Emilia Trias Ananda

“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”(Imam Al-Ghazali) Emilia Trias Ananda, lahir di Kota Payakumbuh...

Selengkapnya
Navigasi Web
JATI DIRI
Sumber : indoasn.id

JATI DIRI

#tagur-362

JATI DIRI

oleh : EMILIA TRIAS ANANDA

Dulu rasanya kami adalah anak-anak yang peka terhadap lingkungan. Pun demikian saat ini. Sedikit saja dehem orang tua kami sudah paham maksudnya. Lah kini tak bisa seperti itu bestie. Tak bisa bicara pakai sampiran. Harus langsung to the point. Itupun kadang lama nyambungnya. Sepertinya beda generasi beda zaman beda karakter dan kelakuan.

Teringat zaman dulu kalau saudara laki-laki dari ibu yang biasa kami panggil mamak, kalau beliau berkunjung ke rumah adiknya maka sebelum naik ke Rumah Gadang akan mendehem dulu. Atau batuk kecil lalu mengucapkan salam. Seperti kode atau tanda bahwa dia datang agar orang yang sedang berada di atas Rumah Gadang bisa bersiap-siap. Mungkin mengambil selendang penutup kepala atau kain kodek untuk dijadikan pengganti rok. Begitu yang saya ingat.

Yang paling ditunggu ketika mamak datang ke rumah bagi kami para bocil adalah bagi-bagi uang jajan menjelang mamak pamit pulang. Bahagia sekali dapat uang jajan. Ada kebanggan tersendiri. Kemudian uang itu langsung dibawa untuk berbelanja. Sesuai dengan pesan mamak untuk beli gulo-gulo alias permen. Kemudian yang paling kami tunggu adalah mengambil ‘duduk’ alias rokok dari daun aren. Warnanya kuning lunak. Hal yang paling menagih adalah melinting rokok lalu mebakar ujungnya lalu menghisap duduk tersebut. Sensasi rasanya masih terasa sampai saat ini. Hehehe.

Kembali kesoal tata karma tersebut. Ketika kita sampaikan cerita-cerita pada zaman kita kecil dahulu mereka kadang tidak ngeh malah nyaris mentertawakan. Lucu saja kata mereka. Tak bisa dijadikan contoh dan dipraktekan lagi pada zaman now kata mereka lagi. Namun untuk soal tata karma saya masih bersikukuh mengingatkan pada mereka. Biarlah zaman berubah namun norma kesopanan tetap mereka pegang. Siapa lagi yang akan mnegingatkan, menunjukajarkan mereka. Jangan sampai pudar dan terkikis oleh zaman tentang tata karma tersebut.

Saya di sekolah walau ditengah gempuran pengaruh moderenisasi, masih mendengar dan masih melihat anak-anak yang terdidik dengan sopan. Kadang saya hitung berapa anak yang masih mengucapkan kata terimakasih dengan spontan ketika saya memberikan lembar jawaban kepada mereka. Saya yakin orang tuanya pasti masih memberikan pendidikan yang sarat dengan norma kebaikan dan kesopanan. Tinggal kita saja lagi sebenarnya mau mengarahkan anak kemana. Jangan sampai mereka lupa akan jati diri mereka sebagai putra-putri daerah. Jangan sampai jalan dialiah dek rang lalu, cupak dipapek dek rang manggaleh. Salam.

Payakumbuh, malam di Selasa 7 Februari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post