Emiliya

Emiliya nama lengkap saya. Bu Emil adalah panggilan akrab saya. Saya adakah seorang guru Kimia yang mengajar di SMA 1 Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepul...

Selengkapnya
Navigasi Web
Koneksi Antar Materi Modul 1.4

Koneksi Antar Materi Modul 1.4

Koneksi Materi Modul 1.4 (Budaya Positif)

Sebagai seorang guru yang mengajar di SMA Negeri 1 Sungailiat dari tahun 2007 saya ikut berperan dalam menciptakan budaya positif di sekolah. Di sekolah diterapkan budaya senyum. sapa, salam, sopan, dan santon yang harus dilakukan baik antara guru dan murid, sesama murid, sesama guru dan menyangkut semua pihak di keluarga besar SMA Negeri 1 Sungailiat. Kami mempunyai jadwal piket karakter yang sudah diatur oleh waka humas untuk dilaksanakan setiap harinya. Pada pelaksanaan piket karakter beberapa orang guru dan staf tata usaha datang lebih awal untuk menyambut kedatangan murid di dua pintu gerbang sekolah. Piket karakter dilakukan dengan memberi salam, menyapa, dan memotivasi murid dari awal kegiatan pagi mereka. Apabila ada murid yang tidak seragam langsung ditegur dan ditanyakan apa alasannya. Sebagai seorang wali kelas pun saya selalu memantau murid agar tetap berperilaku sesuai aturan baik secara langsung dengan mengunjungi kelas setiap hari maupun secara tidak langsung yaitu melalui komunikasi dengan murid dalam grup sosial media ataupun dengan laporan dari para guru dan teman sejawat yang mengajar di kelas tersebut.

Dari Modul 1.4 yang berisikan materi tentang BUDAYA POSITIF ada banyak hal baru yang saya ketahui. Setiap perubahan yang dilakukan oleh guru tentunya bertujuan untuk menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya positif di sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Budaya positif meliputi 6 hal yaitu 1) perubahan paradigma stimulus respon, 2) konsep disiplin positif, 3) keyakinan kelas, 4) pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia, 5) lima posisi kontrol, dan 6) segitiga restitusi.

Setelah mempelajari modul ini saya menyadari sepenuhnya bahwa setiap tindakan ada alasannya. Sebagai seorang guru yang telah mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dan dibekali dengan ilmu tentang filosofi penddikan berdasarkan Ki Hajar Dewantara lalu juga mempelajari peran dan nilai seorang guru penggerak dan merumuskan visi guru penggerak maka seyogyanya harus mencari tahu alasan dari suatu perbuatan. Dalam menjalankan tugas keprofesian guru hendaknya menuntun bukan menuntut. Guru tak seharusnya langsung menghukum perbuatan murid yang menurutnya masuk kategori "bersalah". Setiap tindakan murid berdasarkan kebutuhannya. Ada 5 kebutuhan dasar manusia yaitu ; 1) kebutuhan untuk bertahan hidup; 2) kebutuhan akan kasing sayang 3) kesenangan 4) kebebasan, dan 5)Penguasaan

Dari beberapa analisis kasus yang ada pada LMS yang pada hakikatnya kasus-kasus tersebut banyak terjadi di lingkungan sekolah maka saya menyadari pada posisi kontrol sebagai penghukum adalah posisi yang paling rendah dan akan menyebabkan banyak efek negatif pada murid. Murid bisa jadi akan merasakan malu dan dendam pada guru yang melakukan hukuman tersebut kepadanya. Apalagi jika kesalahan yang dilakukannya bukanlah kesalahan yang berat dan belum pernah sebelumnya. Posisi sebagai pembuat rasa bersalah hanya efektif untuk murid yang peka dan berhati lembut serta harus tepat kondisinya. Posisi sebagai teman hanya bias diterapkan untuk guru yang sudah mengenal betul muridnya dan memiliki kedekatan seperti seorang teman. Posisi pemantau bertugas mengawasi tingkah laku murid berdasarkan peraturan dan konsekuansi jika dilanggar. Posisi sebagai manager adalah posisi yang paling sempurna dan ideal. Di posisi ini guru menuntun murid menemukan solusi untuk memperbaiki kesalahanya secara mandiri dan bertanggungjawab.

