JEJAK RAHASIA
JEJAK RAHASIA
#TantanganGurusiana
Hari ke-82
Episode: Kasih Sayang Ibu
Dua hari sebelumnya, ibu sudah mulai sibuk membereskan semua perlengkapan Sania. Berulang kali di buka kembali koper yang akan dibawa anak gadisnya, ibu khawatir ada perlengkapan yang tertinggal. Satria yang sedang tiduran di kamar Sania tertawa melihat kesibukan ibunya.
“ Bu... baju Satria gak dibereskan juga? Mau juga dong ikut diperhatikan ibu...” Goda Satria. Sebetulnya Satria, Ibu, dan Ayahpun sore nanti akan melakukan perjalanan jauh. Mereka juga akan berangkat ke Bali. Tapi... ibu seperti yang tenggelam dalam kesibukannya mempersiapkan kebutuhan Sania.
“ Ah kamu ini, dibantu sama ibu juga biasanya kamu bongkar lagi, kamu bongkar semua barang-barang yang ibu bereskan, diganti semuanya sama barang pilihan kamu, jadi percuma juga Ibu bantu...” Sahut Ibu setengah menggerutu.
“ Ibu sayang... boneka beruang milik Sania belum dibawa nih...” Satria masih ingin menggoda ibunya. Ibu hanya tertawa mendengar ledekan dari Satria. Boneka itu kalau dimasukkan ke dalam koper tidak akan cukup. Koper itu dalam keadaan kosongpun tidak akan cukup untuk menampungnya.
******
Sania akan melakukan perjalanan Jakarta-Cirebon dari stasiun Pasar Senen, dengan pemberangkatan jam 06.45. Setelah shalat Subuh ibu sudah sibuk menyiapkan seluruh keperluan untuk di perjalanan, lontong, roti, air mineral sampai obat agar tidak mabuk perjalananpun disiapkan ibu.
“ Bu sudahlah... Sania bukan anak kecil lagi, biarkan dia tumbuh menjadi wanita yang mandiri” Kata ayah melihat keresahan istrinya.
Ayah juga memang sangat menyayangi Sania, tapi dengan cara yang berbeda. Ayah ingin Sania tumbuh menjadi wanita dewasa yang mandiri.
“ Tapi Yah... ini perjalanan pertama Sania tidak bersama dengan kita, jadi wajar kalau Ibu khawatir.” Sahut Ibu membela diri.
“ Iyah deh, tapi kali ini saja ya Bu... lain kali Ibu jangan terlalu khawatir seperti ini. Suatu saat kita harus bisa merelakan Sania menjauh dari kita...” Nasihat Ayah lagi.
“ Maksud Ayah apa? ” Tanya Ibu seolah tidak suka mendengar omongan Ayah
“ Ya kan... Sania tidak akan selamanya akan tinggal dengan kita, suatu saat pasti akan memiliki rumah tangga sendiri.” Jelas Ayah, dia tahu kalau sudah menyangkut masalah ‘jauh dari Sania’ Ibu pasti sensitif.
******
Setengah berlari Sania menghampiri sahabatnya yang sudah datang lebih awal. Sania nampak ceria akan liburan bareng sahabat-sahabatnya. Ayah hanya tersenyum senang melihat kebahagiaan Sania. Dia menyadari anak gadisnya sudah mulai beranjak dewasa. Sudah saatnya Sania mengenal dunia lain selain keluarganya sendiri, yang selalu siap memberikan bantuan saat Sania mendapatkan kesulitan. Ibu menampakkan wajah murung, sepanjang jalan... mulai dari rumah sampai stasiun, sudah berbagai pesan yang disampaikan kepada Sania. Walaupun Satria meledeknya, Ibu seolah tidak peduli.
“ Hai... sudah lama nunggu ya...” Teriak Sania.
“ Enggak... aku baru sampai, Pandu sama Dani tuh yang duluan sampai, kelihatannya mereka sudah tidak sabar lagi.” Sahut Wulan sambil meraih tangan Ayah dan Ibu Sania, menciumnya. Pandu dan Danipun segera beranjak dari kursi melakukan hal yang sama.
“ Kak... gak cium tangan aku juga? ” Ledek Satria setelah mereka berada di depannya.
“ Yeee... songong, ayo kamu yang cium tangan.” Sahut Wulan sambil mendorong tubuh Satria.
******
Di perjalanan Sania membongkar semua perbekalannya...
“ Luar biasa... semua ini bekal yang harus dibawa kamu? Pasti Ibumu memaksa untuk membawa itu semua... seperti mau ke Aprika saja...” Dani sampai terbahak melihat perbekalan yang dibawa sania.
“ Untung aku gak bawa bekal apa-apa.” Sahut Pandu sambil menyambar lontong isi yang dibawa Sania.
“ Tahu gak, sepanjang jalan tadi... kupingku sampai panas mendengar pesan Ibu.” Gerutu Sania.
“ Kamu sangat beruntung San... Ibuku malah hanya nanya saat mau berangkat saja, sibuk dengan pekerjaannya...” Kata Pandu lagi, teringat tadi pagi Ibunya hanya memberi bekal uang saja.
“ Betul tuh... kamu memang beruntung...” Kata Dani sambil ikut membongkar perbekalan yang dibawa Sania.
Sania terdiam... Betul juga apa yang dikatakan Pandu, dia adalah anak yang beruntung. Begitu banyak limpahan kasih sayang yang diberikan Ayah dan Ibunya.
