama Tantri... tapi kita sekarang malah tidak bersahabat sama Tantri ya...” Wulan mengingat peristiwa petama bertemu dengan Pandu.
“ Iyah ya... kenapa Tantri tidak bisa gabung dengan kita ya... “ Sania juga baru ingat peristiwa itu.
“ Haha... Tantri gak sanggup menghadapi Sania, kalah pamor dia... masalahnya ada cinta di hati Tantri.” Sahut Dani dalam derai tawanya.
“ Lho... giliran aku nih yang kena...” Sahut Sania lagi, Pandu hanya tertawa, dia malah sudah melupakan Tantri, karena memang tidak satu kelas.
“ Tantri awalnya naksir Pandu, tapi Pandunya dingin-dingin saja, makanya putus asa dia...” Wulan juga ikut menggoda Pandu.
“ Kalau Wisnu ingat gak...?” tanya Pandu sambil matanya memandangi wajah Sania.
“ Ingat... ingat... yang naksir Sania kan... dulu kan tiap hari dia bawa gitar, nyanyi di depan kelas kita... sempat kena marah Pak Pramono.” Wulan sampai terpingkal-pingkal kala menceritakan itu. Ingat semua itu Sania juga ikut tertawa... padahal waktu semua itu terjadi rasanya ingin tenggelam dalam mejanya, karena rasa malu yang tak tertahan. Wisnu terlalu lebai menurutnya... sering sekali tingkah Wisnu membuatnya menjadi bahan ledekan teman-temannya.
“Apa khabar Wisnu sekarang ya...? aku sudah lama tidak ketemu.” Sahut Sania.
“ Deuh... yang kangen...” Kata Pandu, ada nada cemburu di sana. Tapi tak ada satupun yang menyadarinya, karena Pandu sangat pandai menutupi rasanya. Bukankah sudah ada kesepakatan di antara mereka untuk tidak ada yang pacaran selama di SMA.
******
Mereka sampai di stasiun Bogor sekitar 07.30, masih sangat pagi, melanjutkan perjalanan ke Kebun Raya Bogor naik angkutan kota. Sampai di sana, mereka bisa dengan leluasa menjelajahi Kebun Raya Bogor, karena pengunjungnya belum banyak. Mereka berkeliling untuk mencatat tanaman-tanamanan yang ada di sana, kemudian mengidentifikasinya. Proses identifikasi tanaman ini merupakan suatu proses pengenalan tanaman untuk mengetahui jenis tanaman secara detail dan lengkap, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain melihat langsung mereka juga mendapatkan informasi dari petugas Kebun Raya Bogor.
Sekitar pukul 12.30 mereka baru selesai megerjakan tugas yang diberikan Pak Surya. Perut mereka sudah protes minta segera diisi, mereka memutuskan untuk makan makanan khas Kota hujan ini di Jalan Suryakencana. Kebetulan lokasinya berada di dekat dengan pintu utama Kebun Raya Bogor, dan Tugu Kujang. Jalan sepanjang kurang lebih satu kilometer itu merupakan kawasan Pecinan. Berbagai kudapan di sini banyak yang menggunakan tenda, gerobak, bahkan ada juga di ruko-ruko. Mereka berempat memesan makanan yang berbeda-beda, ada yang memesan toge goreng, laksa, soto mie, dan satu porsi doclang. Sengaja mereka memesan makanan yang berbeda-beda, mereka saling mencicipi makanan yang dipesan oleh temannya, empat porsi makanan yang berbeda itu dimakan beramai-ramai.
“ Wulan sini dong, duduknya agak merapat biar kita bisa saling mencicipi makanan ini...” Dani menarik tangan Wulan agar bisa lebih dekat lagi duduknya.
“ Iya...iya... aku juga pasti akan merapat... soalnya kalau tidak, makanan ini tahu-tahu habis saja dimakan kamu , Dan...” Sahut Wulan sambil mengeser tempat duduknya.
“ Wulan tolong dong... aku ingin mencicipi rasa doclang... kayaknya enak tuh...” Kata Pandu sambil mengulurkan tangannya, dia penasaran dengan rasa doclang pesanan Wulan.
“ Agak mirip kupat tahu ya? Tapi dikasih irisan kentang rebus dan telor rebus... rasanya enak Pan...” Sahut Sania yang sudah mencicipi kudapan itu.
“ Mana... mana ... aku juga nyoba dong... Pan... kamu juga harus nyoba laksa yang kupesan nih, rasanya maknyussss...” Kata Dani sambil menyodorkan makanannya.
