ROK MINI GURUKU
ROK MINI GURUKU
Waktu itu, saya masih kelas tujuh SMP. Sebuah sekolah kecil di pinggiran desa. Meski usia masih tergolong belia, tetapi hati ini sudah mulai tertarik pada wanita. Berbeda dengan pria lain, yang biasanya menyukai wanita berpenampilan seksi. Saya justru sangat mengagumi gadis desa yang masih lugu dan berjilbab.
Kalian perlu tahu, Muhammad Lutfi adalah nama saya. Pemberian terbaik dari kedua orang tua. Namun sayang, sejak saya masih duduk di bangku sekolah dasar mereka telah tiada. Secara bersamaan, mobil itu merenggut nyawa mereka. Sejak saat itu, saya tinggal bersama nenek. Sedangkang kakek saya, juga telah menghadap Sang Maha Pelukis Alam. Bahkan sejak saya masih dalam kandungan. Sama sekali saya belum pernah memandang wajah kakek. Konon katanya, beliau adalah seorang guru Agama Islam yang sangat disiplin.
Meski belum pernah sekalipun bertemu dengan Kakek, tetapi menurut tetangga sekitar rumah sifat saya sama persis dengan beliau. Bangga dong disamakan dengan sorang guru Agama islam, yang konon katanya sangat berpengaruh di desa kami.
Pada suatu Senin pagi, saat upacara bendera. Bapak Sholeh selaku kepala sekolah memperkenalkan kami dengan seorang guru Bahasa Inggris yang baru. Tubuhnya pendek dan gemuk, namun kulitnya sangat putih. Yang membuat teman-teman saya ramai, karena guru tersebut memakai rok mini. Rok berwarna hitam yang sangat pendek, masih ada belahan di samping pula. Tidak pantas seorang guru wanita berpakaian seperti itu, pikir saya. Meskipun beliau adalah seorang guru Bahasa Inggis. Apa mungkin karena meniru gaya berpakaian orang-orang benua biru? Tanyaku halam hati.
Namanya Ibu Rahayu Pratiwi Anggraini, bisa dipanggil Bu Tiwi. Pada jam pertama, Bu Tiwi masuk di kelasku dan memperkenalkan diri dengan menggunakan Bahasa Inggris bercampur Bahasa Jawa. Pertama mengajar, langsung menunjukkan gaya keakuannya.
“Pokoknya, pada saat saya menerangkan, tidakboleh ada siswa yang bergerak, berbicara maupun bergurau. Sanggup?” tanya beliau dengan mata tajam menatap kami.
Sanggup, Bu...,” jawab saya dan teman-teman serempak.
“Saat saya memberi tugas, kalian harus mengumpulkan tepat waktu. Tirulah kedisiplinan orang-orang di negara barat yang sangat maju. Jika ada yang terlambat lima menit saja, maka tugasnya tidak akan saya terima. Mengerti?”
“Mengerti, Bu....”
Saya kebetulan duduk di bangku paling depan. Konsentrasi saya buyar begitu beliau duduk dengan seenaknya. Celana dalam merah muda terlihat jelas ke seluruh ruangan. Aku sama sekali tidak ingin menatapnya.
....................................
lanjutan ceritanya ada di Buku Kumpulan cerpen "ENGGAN JADI JUARA"
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar