“Tante Kukii!” sapa anak-anak yang berkumpul di gapura masuk pemukimanku ketika mereka melihatku.

“Iya.” Jawabku ngambang.

Sebenarnya aku bingung. Mau aku jawab atau tidak ya sapaan tulus anak-anak itu. Kalau aku jawab, berarti aku meneguhkan panggilan mereka untukku. Namun, kalau aku tidak jawab aku kasihan dengan sapaan tulus anak-anak polos itu. Bagaimana perasan mereka kalau aku acuhkan. Toh, mereka sudah tulus keluar dari hatinya yang polos itu untuk menyapaku.

Beberapa langkah dari kerumunan anak-anak tadi aku dihadapkan pada seorang bocah perempuan berumur sekitar 4 tahun. Penuh antusias dia mendatangiku.

“Mama Kukii, aku boleh ikut ke rumah?” tanyanya sambil memandangku dengan mata polosnya.

Aku geli sendiri mendengar sapaannya. Belum kebingunganku lenyap, ini ada lagi.

“Nanti sore saja ya, Tante baru pulang,” jawabku akhirnya. Iyalah aku pulang mau leyeh-leyeh atau tidur kalau bisa untuk melepas penat. Setelah itu, baru merapikan rumah.

Aku melanjutkan langkahku menuju rumah sambil senyum-senyum sendiri mengingat sapaan anak-anak itu. Ada predikat baru nih. Selama ini namaku memang tidak dikenal di pemukimanku. Yang dikenal adalah nama anakku atau suamiku. Mereka memanggilku dengan menyebutkan nama anak atau suamiku. Sekarang ada panggilan baru, ‘Tante Kukii’ dan ‘Mama Kukii’. Kok bisa? Tidak menyangka aku j jadi memiliki kenalan bocah-bocah. Ada yang berumur 4 tahun, ada yang sudah SD kelas 2 dan kelas 4 SD. Mereka adalah bocah-bocah manis yang sekarang sering menyambangi rumahku. Kalau aku sedang senggang kehadiran mereka menjadi hiburan tersendiri, namun agak repot juga kalau sedang riweh.

Ya, mereka mulai suka ke rumah sejak ada penghuni baru di rumahku. Ia menjadi magnit buat anak-anak itu. Idola baru itu bernama Kukii. Seekor anjing yang sekarang berusia sekitar 9 bulan. Dia dibawa ke rumah saat umurnya 1,5 bulan. Waktu itu besarnya lebih kecil dari kucing dewasa. Tapi sekarang sudah 12 kg lebih. Bulunya putih seluruhnya. Katanya keturunan Labrador dan golden retriever. Tetapi ke sini penampakannya tidak seperti labrador. Justru nyaris seperti corgie. Kupingnya caplang dan tubuhnya pendek agak memanjang. Namun bulu kuping hingga leher seperti bulu golden retriever. Buntutnya seperti ekor tupai. Sifatnya saja yang seperti labrador, yaitu ramah dan bersahabat. Sifatnya itu nampak pada wajahnya yang selalu memandang orang dengan matanya yang bening dan polos sambil menggoyang-goyangkan ekornya yang seperti tupai itu. Dia sangat suka berteman. Walau begitu Kukii tidak akan mendekati orang yang tidak bersahabat dengannya. Maka tidak heran anak-anak itu suka main ke rumah. Mereka suka memanggil-manggil kalau sampai di depan rumah. Memanggilnya seperti memanggil temannya.

“Kukii…Kukii!”

“Kalian sudah bilang ke orang tuamu belum? Kalau orang tuanya kasih izin boleh main sama Kukii, kalau tidak boleh ya jangan.” Aku selalu mengingatkan. “Jangan dekat-dekat, nanti kamu dijilat” lanjutklu lagi.

Awalnya hanya ada satu anak perempuan manis kelas 2 SD. Dia sangat biasa dengan anjing. Ternyata di rumah dia punya anjing jenis Shih Tzu. Lalu ada dua gadis manis kelas 4 SD yang awalnya takut-takut, tapi kini bisa sehari beberapa kali. Lalu mulai berdatangan yang lain-lain hingga bocah 4 tahun yang Namanya mengingatkanku pada nama Menara di Jakarta yang terkenal angker, Menara Saidah. Mereka ini akhirnya memanggilku ‘Tante Kukii’ atau ‘Mama Kukii” Hadewhh…

Kemayoran, 22 Juni 2022