NAMAKU MUTIA
NAMAKU MUTIA
#TantanganGurusiana
Hari ke-53
Episode: Terbalut Dendam
Kedatangan Bram untuk menjalin kerja sama, membuatku terinspirasi membuka cabang di daerah Bandung, kupilih daerah Antapani, di tempat yang strategis. Ada beberapa lokasi yang sebenarnya sudah menjadi incaranku, untuk mengembangkan usaha di Bandung. Kupikir di Jakarta sudah cukup cabang butikku untuk memenuhi hasrat para pelangganku. Sudah waktunya aku membuka cabang di kota-kota lain. Selain Bandung aku juga tertarik untuk melebarkan sayap bisnisku ke daerah Cirebon. Tapi sekarang, sebisa mungkin kalau sedang keluar kota aku selalu memboyong ibu dan Leia. Semua ini kulakukan agar aku tidak kehilangan waktu lagi dengan mereka, orang-orang yang sangat kusayangi.
Semua keberhasilan yang kudapat ini tentu saja tidak diraih dengan mudah, ini adalah hasil kerja kerasku selama ini. Aku tidak pernah berhenti untuk selalu mengembangkan diri. Ilmuku tentang fashion tidak hanya kudapat secara otodidak dan naluriku yang tajam saja, tapi juga didukung oleh usahaku untuk mengikuti trend dunia, aku selalu rajin mengikuti pendidikan di bidang fashion. Tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga ke luar negri. Hasil desainku tidak terikat dan tidak hanya sekedar mengikuti tren yang diikuti oleh banyak orang, tapi aku selalu mengembangkan gaya yang sedang tren menjadi modern tetapi unik. Teknik pembuatannyapun menggunakan bahan dengan kualitas terbaik, dengan menggunakan detail hiasan yang khusus, tentu saja semua ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit agar menjadi sangat spesial dan berkelas. Tapi hasilnya memang luar biasa, sangat dicari oleh para penggemar dari kalangan atas.
Cabang butikku yang di Bandung rupanya sudah terdengar ke telinga Bram. Sesungguhnya Bram sangat kecewa dengan berita yang didengarnya, dia sangat berharap banyak dapat membangun kembali usahanya yang sedang terpuruk. Dia mencoba untuk membuka usaha baru yaitu untuk membuka butik di Bandung. Perusahaan sepatu milik keluarga istrinya, yang akhirnya diwariskan kepadanya sedang mengalami pailit. Ada beberapa asset yang dimilikinya sudah terjual, yang terakhir dia menjual villanya yang di puncak untuk modal membuat usaha butik, uang hasil penjualanya sebagian dia belikan ruko di Buah Batu. Sekarang satu-satunya asset yang tertinggal hanya rumah tempat tinggalnya. Bram memutuskan untuk mendatangi desainer itu, agar tetap mau menjalin kerja sama dengannya. Dia mendengar wanita cantik itu selalu datang di hari Sabtu.
“ Selamat siang teh... bisa saya bertemu dengan bu Mutia, pemilik Butik ini...? tolong sampaikan saya Bram...” Ucap Bram sesampainya dia di butik.
“ Sebentar ya pak...” Sahut Ratna.
Ratna tergesa mencariku, saat Ratna membuka pintu rupanya sepintas terlihat oleh Bram, sosok ibu yang dia kenal, mantan mertuanya. Dia sedang duduk bersama seorang gadis kecil berusia sekitar empat belas tahunan. Bram terkejut... kenapa mantan mertuanya ada di sini, bersama bu Mutia, apakah Bu Mutia itu mantan istrinya? Tapi mustahil...bu Mutia adalah sosok yang luar biasa, cantik, langsing, putih, terlihat masih sangat muda dan sangat styilish. Sangat berbeda jauh dengan Mutia yang dia kenal, agak gemuk, sedikit hitam, dengan penampilan yang tidak menarik. Dia tepis jauh pikiran yang selintas memenuhi kepalanya.
Dia melihat Bu Mutia keluar dari ruangan, padahal tadi dia sedikit berharap akan diterima dalam ruangan itu, ada rasa penasaran untuk melihat wanita yang mirip sekali dengan mantan mertuanya. Dia ingin memastikan bahwa dia telah salah orang.
“ Selamat siang Pak. “ Sambil mengulurkan tanganku, kusapa Bram yang sedang menanti, duduk di kursi dekat kasir. Sebetulnya tadi sempat terpikir olehku untuk menerimanya dalam ruangan, tapi untung aku cepat tersadar, ada ibu di sana... aku khawatir Bram akan mengenalinya.
Bram menatap tajam, diperhatikan dengan seksama wanita yang menurutnya bak model, melangkah ke arahnya dengan sepatu hak tinggi berwarna keemasan. Sesuatu yang tidak mungkin dipakai oleh mantan istrinya. Akhirnya Bram yakin bahwa wanita yang sedang ada di hadapannya bukanlah mantan istrinya.
“ Selamat siang bu, apa khabar?” Sapa Bram.
” Baik “ Hanya itu jawabku, malas rasanya berbasa-basi dengan laki-laki ini.
“ Begini bu... mohon maaf saya ingin menanyakan keinginan saya untuk memasarkan pakaian hasil desain ibu, mudah-mudah ibu berkenan untuk menjalin kerja sama dengan saya.” Bram kembali menyampaikan maksud dan tujuannya.
“ Mohon maaf Pak... rasanya saya tidak bisa menjalin kerja sama dengan Bapak, karena seperti yang Bapak lihat sendiri, saya sudah membuka butik saya sendiri di sini.” Tukasku tanpa basa-basi.
“ Saya mohon Bu... usaha saya sedang jatuh, saya sedang bangkrut, saya sangat berharap banyak bisa memasarkan pakaian hasil desain Ibu, Saya yakin dengan memasarkannya saya akan bisa secara perlahan untuk bangkit lagi, Saya mohon dengan sangat... tolong bantu saya.” Bram memohon.
Seandainya yang meminta ini orang lain, tanpa memohonpun aku akan bersedia untuk memberikan kesempatan ini, apalagi mendengar dia sedang mengalami kebangkrutan. Biasanya aku tidak akan tega untuk menolaknya, tapi laki-laki yang sedang memohon ini adalah orang yang dulu dengan sombongnya mencampakkanku. Hatinya bergelut, antara kasihan terhadap sesama dengan dendamnya yang membuncah.
“ Mohon maaf Pak... saya tidak tahu apa saya nanti akan berubah pikiran, tapi untuk saat ini saya hanya bisa menjawab, saya belum berkenan menjalin kerja sama dengan Bapak. “ Sahutku akhirnya. Aku segera mengakhiri pembicaraan ini, dengan alasan aku akan segera pulang ke Jakarta.
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah.. jadi penasaran, apakah Mutia mengikuti egonya atau merasa kasihan. Ditunggu kelanjutannya...
Wah.. jadi penasaran, apakah Mutia mengikuti egonya atau merasa kasihan. Ditunggu kelanjutannya...
Siap neng...Nuhun...
Wah.. jadi penasaran, apakah Mutia mengikuti egonya atau merasa kasihan. Ditunggu kelanjutannya...
Mungkin nanti bisa mencaif hatinya
Mungkin... Serba mungkin
How hebat,kesombongan memang harus dgn kesombongan
siip tunggu bu cerita berikutnya
Siap...Makasih sdh berkenan untuk berkunjung
siip diunggu bu cerita berikutnya