Pengalaman saya ketika menerapkan restitusi sebagai pendekatan untuk membentuk budaya positif adalah saya merasa lebih ringan dalam menyelasaikan permasalah murid. Tidak melibatkan emosi dalam mengambil tindakan. Pendekatan restitusi sangat perlu dilakukan untuk menciptakan kesadaran murid akan kebutuhan berperilaku yang positif sesuai dengan keyakinan kelas. Respon dari murid pun ketika menerapkan restitusi di kelas maupun di sekolah adalah positif. Mereka senang dengan cara penyelesaian masalah yang dilakukan tanpa memarahi murid apalagi menghukumnya. Murid butuh pendekatan personalitas bukan kemarahan apalagi dilakukan di depan teman-temannya. Hanya saja memang penerapannya belum sempurna. Perlu perbaikan terutama dalam memilih kata-kata yang tepat untuk diucapkan kepada murid sehingga murid paham akan makna yang dimaksud oleh guru.

Ke-lima posisi kontrol guru dalam menghadapi permasalahan murid semuanya pernah saya lakukan karena tergantung kondisi dan situasi. Hanya saja setelah mempelajari modul ini saya akan meningggalkan posisi penghukum yang akan bergerak secara sistematis menuju posisi yang paling ideal yaitu sebagai manager. Walau sulit dilakukan karena butuh ketenangan dan keluasan jiwa serta pengalaman yang banyak untuk dapat menerapkannya namun dengan usaha dan niat baik untuk bisa menciptakan hubungan yang kondusif antara murid dan guru dan dalam rangka menciptakan budaya positif di kelas atau pun di sekolah dan jika hal tersebut jika dilakukan dengan konsisten dan didukung oleh semua pihak maka posisi sebagai manager akan bisa dilaksanakan dengan baik.

Sebelum mempelajari modul ini saya sering memberikan hadiah dan pujian kepada murid yang mendapat nilai terbaik di depan murid-murid yang lainnya. Ternyata hal ini tidak sepenuhnya baik. Pemberian hadiah akan menyebabkan ketergantungan murid dan kesalahan motivasi dalam mengikuti tes atau ujian. Pemberian hadiah juga bisa menjadi hukuman bagi murid yang sebenarnya pandai tapi karena kondisi tertentu ketika pelaksanaan tes maka dia tidak mendapatkan nilai terbaiknya. Maka dengan menyadari bahwa hal ini salah saya akan mengurangi intensitas saya dalam memberikan hadiah.

Dalam melaksanakan restitusi pun selama ini tidak lengkap.Hanya terlaksana satu atau dua tahap saja dati segitiga restitusi yang seharusnya dilaksanakan semua. . Misalnya ketika ada murid yang memecahkan peralatan praktikum di laboratorium kimia. Restitusi yang saya lakukan adalah dengan mengatakan “tidak apa-apa, jangan panik semua ada solusinya. Yuk bersihkan dulu pecahannya dan lanjutkan praktek dengan menggunakan alat yang lain” setelah selesai praktikum baru ajak murid dan teman sekelompoknya untuk berkomunikasi dengan lanoran dan menyepakati penyelesaian permasalah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya keren

22 Dec
Balas

Terimakasih

23 Dec

Perubahan paradigma stimulasi respon merupakan hal baru yang saya pelajari

23 Dec
Balas

saya pun

23 Dec

Perubahan paradigma stimulasi respon merupakan hal baru yang saya pelajari

23 Dec
Balas

Perubahan paradigma stimulasi respon merupakan hal baru yang saya pelajari

23 Dec
Balas

Perubahan paradigma stimulasi respon merupakan hal baru yang saya pelajari

23 Dec
Balas

Tulisan yang bernas

23 Dec
Balas

Terimakasih

23 Dec



search

New Post