Ely Herlina

Ely Herlina, lahir di karawang 07 Oktober 1963. mendapat tugas sebagai PNS pada Desember tahun 1984, di SMPN I Kotabaru, karawang. Tahun 2017 mendapat tugas tam...

Selengkapnya
Navigasi Web
NAMAKU MUTIA

NAMAKU MUTIA

NAMAKU MUTIA

#TantanganGurusiana

Hari ke-59

Episode: Dilema

Rancangan hasil Kak Farhan berhasil mempesona ibu-ibu di Bandung, terutama ibu-bu kalangan atas, karena memang harga jualnya yang dipatok dengan tinggi. Walaupun dijual dengan harga yang tinggi tapi mereka rela hati untuk merogoh kantong dalam-dalam. Selain model yang disajikan selalu terlihat keren, tapi juga pemilihan bahan yang sangat berkualitas. Kak Farhan telah tumbuh menjadi desainer yang handal. Ekonomi Bram secara perlahan mulai bangkit lagi, langganan di butiknya sudah mulai bisa diperhitungkan. Tiap rancangan baru dari Kak Farhan keluar, selalu menjadi buruan para langganannya. Leia sangat bahagia sekali karenanya, bagaimanapun juga dia tidak ingin melihat hidup ayahnya memderita.

******

Tapi tidak semua maksud baik bisa diterima oleh semua orang, keinginan Leia untuk mengajak ayahnya ikut dalam bahagianya juga, tidak dapat diterima oleh ibu sambungnya. Agusta merasa kehadiran Leia, membuat dirinya tersingkir. Kondisi tubuhnya yang kian rapuh karena digerogoti oleh penyakitnya, membuatnya menjadi lebih haus akan perhatian. Agusta tidak menyukai kedekatan antara Bram dan Leia. Biasanya selama bertahun-tahun dia selalu memdapatkan perhatian full dari suaminya, tak pernah sedikitpun Bram berpaling darinya. Selama bertahun-tahun dia merasa telah berhasil mengalihkan seluruh perhatian Bram untuknya, hanya untuknya.

Kehadiran Leia telah membuatnya merasa tersingkir, dan ini tentu saja tidak dapat dibiarkannya.

“ Bram... aku lihat sekarang kamu terlalu sibuk dengan anak kamu, setiap minggu kamu selalu saja bersamanya, kalau tidak kamu yang ke Jakarta, dia yang ke Bandung.” Agusta menyampaikannya saat melihat Bram baru pulang dari Jakarta.

“ Aku bersama dengan Aleia hanya hari minggu saja Agusta, itupun hanya beberapa jam saja, hari-hari lainnya aku di sini, bersamamu... “ Jelas Bram.

“ Aku gak suka ya Bram, lama-lama habis waktu kamu untuknya.” Agusta semakin marah mendengar pembelaan dari Bram. Selama ini tidak pernah Bram membantah keinginannya.

“ Agusta... selama ini aku telah kehilangan waktuku bersama Leia, tolonglah kamu mengerti sayang...” Bram memohon, dia tahu istrinya tidak pernah bisa dibantah, tapi kali ini Bram tidak mau kedekatannya dengan Leia dihalangi oleh Agusta.

“ Lagipula berkat Leia, usaha kita bisa mulai bangkit lagi, bukankah kamu tahu kita sempat kesulitan keuangan, usaha kita bangkrut, obat-obatan yang harus dibeli untukmu sangat mahal sekali. Aku sangat kewalahan untuk memenuhi semua obat-obatan itu, seharusnya kamu menyadari itu.” Sambung Bram, ingin Agusta memahami apa yang sudah terjadi.

“ Ingat ya Bram... semua yang aku gunakan untuk membeli obat-obatan itu milikku, harta peninggalan ayahku, jadi kalau semua habis untuk kebutuhanku, itu hak aku...” Agusta mengeluarkan jurus yang selama ini selalu ampuh untuk mengikat Bram, sehingga Bram bisa melupakan anak dan istrinya.

“ Memang betul semua itu harta peninggalan dari ayahmu, tapi apa kamu tidak pernah melihat kerja kerasku untuk membesarkan perusahaan ayahmu, kamu selalu saja mengatakan seperti itu, seolah-olah aku ini tidak pernah ada artinya sama sekali.” Bram akhirnya terpancing emosinya, selama ini dia sudah sangat bersabar menghadapi istrinya.

Tapi kali ini Agusta harus mau mengizinkan keinginananya untuk bisa bersama Leia. Waktu yang dia miliki bersama anaknya hanya beberapa jam saja dalam satu minggunya. Bram tidak mau istrinya menghalangi pertemuannya dengan Leia yang sangat singkat itu, dan itupun kadang-kadang Leia yang datang ke Bandung menemuinya. Tidak... dia tidak mau kehilangan momen yang selalu dia tunggu dalam setiap minggunya, setelah dia kehilangan waktu bertahun-tahun dengan anaknya.

“ Kamu sudah tidak sayang lagi sama aku Bram...kamu lebih mementingkan dia.” Kata Agusta dalam isak tangisnya, dia merasa Bram telah berubah.

“ Agusta, tolong anakku punya nama, Leia namanya, kenapa kamu tidak pernah mau menyebutnya sama sekali...” Bram bukan merasa iba, tapi tidak mengerti apa yang diinginkan oleh istrinya. Sudah cukup selama ini dia diam, mengalah... mengikuti apapun yang diinginkan istrinya. Setelah sekian lamanya dia tidak pernah bertemu dengan anaknya, hanya beberapa jam saja dalam satu minggunya, kenapa istrinya tidak mau memberikannya. Kepala Bram pusing memikirkan semua ini, semua menjadi dilema baginya. Agusta terdiam, tapi dia sudah memiliki rencana lain.

******

Hari seninnya pagi-pagi sekali, Agusta sudah berangkat ke Jakarta, tanpa sepengetahuan Bram. Dengan beralasan hendak kontrol ke dokter, Agusta berangkat ditemani oleh Alin, temannya untuk menemui Mutia di kantornya.

“ Selamat pagi... tolong sampaikan sama Mutia, saya Agusta mau ada perlu...” Kata Agusta ke resepsionis

‘Mau apa dia ke sini?’ pikirku setelah mendengar akan kedatangan Agusta. Aku segera mempersilakan Agusta untuk masuk.

“ Mutia, tolong larang anakmu untuk tidak terus-terusan menemui suamiku...” Kata Agusta, begitu masuk ke dalam ruanganku, tanpa basa-basi.

“ Apa maksudmu? Apa kamu pikir anakku begitu membutuhkan ayahnya... ingat ya Agusta tanpa Bram, kami berdua bisa hidup baik-baik saja, tanpa kekurangan sesuatu apapun.” Kataku langsung.

Melihat apa yang dilakukan agusta saat ini, mengingatkanku kembali pada peristiwa lima belas tahun yang lalu, saat Agusta dengan begitu gagah beraninya menyampaikan bahwa dia sudah menikah dengan Bram, dan memintaku untuk pergi meninggalkan Bram. Waktu itu aku hanya duduk sambil berurai air mata, tak mampu menjawab sepatah katapun. Tapi saat ini aku... Mutia bukanlah wanita yang seperti dulu lagi, yang bisa diinjak-injak olehnya begitu saja.

“ Kalau kamu menginginkan Leia berhenti untuk menemui bram, oke... aku akan melakukannya, aku akan menghentikan semua pengiriman pakaian-pakaian hasil rancangan Kak Farhan sekarang juga... dan kamu tahu kenapa kak Farhan mau bekerja sama dengan suamimu, itu karena Leia, bukan yang lain.” Jawabku lantang.

Agusta hanya terdiam, tidak mengira sedikitpun atas jawabanku, rupanya Agusta masih mengira aku masih lemah seperti yang dulu. Hanya akan menangis dan tak mampu untuk menjawab.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mutia memang kereen. Ditunggu lanjutannya bu. Barokallah.

15 Apr
Balas

Makasih neng...atas supportnya...

15 Apr

Makasih neng...atas supportnya...

15 Apr

Keren buistri yg egois. Padahal hak si anak tetap ada pada ayahnya. Kewajiban ayah harus sepenuhnya buat anak meski sudah bercerai dg istrinya.

14 Apr
Balas

Setuju pak... Anak tetaplah...

14 Apr

Anak tetaplah anak

14 Apr
Balas

Bagus, buih keegoisan nya

15 Apr
Balas

Terima kasih sdh mau berpatisifasi

15 Apr

Salam yaa buat Agusta, salam sambil mengepalkan tangan! Hug

14 Apr
Balas

Haha....sebel pisan

15 Apr

Haha....sebel pisan

15 Apr



search

New Post