******
Kereta sampai ke stasiun Kejaksan, kota Cirebon jam sepuluh pagi. Di pintu keluar pamannya Wulan sudah menunggu, segera mereka memasukkan barang bawaannya ke dalam mobil. Barang bawaan Sania yang paling banyak, dengan sigap Pandu dan Dani membantunya.
“ Waduh San... barang bawaan kamu banyak sekali.” Kata wulan sambil memandangi barang bawaan Sania. Sania hanya tertawa pasrah, sebentar lagi dia akan mendengar suara-suara ledekan temannya. Tapi mau bagaimana lagi, Ibu pasti akan marah kalau dia tidak membawa barang-barang yang disiapkannya.
“ Ibunya mungkin tidak tahu kalau Cirebon yang kita kunjungi ini sebuah kota besar, yang super marketnya ada di mana-mana...” Ledek Dani
“ Iyah ih... lain kali jangan mau kalau dibawain barang macam-macam, repot tahu...” Sahut Wulan
“ Yeee... dari pada aku gak jadi ikut liburan bareng kalian, ya lebih baik aku agak repot sedikit.” Sahut Sania
“ Bukan kamu kali yang repot... kita berdua nih... “ Sahut Pandu sambil tertawa.
******
Sore harinya kami hanya berkeliling di kisaran rumah neneknya Wulan. Kami menolak tawaran paman Wulan yang akan mengantarnya menggunakan mobilnya. Kami telah sepakat selama di Cirebon akan menggunakan kendaraan umum yang akan lebih seru dibanding diantar kendaraan pribadi.
Sebetulnya kalau boleh memilih, Sania ingin segera mencari keberadaan Rumah Sakit tempat dulu dilahirkan. Tapi sudahlah... biar besok saja aku berangkat sendiri mencarinya, Sania tidak mau mengganggu waktu libur sahabatnya.
“ Wulan... dulu kita pernah makan empal gentong, enak sekali... kita ke sana yu...” Kata Pandu sebelum mereka naik angkutan kota.
“ Iya ya... enak tuh sore-sore begini kita makan empal gentong. “ Sahut Dani.
“ Sania, kamu akan segera menikmati kulineran khas Cirebon yang enak-enak... gak rugi kamu ikut dengan kita ke sini.” Promosi Wulan, takut Sania menyesal tidak jadi ikut ke Bali.
“ Gak rugi dong... selama liburan bareng kalian, aku pasti senang... sebetulnya aku selalu ngiri setiap kali kalian bisa berangkat liburan bareng seperti ini. “ Sahut Sania. Sania sangat bahagia selalu bisa bersama-sama orang tuanya, tapi... sesekali dia juga ingin menikmati serunya liburan bareng teman.
******
Pagi-pagi sekali Sania sudah mandi dan bersiap untuk mulai menyusuri awal keberadaannya, yaitu Rumah sakit Umum. Dipandanginya surat keterangan lahir, diteliti alamatnya... tidak begitu jauh dari rumah neneknya Wulan.
“ Sania, kamu mau kemana sih pagi-pagi begini sudah cantik ? “ Wulan terheran-heran melihat Sania sudah rapi, seperti akan keluar.
“ Aku ada perlu, mau berangkat sendiri saja...” Sahut Sania
“ Jangan dong... biar Pandu dengan Dani yang menemanimu, aku mau diajak nenek dulu ke rumah Pamanku yang tinggal di Palimanan, aku pikir kalian akan ikut.” Wulan melarang Sania berangkat sendiri.
“ Iyah... aku yang akan menemani Sania... ayo Dan cepat ganti baju.” Sahut Pandu segera masuk ke kamar untuk berganti pakaian.
“ Maaf Wulan aku gak ikut ngantar Sania, perutku lagi gak enak nih... bolak-balik aja ke toilet, mungkin malam terlalu banyak makan sambal.” Kata Dani sambil meringis memegang perutnya.
“ Enggak usyah ditemani, aku hanya sebentar... lagi pula dekat sini saja.” Sania masih berusaha menolak untuk diantar.
“ Pokoknya kamu harus ada yang menemani, setidaknya berangkat dengan Pandu, baru aku merasa lega.” Wulan bersikukuh.
“ Oke aku sudah siap... ayo Sania kita berdua saja, kapan lagi aku punya kesempatan jalan berdua dengan tuan putri yang satu ini.” Pandu keluar dari kamar.
Sebetulnya ini bukan hanya sekedar canda, memang sudah lama Pandu ingin bisa jalan hanya berdua saja dengan Sania. Tapi tidak pernah mendapatkan kesempatan... Hari ini dia akan mendapatkan kesempatan itu, tentu saja Pandu merasa senang tak terkira. Ada debaran jantung di dadanya saat tahu memiliki kesempatan berdua saja dengan Sania. Pandu sebetulnya sudah mulai menyukai Sania saat mereka masih di SMP. Pandu sangat pandai menutup perasaannya, tidak ada satu orangpun yang tahu akan perasaannya ini...
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sania..kamu yakin menemukan yg terbaik dengan jati diri yg kau cari? Ibumu mencintaimu sepenuh hati..lanjut bu..
Cinta tulus dari seorang ibu...
Hmmm bunga-bunga cinta mulai bersemi, ditungggu lanjutannya bu. Barokallah
Cinta anak remaja
Mantap bu, bahasanya enak..
Terima kasih ya... Barakallah