Ema Prastya Kustanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

MEMAHAMI GAYA BELAJAR ANAK

Disunting dari tulisan Ema Prastya Kustanti

28 Februari 2010 pukul 15:24

Pada sebuah seminar, saya pernah menyampaikan materi dengan judul diatas. Pada saat itu, saya sendiri belum bisa mengambil manfaat dari materi yang saya sampaikan itu. Betul-betul PSIKOLOGI UNTUK ANDA! Maklum, saat itu sulung saya baru bergabung di Taman Kanak-Kanak. Adiknya baru asyik-asyiknya melatih ketrampilan motorik kasarnya (jalan, lari, lompat, manjat dll) dan ketrampilan berbahasanya. Perbendaharaan kata nya belum banyak, pelafalannya belum jelas dan strukturnya masih jungkir balik.

Tapi belakangan, saya mulai melihat dan memperhatikan dengan seksama, bahwa kedua buah hati saya itu seringkali tidak bisa belajar secara bersama-sama, karena gaya belajar keduanya yang berbeda. Si mbak, yang rapi dan teliti, suka sekali membacakan cerita atau pelajarannya kepada si adik. Tak peduli pada saat yang sama si adik juga tengah asyik dengan bahan bacaannya sendiri. Mbak juga tidak merasa terganggu oleh keributan suara-suara di sekitarnya, seperti ocehan adiknya, omelan bundanya, bahkan oleh hingar bingar musik tetangga yang lagi hajatan sekalipun!. Sebaliknya si adik, meski dia sendiri jago ngoceh, biang keributan dan tukang bikin onar di dalam rumah, ternyata pada saat membaca ( belajar) sangat mudah terganggu oleh suara-suara. Jadi bisa dimaklumi kalau dia uring-uringan saat sedang membaca, tiba-tiba mbaknya datang sebagai guru gadungan yang dengan sukarela memberikan penjelasan kepadanya. Alih-alih berterimakasih, dia malah ngomel-ngomel dan kabur! Kalau mbaknya bisa menceritakan peristiwa atau hal-hal yang dilihatnya secara runut dan detil, maka si adik senang sekali menirukan kalimat-kalimat orang lain. Kadang menirukan kalimat-kalimat iklan di TV secara persis sama, lengkap dengan perubahan nada dan intonasinya. Kalau si mbak lebih suka membaca cerita (untuk diri sendiri atau membacakan untuk orang lain), maka si adik lebih tertegun bila mendengarkan cerita yang dibacakan. Berangkat dari pengamatan itu, muncul keinginan saya untuk "memberdayakan" perbedaan-perbedaan gaya belajar dua kakak-beradik itu. Lalu, saya bongkar lagi file-file lama mencari modal untuk memahami gaya belajar. Dan ternyata buuanyak sekali teori tentang gaya belajar. Lihat saja, ada Howard Garner dengan MIR (Multiple Intellegences Research)nya, Barbara Praishning dengan "The Power of Learning Style"nya, David Kolb dengan "Style of Learning Inventory"nya, Glenn Doman dengan metode "Flash Card" yang menuntut keistiqomahan itu atau Bobbi DePorter dengan "Quantum Learning" dan "Quantum Teaching"nya dan masih se abrek-abrek lagi lainnya.

