Ema Prastya Kustanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

GARA GARA SENYUM

Tengah hari yang terik, seorang ibu dengan gadis kecil di gendongannya dan ABG di sebelahnya, berdiri merapat diantara aku dan suami. Sama sama berteduh di bawah pohon. Sama sama menunggu angkutan yang akan membawa kami ke tempat tujuan masing-masing. Sama sama heboh dengan barang bawaan. Bedanya, wajahku mungkin berlipat-lipat dan keruh. Sementara wajah ibu itu sumringah dan selalu berhias senyum. "Bade tindak pundi, bu?" dia menyapaku terlebih dulu. Biasanya aku yang suka sok kenal sok dekat. Ogah-ogahan aku menjawab. Tapi, sungguh! Ketulusan wajah yang selalu sumringah itu membuatku bergairah untuk melanjutkan obrolan. Bercerita ibu itu bahwa dia akan mengunjungi kerabatnya, untuk mengantar gadis remajanya "mengaji" selama bulan suci Ramadhan. Dia sendiri hampir 5 tahun tak pernah berkunjung kesana. Sejak suaminya meninggal dan gadis kecil yang di gendongnya belum lahir. Sehari-hari dia habiskan waktu dengan menjadi buruh cuci dan tenaga serabutan. Gadis remajanya sudah kelas 1 smp sedang gadis kecilnya "sekolah" (= rawat jalan) di sebuah Klinik Kesehatan karena flek paru-paru. Tidak gratis. Karena di puskesmas tempatnya tinggal, obat yang diperlukan gadis kecilnya tidak tersedia (dalam hati ku ragu, masak sih?). Ceritanya sendiri tak terlalu menarik hatiku, karena cerita yang lebih memilukan dari itupun pernah kulihat dan kudengar. Tapi wajah dan senyumnya itu lho. Sangat bisa kurasakan keikhlasannya menjalani takdirnya. Bisa kurasakan semangatnya menjalani hidup dengan penuh syukur. Bisa kurasakan kebahagiaannya membesarkan kedua putrinya seorang diri, tanpa dinodai keluhan. Bisa kutangkap ketulusan hatinya melalui senyum dan binar matanya Sekenanya, kutarik selembar uang kertas dari saku tasku. Kuulurkan pada gadis kecilnya. Tak kuduga, gadis kecil yang semula bersandar loyo di bahu ibunya itu langsung mendongak penuh semangat. Tanpa kata, diciumnya tanganku. Berikut kakak dan ibunya pun ikut-ikutan mencium tanganku. Hei, apa-apaan in? Aku malah kelincutan dibuatnya. Tak berhenti sampai disitu, si ibu bertanya "Ibu pun paringi asma sinten?" setelah kusebutkan nama, dia melanjutkan "Saya hanya bisa membalas kebaikan ibu nanti malam" Nanti malam? tanya hatiku "Nanti malam, dalam doa shalat tahajud saya, saya akan mendoakan ibu." Dengan mata berkabut , dia pintakan segala kebaikan untukku. Sungguh!

Aku teramat malu pada diriku sendiri. Pertama, meski aku bukan orang yang kaya, tapi aku merasa uang yang kuberikan pada gadis kecil itu sangatlah sedikit. Kedua, nilai itu menjadi sangat tidak sepadan dibanding doa-doa mereka untukku. Ketiga, reaksi mereka. Reaksi mereka mengajarkan padaku, bahwa sesuatu yang tidak ada nilanya bagiku ternyata bisa menjadi sebuah kegembiraan bagi orang lain. Keempat, aku malu karena tak pandai bersyukur dan jauh dari ikhlas menjalani hidup sebagaimana ibu itu.

Tengah hari yang terik, seorang ibu dengan gadis kecil di gendongannya dan ABG di sebelahnya, berdiri merapat diantara aku dan suami. Sama sama berteduh di bawah pohon. Sama sama menunggu angkutan yang akan membawa kami ke tempat tujuan masing-masing. Sama sama heboh dengan barang bawaan. Bedanya, wajahku mungkin berlipat-lipat dan keruh. Sementara wajah ibu itu sumringah dan selalu berhias senyum. "Bade tindak pundi, bu?" dia menyapaku terlebih dulu. Biasanya aku yang suka sok kenal sok dekat. Ogah-ogahan aku menjawab. Tapi, sungguh! Ketulusan wajah yang selalu sumringah itu membuatku bergairah untuk melanjutkan obrolan. Bercerita ibu itu bahwa dia akan mengunjungi kerabatnya, untuk mengantar gadis remajanya "mengaji" selama bulan suci Ramadhan. Dia sendiri hampir 5 tahun tak pernah berkunjung kesana. Sejak suaminya meninggal dan gadis kecil yang di gendongnya belum lahir. Sehari-hari dia habiskan waktu dengan menjadi buruh cuci dan tenaga serabutan. Gadis remajanya sudah kelas 1 smp sedang gadis kecilnya "sekolah" (= rawat jalan) di sebuah Klinik Kesehatan karena flek paru-paru. Tidak gratis. Karena di puskesmas tempatnya tinggal, obat yang diperlukan gadis kecilnya tidak tersedia (dalam hati ku ragu, masak sih?). Ceritanya sendiri tak terlalu menarik hatiku, karena cerita yang lebih memilukan dari itupun pernah kulihat dan kudengar. Tapi wajah dan senyumnya itu lho. Sangat bisa kurasakan keikhlasannya menjalani takdirnya. Bisa kurasakan semangatnya menjalani hidup dengan penuh syukur. Bisa kurasakan kebahagiaannya membesarkan kedua putrinya seorang diri, tanpa dinodai keluhan. Bisa kutangkap ketulusan hatinya melalui senyum dan binar matanya Sekenanya, kutarik selembar uang kertas dari saku tasku. Kuulurkan pada gadis kecilnya. Tak kuduga, gadis kecil yang semula bersandar loyo di bahu ibunya itu langsung mendongak penuh semangat. Tanpa kata, diciumnya tanganku. Berikut kakak dan ibunya pun ikut-ikutan mencium tanganku. Hei, apa-apaan in? Aku malah kelincutan dibuatnya. Tak berhenti sampai disitu, si ibu bertanya "Ibu pun paringi asma sinten?" setelah kusebutkan nama, dia melanjutkan "Saya hanya bisa membalas kebaikan ibu nanti malam" Nanti malam? tanya hatiku "Nanti malam, dalam doa shalat tahajud saya, saya akan mendoakan ibu." Dengan mata berkabut , dia pintakan segala kebaikan untukku. Sungguh!

Aku teramat malu pada diriku sendiri. Pertama, meski aku bukan orang yang kaya, tapi aku merasa uang yang kuberikan pada gadis kecil itu sangatlah sedikit. Kedua, nilai itu menjadi sangat tidak sepadan dibanding doa-doa mereka untukku. Ketiga, reaksi mereka. Reaksi mereka mengajarkan padaku, bahwa sesuatu yang tidak ada nilanya bagiku ternyata bisa menjadi sebuah kegembiraan bagi orang lain. Keempat, aku malu karena tak pandai bersyukur dan jauh dari ikhlas menjalani hidup sebagaimana ibu itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah...pmbelajaran yang luar biasa ya Bu Ema...

26 Jul
Balas

Kritik dan sarannya donk bu? Syukron.

26 Jul

Sumringah.. Tanda semangat dan riang... Sip Bu

26 Jul
Balas

S3mangat pak Wiyono. Nuwun.

26 Jul



search

New Post