Ely Rositawati

A mom, a teacher, books lover, loves being around with children...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menulis Itu seperti Pipis

Menulis Itu seperti Pipis

Iya, Sangat setuju dengan opini Ibu Yuli Rahmawati, salah satu pengisi pelatihan Sagusabu Media Guru DKI 4, yang mengatakan bahwa menulis itu seperti pipis.

Pipis atau Buang Air Kecil (BAK) adalah salah satu kebutuhan alami manusia. Setelah banyak minum, kantong kemih kita biasanya akan terasa penuh, dan kebutuhan untuk membuangnya adalah hal wajib yang harus dilakukan. Jika kita tahan-tahan, efeknya akan tidak baik untuk kesehatan tubuh, penyakit pada ginjal dan saluran kemih pasti akan datang menghampiri.

Pun dalam proses tulis menulis. Setelah banyak membaca, otak kita, imajinasi kita, intelegensia kita akan terasa full alias penuh, dan kita butuh proses "membuang" apa yang memenuhi otak kita itu. Proses pembuangan apa yang sudah kita baca biasanya dengan menulis. Semakin banyak minum akan semakin sering BAK alias pipis, Semakin banyak membaca juga akan semakin butuh untuk menulis. Jika kita tahan-tahan biasanya keinginan itu akan semakin menggebu, dan kebutuhan untuk mengeluarkannya dalam bentuk tulisan menjadi kebutuhan alami yang harus kita penuhi.

Pernah dengar terapi urine? Dimana air seni yang harusnya kita buang itu kita minum kembali dan menjadi penyembuh dari penyakit pada tubuh kita sendiri, terapi yang sudah dijalankan sejak ribuan tahun lalu itu banyak dijadikan metode penyembuhan di negara-negara asia seperti Cina, Mesir dan India dan banyak yang berhasil dengan metode itu.

Sama halnya dengan menulis. Kegiatan menulis juga bisa menjadi sarana untuk menyembuhkan sesuatu dalam diri kita yang kita anggap sakit. Seorang BJ Habibie, bapak idola generasi yang lahir di tahun 70-an, orang dengan IQ tertinggi nomor 1 di dunia, pernah menjadikan proses menulis sebagai writing therapy. Mengalami masa kelumpuhan jiwa yang ia sebut black hole setelah ditinggal sang istri tecinta untuk selamanya, membuatnya mengikuti saran dokter untuk melakukan proses healing dengan menulis. Dari situlah lahir sebuah novel biografi "Ainun dan Habibie" yang inspiratif dan membuat kita mengucurkan air mata saat membaca bukunya atau menyaksikan filmnya.

Jadi banyaklah minum buku, dan buanglah pipis menulis kita pada tempatnya. Selain menjadi sarana healing untuk diri sendiri (menulis diary misalnya), kegiatan "membuang" apa yang sudah kita baca akan menjadi sesuatu yang membuka keran berbagi manfaat dari dalam diri kita. Bukankah banyak sekali buku-buku hebat yang lahir dari penderitaan para penulisnya yang bisa kita petik hikmahnya?

Terimakasih untuk Ibu Yuli Rahmawati atas opininya yang menginspirasi catatan kecil ini. Yuk kita menulis.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

wahh.. saya senang sekali dapat apresiasi dari ibu Raihana Rasyid, saya pengagum ibu lho. Barakallah juga buat ibu. yuk kita perbanyak minum buku, bu. Sukses Ibu Raihana..

15 Oct
Balas

Mantaffff bu, saya jadi kebelet pipis ni...hehehe. Paparan luar biasa. Pipis yang ditahan-tahan akan jadi penyakit. Yuk....kita pipis...eiittsss ....yuk kita nulis. Salam literasi dari Medan. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah....ibu.

15 Oct
Balas

Kereeeen bu, pipis dan nulis beda beda tipis. Barakallah

15 Oct
Balas

Iya bu. Jadi bisa dijadikan analogi. Aamiin.. barakallah juga buat ibu Siti Ropiah. Sukses selalu..

15 Oct



search

New Post