Dari banyak teori yang pernah saya baca, saya lebih sreg mengikuti Bobbi DePorter. Selain sederhana, hanya mengelompokkan gaya belajar kedalam 3 kelompok. Juga tidak memerlukan alat tes psikologi khusus untuk mengelompokkan seseorang ke dalam kelompok gaya tertentu. Dengan demikian siapapun, tidak harus sarjana psikologi dan tidak perlu mendatangi psikolog, bisa mencari tahu sendiri gaya belajar anak-anaknya. Yang dibutuhkan hanyalah sedikit pengamatan (lebih bagus lagi kalau dengan seksama dan dalam waktu yang tidak sesingkat-singkatnya!) terhadap kecenderungan gaya belajar anak sehari-hari. Kata bu Bobbi, gaya belajar itu dibedakan kedalam 3 kelompok, yaitu : Visual, Auditory dan Kinestetik. Anak-anak dengan Gaya Belajar Visual ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut : # Penampilannya rapi dan teratur # Catatannya juga rapi dan indah # Suka membuat visualisai gambar atau simbol-simbol bila sedang membaca # Suka mencorat-coret bila sedang berbicara di telepon atau berdiskusi # Lebih suka membaca daripada dibacakan # Lebih mengingat apa yang dilihatnya daripada yang didengarnya # Biasanya tidak terganggu oleh keributan # Mengungkapkan perasaan dengan ekspresi wajah (suka merengut kalau sedan be-te) # Kata-kata khasnya adalah: "menurut pandangan saya,...", "saya melihat..."atau "kelihatannya..." Anak-anak dengan Gaya Belajar Auditory punya ciri-ciri seperti ini: # Cenderung cerewet dan banyak omong, bahkan ketika bekerja atau belajar sekalipun # Menggerakkan bibir ketika sedang membaca # suka berbicara pada dirinya sendiri bila sedang belajar # Pembicara yang fasih, suka berdiskusi, suka menjelaskan panjang lebar # Pintar menirukan dialog atau kalimat-kalimat orang lain # Mudah terganggu oleh suara atau keributan # Lebih suka mendengarkan daripada membaca (karenanya, disekolah dia bisa sangat serius mendengarkan penjelasan para bapak dan ibu guru) # Lebih terkesan kepada hal-hal yang didengarnya daripada yang dilihatnya # Mengekspresikan perasaannya secara verbal ( menggunakan kata-kata) # Kata-kata khasnya: "saya mendengar.........", "kedengarannya........." Anak-anak dengan Gaya Belajar Kinestetis menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: # Banyak bergerak, sangat aktif (tapi bukan hiperaktif lho!) # Tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama # Menanggapi perhatian secara fisik, seperti menyentuh, mencium, atau menarik-narik # Belajarnya melalui manipulasi dan praktek (makanya jangan heran kalau anak suka membongkar mainan kesayangannya) # Menghapal dengan cara berjalan dan mondar-mandir # Membaca sambil menggunakan jari tangannya untuk menunjuk # Terkesan kepada hal-hal yang dialaminya sendiri daripada hal-hal yang didengar dan dilihatnya # Kurang suka membaca dan menulis # Banyak menggunakan isyarat tubuh # kata-kata khasnya: "saya merasa......." " Rasanya........." Bu Bobbi juga bilang, tidak ada orang yang benar-benar murni menggunakan salah gaya belajar itu saja, kemungkinan orang menggunakan dua atau bahkan ketiganya sekaligus. Sungguhpun demikian, tentu ada gaya yang sangat dominan dan sub dominan. Disebutkan juga bahwa kecenderungan gaya belajar pada masa kanak-kanak, umumnya cenderung kinestetik, kemudian berturut-turut, dengan semakin bertambahnya usia makin cenderung ke arah visual dan audiotry. Tapi ada juga yang dari kecil hingga dewasa gaya belajarnya tetap sama. setelahh mengetahui gaya belajar anak-anak kita, selanjutnya apa? Itu dia: Berdayakan! Berdayakan Gaya Belajar anak untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya manfaat. Manfaat bagi anakanak sendiri maupun kita sebagai orang tuanya. Karena kalau anak belajar dengan gayanya tentu akan lebih senang dan tidak merasa stres. Kalau anak senang, boleh diharap motivasi belajarnya akan tinggi. Motivasi belajar itulah yang akan membuat "Belajar" menjadi "kebutuhan" dan bukan "kewajiban". Bagi kita, orang tua tentu sangat menyenangkan kalau anak-anak kita sudah punya "kebutuhan" untuk belajar sendiri. Dengan demikian kita tidak perlu selalu dan terus-menerus mengontrol belajarnya.

