Madu Bagimu Racun Bagiku
Oleh: Emi Indra
Sebelum meninggal, ibu kerap berpesan agar aku selalu menjaga hubungan baik dengan semua saudara tiriku. Dan setiap ibu menyampaikan pesannya itu, aku selalu menganggukkan kepala sebagai tanda mengiyakan kata ibu.
Sejak kepergian Ibu sebulan yang lalu, aku dan anak-anak bapak dari bini ke duanya masih akur-akur. Aku masih ingat pesan Ibu agar selalu rukun dengan saudara. Aku anak tunggal dari ibu dan bapak. Bapak diam-diam berselingkuh lalu menikahi wanita yang jauh lebih muda dari ibu.
Ketika itu, aku masih kelas 1 SD. Bapak dengan teganya meninggalkanku dengan ibu. Bapak seorang direktur di sebuah perusahaan terkenal. Setiap minggu, Bapak selalu ke luar kota dengan alasan ada meeting. Sekertaris yang berbody ramping dan berkulit mulus selalu diajak Bapak ikut. Berawal dari situlah, benih-benih cinta diantara direktur dan sekretaris tumbuh. Akhirnya, Bapak menikahi sekretarisnya tanpa seizin Ibu.
Tanpa merasa bersalah, Bapak datang dengan menggandeng perempuan muda yang notabene menjadi madu Ibu. Aku yang biasanya kegirangan bila Bapak pulang dari luar kota, tapi tidak saat itu. Aku langsung membenci Bapak.
Ibu pun terpukul dengan perilaku Bapak. Ibu sempat ingin kembali ke rumah nenek di kampung. Namun Bapak membujuk Ibu agar tetap tinggal serumah dengan madunya. Bapak memberi alasan tentang masa depanku. Akhirnya Ibu melunak. Ibu menerima wanita perebut suaminya.
“Sabar, Nak. Bapak tetap menyayangimu,” begitu kata Ibu jika aku mulai protes ke Bapak karena tidak pernah lagi membawakan mainan atau es krim sepulang dari kantor.
Perjalanan rumah tanggaku aman-aman. Ibu yang tidak kupahami hatinya terbuat dari apa. Ibu tidak pernah marah walau sekali pun di muka perempuan yang sudah melahirkan dua orang anak. Aku memiliki saudara tiri yang setiap hari selalu mengobrak-abrik barang-barangku. Setiap kali aku mau memarahinya, Ibu dengan langkah seribu datang membujukku. Ibu pun langsung merapikan barang yang berantakan.
Aku sering memergoki Ibu menangis di atas sajadah warna coklat. Tak jarang pula disepertiga malam, Ibu selalu bangun bermunajat sambil menumpahkan pilu yang diderta. Namun sakit hatinya, tidak pernah ditampakkan di depanku.
Semua cerita telah berlalu. Kini Ibu telah pergi. Aku yakin kepergian Ibu telah membawa luka yang lebar dan dalam. Wanita mana yang mau dimadu?
Saatnya aku akan membalas sakit hatiku dan sakit Ibu. Akan aku buat perhitungan dengan perempuan yang telah merebut hati Bapak.
“Maafkan, aku, Bu. Kali ini aku melanggar perintahmu untuk tetap akur dengan saudara tiri. Aku akan membuat mereka merasakan kepedihan dan kepiluan yang telah lama kuderita!” aku menyampaikan di dekat pusara Ibu saat hujan rintik di sore hari. Tangisku tak terbendung. Semua kenangan indah dan pilu berkecamuk muncul satu persatu diingatanku.
“Bersiaplah wanita perebut suami orang!” suaraku terdengar dikesunyian pekuburan. Kuburan menjadi saksi, aku akan datang menghancurkan rumah tanggamu.
“Tunggu kedatanganku!”
Tagur 365#H56
Palu, 25 Februari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kisah yang mengaduk2 rasa. Penasaran lanjutannya... Mantaapp....lanjut Bund
Kira ap yg akn dperbuatnya yaa,,,jdi pnasaran nih say,,, mantap
Kiranya tetap kuat dan tabah Bund. Kisah yg menggetarkan. Sehat selalu.