******
Sehabis mereka puas dengan kuliner khas Bogor, perjalanan dilanjutkan untuk mencari tempat tinggal Sania saat masih kecil, siapa tahu bisa menemukan jati diri Sania... Perumahan tempat tinggalnya sudah ditemukan, Sania mengingat-ingat lokasi tempat tinggalnya dulu... Maklumlah sudah sebelas tahun dia meninggalkan kota Bogor, saat itu dia masih kelas satu SD. Hanya satu yang dia ingat rumahnya dulu dekat dengan SD, dicarinya SD dulu dia pernah sekolah. Pandu sangat cekatan sekali, saat mereka baru menemukan lokasi SD, dia sudah masuk ke dalam warung sembako yang berada tepat di depan SD itu.
“ Permisi teh... mau tanya barang kali teteh masih ingat rumahnya Pak Rohimat, dulu rumahnya di sekitaran rumah ini.” Tanya Pandu kepada seorang wanita yang sedang menjaga toko sembako itu.
“ Oh maaf de... saya sih hanya mantu keluarga ini, mungkin nanti mamah yang tahu, hanya dia sekarang sedang ikut pengajian di gang sebelah, kalau mau ade dan teman-temannya boleh nunggu di sini...” Sahut si Teteh penjaga warung itu.
“ Terima kasih teh... boleh minta air mineralnya empat. ” Kata Pandu lagi. Selain sungkan ikut duduk di situ kalau tidak belanja, juga memang sangat haus sekali, karena udara sangat panas hari ini.
******
Setelah menunggu kurang lebih satu jam, akhirnya Bu Wardoyo, pemilik warung itu kembali dari pengajian.
“ Mah... ini, mereka mau nanya rumah Pak Rohimat, Mamah masih ingat gak? Dulu katanya tinggalnya disekitar SD ini.” Tanya Mantu bu Wardoyo
“ Siapa ya? Ini neng Sania? Ya ampun sampai pangling ibu...” Sahut Bu Wardoyo setelah meneliti satu persatu, akhirnya matanya tertuju pada Sania.
“ Ibu ingat... hidungmu ini yang mancung sekali...sama kulit kamu yang putih, seperti bule...” Kata Ibu Wardoyo lagi. Memang betul hidung Sania terlihat sangat mancung dibandingkan dengan wanita Indonesia umumnya, kulitnya sedikit agak bule, membuat dia terlihat agak menonjol dibanding yang lainnya.
“ Iyah betul Bu... saya Sania, Alhamdulillah Ibu masih mengenali saya...” Sahut Sania.
“ Kamu ke sini dengan Ayah dan Ibumu? Tapi kemana mereka?” tanya Bu Wardoyo.
“ Saya dengan teman-teman saya bu... kebetulan sedang ada tugas ke Kebun Raya Bogor.” Kata Sania, sambil terus berusaha mengorek keterangan dari Bu Wardoyo. Tapi hasilnya masih sangat samar. Bu Wardoyo hanya mengatakan kalau dulu, ayah dan ibu Sania datang atau pindah ke perumahan itu sudah membawa anak yang masih kecil-kecil. Hanya itu, selebihnya bu Wardoyo tidak mengetahui asal-usul ayah ibunya sama sekali.
“ Maaf neng... kenapa tidak tanya ke ibu atau bapak saja?” Bu Wardoyo malah menyarankan untuk bertanya kepada ayah dan ibu Sania.
“ Gak apa-apa bu, hanya ngobrol biasa saja, saya hanya sedang mengenang masa kecil saya saja, terima kasih banyak ya bu... karena sudah sore, saya dan teman-teman mohon pamit dulu. Dengan langkah gontai Sania pulang bersama teman-temannya... pupus sudah harapannya.
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mencari jejak masa kecil..Kutunggu lanjutannya buu. Renyah tulisannya,aku blm bisa nulis bu. Salam literasi
Salam literasi...Terima kasih ya sdh berkenan berkunjung.... Siap melanjutkan
Belum ada titik rerang. Ayo semangat sania...
Msh gelap bu...
Syo semangat Sania, lanjutkan pencarian
Semangat....
Penasaran mau menyelidiki asal asul ya krn posturnya kayak bule.
Betul... Kita tunggu kelanjutannya ya...
Bagus Bun, ditunggu kisah selanjutnya. Salam kenal dan salam literasi.
Salam kenal jg bu Rosita... Terima kasih ya atas kunjungannya
Kasian sanianya
Betul... Perjalanan mencari jati diri
Jangan2 Sania turunan Belanda Depok yaa... hehe
Bisa jadi