Tapi, sebelum "kebutuhan belajar" itu terbentuk, tentu harus ada tindakan untuk merangsang timbulnya kebutuhan itu, bukan? jadi apa yang bisa kita lakukan? Beberapa cara dibawah ini mungkin bisa sedikit membantu untuk lebih memberdayakan gaya belajar anak Mendorong Anak Visual: * Fasilitasi anak dengan alat tulis yang berwarna-warni * dorong anak untuk membuat catatan dengan berwarna-warni dan menggunakan gambar-gambar atau simbol-simbol * Untuk pelajaran Matematika dan IPA gunakan tabel dan grafik * Dorong untuk banyak membaca ( gak harus buku pelajaran lho, boleh majalah, komik science, ensiklopedia, dongeng dll yang penting baca, baca dan baca) * Manfaatkan VCD-VCD interaktif, film, slide atau kartu-kartu bergambar Mendorong Anak Auditory: * Bacakan atau Ceritakan secara global materi pelajaran yang sedang dipelajarinya * Kemudian mintalah anak mengulang secara lisan bacaan atau cerita yang didengarkan tadi * Ajak diskusi atau berdebat *Gunakan intonasi atau nada yang berbeda-beda dalam memberikan penjelasan (perubahan intonasi dan nada suara sangat menarik dan mudah diingat oleh anak-anak auditory) * Pergunakan tape recorder untuk merekam materi pelajaran yang sedang dibaca kemudian perdengarkan pada anak untuk dipelajari ( kadang-kadang anak auditory tidak merasa perlu mengulang pelajarannya di rumah BILA di sekolah dia sudah memahami pelajaran yang dijelaskan oleh guru) * Ketika anak memang HARUS membaca, ungsikanlah dia di kamar yang steril dari kebisingan (TV, radio, orang lain yang sedang ngobrol dll) Mendorong Anak Kinestetis * Jangan memaksa anak belajar sambil dudk manis di kursi dan menghadap meja, alias, biarkan saja dia belajar sambil selonjor, telentang, telungkup atau jumpalitan sekalipn * Gunakan alat peraga atau benda-benda untuk sarana belajar. Yang penting dia bisa pegang, minimal menyentuh, pasti sangat membantu. * Ijinkan anak belajar sambil membawa mainan kesayangannya * Salurkan kelebihan energi anak kinestetik dengan berolahraga. Banyak lho anak kinestetis yang jadi atlet atau seniman terkenal. Kembali ke kasus saya dan anak-anak saya. Saya sedikit banyak sudah mengambil manfaat dari pemahaman itu. Saya memanfaatkan kesenangan mbak untuk membacakan dan memberikan penjelasan kepada adiknya dengan gambar-gambar yang dia buat di papan tulis. Kemudian si adik yang seringkali nampak terbengong-bengong saat mbaknya menjelaskan, saya minta untuk menjelaskan kembali kepada saya atau orang lain di rumah. Begitupun ketika ketrampilan membacanya belum lancar, saya minta mbak (yang selisih umurnya cuma 26 bulan dari si adik) untuk mengajari adiknya membaca. Saya perhatikan mbak dengan senang hati mengambil buku dan mengajak adiknya "membaca". Mula-mula dia baca dulu satu kalimat dan dia minta adinya mengikuti. Begitu seterusnya hingga selesai satu buku atau satu pembahasan. Si adik yang memang peniru, dengan sangat percaya diri membaca kembali dan memamerkan kepada semua orang rumah apasaja yang sudah dibaca bersama mbaknya. hapalan, tentu saja. Karena hapalan, banyak salahnya daripada benernya, ~he~he~

Tak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya, bahwa dengan cara itu kemjuan belajar si adik cepat sekali. Dan yang lebih penting daripada capaian itu adalah bahwa dengan cara itu baik mbak maupun adik jadi sama-sama punya rasa percaya diri dan kegembiraan dalam belajar. Ternyata, seluruh pengetahuan saya yang sangat sedikit tentang ilmu dan teori-teori psikologi, tidak membuat saya lebih pintar dari anak kelas dua SD!

Penulis adalah peserta Workshop Literasi Pangkalan Bun, 22-23 Juli 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

tulisannya keren. Menyebarkan semangat untuk terus menulis. Luar biasa.

23 Jul
Balas

Terima kaaih sudah beebagi ilmunya bu ema.

23 Jul
Balas

Luar biasa , Bu ...terimaksih sudah berbagi ilmu

23 Jul
Balas

Superrr sekali bund

22 Jul
Balas



search

New Post