Emi Indra

Lahir di desa Soni 13 Juli 1972. Punya anak semata wayang. Mengajar di SMPN 1 Palu. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menjadi Guru Yang Dirindu

Menjadi Guru Yang Dirindu

Oleh: Emi Indra

Guru adalah profesi yang mulia. Menjadi guru adalah pilihan yang menuntut banyak konsekwensi, sebab menjadi guru bukan hanya sekedar bisa mentrasfer isi kepala ke kepala peserta didik tapi bagaima seorang guru selain mengajar juga bisa mendidik, menginspirasi dan menggerakkan.

Kehadiran guru bagi peserta didik sangatlah penting, namun beberapa bulan terakhir ini, pertemuan secara langsung di kelas antara guru dan peserta didik terjeda akibat pandemi yang melanda bumi termasuk Negara kita. Berbagai strategi dan media telah dibuat oleh guru agar tetap menjadi guru yang dinanti kehadirannya.

Jauh sebelum pandemi melanda bumi, peserta didik kita sudah lebih terbuka dalam bereskpresi dan lebih banyak mendapat informasi dari dunia maya. Kita tahu, dunia internet dan digital telah jauh mempengaruhi mereka. Dengan dunia baru mereka ini, banyak perubahan yang mudah dirasakan.

Para peserta didik bisa dengan mudah mendapatkan pendalaman materi pelajaran mereka dari para guru yang tidak mereka temui dalam dunia nyata. Guru-guru itu hadir secara online, mampu mendampingi para siswa setiap saat sepanjang mereka bisa terhubung secara online. Kehadiran para guru maya itu mengabarkan bahwa ada guru lain selian kita yang bisa jadi lebih bisa memberi keakraban pada para siswa, betapapun kita menyebutnya aneh dan maya.

Selama pandemi ini, kita pun guru nyata telah menjadi guru maya bagi peserta didik. Setiap hari bertemu dan mentransfer pengetahuan hanya lewat dunia maya. Kita hanya sebatas mentrasfer pengetahuan…ya pengetahuan, sementara penanaman, pembiasaan akhlak mulia sangat kurang kita berikan ke peserta didik.

Dengan kondisi demikian, apakah di era milenial ini kehadiran guru masih mampu menjadi pelita dalam kegelapan? Mampukah guru tetap menjadi embun penyejuk dalam kehausan? Jikapun mampu, seberapa besar embun itu benar-benar menjadi penyejuk bagi kehausan siswa, haus atas apa dalam kondisi serba cepat seperti saat ini? Masihkah guru layak disebut Pahlawan Bangsa tanpa tanda Jasa?

Saya meyakini kita tetap bisa dan mampu, entah jadi pelita, suluh, ataupun embun. Kita bukanlah cenayang yang suka menerka masalah dan membuat solusi sementara, semaunya. Kita adalah para guru yang berkewenangan untuk membentuk siswa yang mampu berpikir cerdas, kritis, mandiri, dan berakhlak mulia sesuai tuntunan nilai Islam dan perkembangan zaman. Kita adalah pihak yang diharapkan mampu menjadi penunjuk arah bagi keadaan zaman ini, dimana ada begitu banyak anak-anak didik yang kehilangan arah untuk melihat masa depan karena berbagai tantangan yang mereka hadapi.

Menghadapi itu semua, saya yakin pilihan kita hanya satu: kita harus terus maju. Kita harus terus maju untuk peningkatan kualitas anak didik. Untuk itu, kita harus mengajar dan mendidik dengan hati dan jiwa, bukan hanya karena jadwal dari kurikulum. Kita tidak boleh menjadi pribadi yang sensitif dan cengeng, kita harus harus menjadi sosok yang kuat, tegar seperti batu karang, tapi bisa menangis ketika melihat anak didik kita ada dalam kesedihan dan kegelisahan. Dibalik semua itu, suatu saat kita juga harus bisa tertawa dan menari bersama ketika melihat anak didik kita ada dalam kegembiraan dan keceriaan menatap masa depan.

Sebagai guru, mau tidak mau kita harus menjadi sosok yang pintar dan bijaksana dengan tidak menilai dan menghargai anak didik sebatas angka. Kita seyogyanya menilai dan menghargai para peserta didik dengan catatan dan kalimat yang akan selalu mendorong mereka menghargai diri sendiri dan orang lain. Inilah modal dasar mereka untuk mencapai segala cita-cita dan harapan yang ada. Semua itu sudah Allah sediakan buat mereka. Tugas kita adalah memberi mereka harapan, menghadirkan masa depan mereka lebih nyata dan terukur lewat gemblengan sehari-hari di kelas.

Apapun tantangan yang kita hadapi sebagai guru, marilah menjadi pelita dalam kegelapan. Mari kita manjedi embun penyejuk dalam kehausan. Tak mengapa kita dikenang sebagai Patriot pahlawan bangsa, walau tanpa tanda jasa. Tetaplah kita mengajar dengan hati, mengajar dengan penuh cinta. Cintailah murid-murid kita layaknya anak kandung sendiri meski tak lahir dari rahim kita. Jadilah kita guru yang dirindu, yang kedatangannya ditunggu dan kepergiannya ditangisi. Buatlah murid-murid kita menjadi anak yang sukses. Kita tidak perlu mengharap dihormati. Yakinlah, apa yang kita lakukan hari ini merupakan amal jariyah yang kelak akan diterima di akhirat. Yakinlah bahwa salah satu dari murid kita kelak akan menarik kita masuk dalam Syurga..Aamiin

T365H76

Palu, 17 Maret 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post