Emelda

Try my best for the best I might not be the best But surely.... I can do thing well...

Selengkapnya
Navigasi Web

MENSTIMULASI ANAK USIA DINI AGAR MAMPU BERFIKIR KRITIS HOTS (High Order Thinking Skills)

Anak usia dini memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Tugas kita sebagai orang tua adalah untuk memfasilitasi rasa ingin tahu mereka ke arah yang benar. Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk membimbing mereka dalam memuaskan rasa ingin tahu, salah satunya dengan menerapkan konsep Higher Order Thinking Skills (HOT Skills).

Higher Order Thinking Skills (HOT Skills) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah tingkatan berpikir secara kognitif dari tingkat yang rendah ke tingkat yang tinggi pada Taksonomi Bloom. HOT Skills diperkenalkan pertama kali pada tahun 1990 dan telah mengalami perubahan sejak saat itu. Perubahan tersebut ditujukan supaya teori HOT Skillslebih sesuai dengan perkembangan pendidikan pada abad ke-21.

Konsep HOT Skills meliputi konsep mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Perkembangan konsep ini didasarkan pada sifat Anak Usia Dini yang cenderung mempunyai daya ingat dan daya pikir yang kuat. Jika diterapkan dalam mendidik anak, konsep HOT Skills dipercaya mampu menumbuhkan keterampilan berpikir kritis.

Untuk membentuk anak yang bisa berpikir kritis, beragam cara bisa ditempuh oleh orang tua. Cara-cara tersebut adalah:

1. Ajak anak untuk mengingat apa yang telah dilakukannya.

Ajak anak untuk mengingat apa yang telah dilakukannya. Cara pertama yang bisa diterapkan untuk membentuk pola pikir tingkat tinggi pada anak adalah dengan mengajak anak berdiskusi mengenai apa yang telah ia lakukan dalam satu hari. Ketika berdiskusi, anak akan berusaha mengingat segala hal yang ia lakukan. Mengingat adalah langkah pertama untuk berpikir kritis.

2. Ajak anak untuk memahami sesuatu dengan sebenar-benarnya.

Ajak anak untuk memahami sesuatu dengan sebenar-benarnya. Anak Usia Dini cenderung banyak bertanya dan banyak melakukan hal yang tak terduga. Jika ia melakukan suatu hal yang negatif, berikan alasan yang masuk akal untuk mencegah anak supaya tidak melakukannya lagi. Selain itu, orang tua perlu memberikan alasan yang tepat ketika menyuruh anaknya untuk melakukan sesuatu.

Sebagai contoh, seorang ibu meminta anaknya untuk merapikan mainan yang berserakan di lantai. Orang tua bisa memberikan pengertian dengan kalimat berikut ini, “Dik, yuk kita bersihkan lantainya. Mainannya ditaruh di kotak mainan, ya. Mainannya harus dirapikan supaya nanti ayah tidak terpeleset ketika menginjak lantai.” Dengan menggunakan kalimat ajakan seperti pada contoh, maka anak akan termotivasi untuk berpikir lebih jauh.

3. Bimbing anak untuk menerapkan ilmu yang telah mereka dapat.

Fasilitasi anak untuk menerapkan ilmu yang telah mereka dapat. Pada tahap memahami, anak hanya diajak sekadar memahami. Namun, pada tahap selanjutnya, yaitu tahap menerapkan, seorang anak di stimulasi untuk menerapkan ilmu yang telah ia dapat. Jika anak sudah mengetahui bahwa mainan yang berserakan di lantai bisa menyebabkan seseorang terpeleset, ajak ia untuk menerapkan ilmu yang ia dapat, yaitu ilmu untuk merapikan mainan setelah selesai bermain.

4. Ajak anak untuk menganalisis sesuatu.

Ajak anak untuk melakukan evaluasi. Jika anak sudah bisa menerapkan ilmu, ajaklah anak untuk menganalisis ilmu yang ia punya. Sebagai contoh, jika seorang anak sudah bisa menerapkan ilmu merapikan mainan, orang tua bisa mengajak anak untuk menganalisis apa yang terjadi setelahnya.

5. Ajari anak untuk melakukan evaluasi.

Ajak anak untuk melakukan evaluasi. Ajaklah anak untuk melakukan evaluasi atas apa yang telah ia kerjakan. Evaluasi berguna untuk memberikan pengetahuan akan konsep benar dan salah. Sebagai contoh, ajaklah anak untuk melihat kembali manfaat merapikan mainan setelah selesai digunakan.

6. Ajaklah anak untuk menciptakan suatu pikiran baru.

Ajaklah anak untuk menciptakan suatu pikiran baru. Pada tahap terakhir yaitu tahap mencipta, ajak anak untuk mengkreasikan idenya sendiri. Biarkan anak mengembangkan pikirannya dengan tetap di bawah bimbingan orang tua.

Setelah melalui enam tahap dalam HOT Skills, anak usia dini, Anak Usia Dini, akan menjadi anak yang bisa berpikir kritis. Jika distimulasi dengan tepat, anak yang kritis akan mampu berpikir secara ilmiah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Maaf Bu..bukankah urutan 1 sd 3 masuk kategori LOTS...

31 Aug
Balas

Mhn maaf pak, klo di anak usia dini termasuk HOTS pak. Krn anak usia dini lbh pd pembiasaan. Mhn maaf klo salah

31 Aug
Balas

Terima kasih. Sangat bermanfaat. Semoga bisa mengamalkan. Salam kenal dan salam literasi

11 Sep
Balas



search

New Post