Emiyati

Aku bungsu dari sepuluh bersaudara, lahir dari keluarga sederhana di kaki Gunung Slamet tepatnya di Desa Karangcegak, Kutasari, Purbalingga. Masa kecilnya ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Catatan Harian Seorang terapis 1

Bunda Bunga Surga

Perempuan mana yang tidak mendambakan buah hati sehat, normal, dan sempurna. Rasa lelah penuh harap cemas, berujung pada momentum yang ditunggu setiap perempuan yaitu menyandang gelar baru : IBU. Harapan melambung begitu jerit tangis pertama melengking memecah kesadaran, bahwa kita telah menlahirkan generasi baru.Rasa penasaran berkecamuk di benak, sejuta tanya meluncur tak terbendung. Lengkapkah? Bagaimana anakku, gak ada kelainankah? Pertanyaan klasik yang pasti akan memenuhi rongga akal setiap mahluk bernama perempuan.

Hari-hari bersama belahan jiwa kita lalui. Enyah rasa kantuk, tak acuh penat dan duka meski bermalam-malam rela begadang. Jika si kecil sakit, hati kita meronta, seolah, biarkan Ibu yang menanggung lara asal kau tetap sehat ceria, Nak. Seekor nyamuk hinggap di tubuhnya, ketika lelap dalam tidurmu, Ibu sangat berhati-hati mengusir nyamuk, tanpa suara agar tak membangunkannya.

Anak kita meracau, gembira luar biasa perasaan kita. Dia tersenyum, sejuk nian jiwa ini. Mulai tengkurab, merangkak, menggapai sesuatu, lalu berjalan adalah hiburan berharga dari jerih payah mendampinginya. Ketika dia belajar berbicara, mampu menirukan suara, mampu mengucap ma ma tanpa makna saja sudah kita terjemahkan, dia sedang memanggil namaku, Mama. Kata-kata yang mereka produksi belumlah bermakna, tetapi kebahagiaan mendengar dia menyebut ma, bu jauh lebih bermakna, karena bahagia itu kita yang rasa.

Dua tahun berjalan. Dia lincah bergerak, semakin aktif, tak mau berhenti, berlari ke sana kemari, jarang menangis. Senyumnya selalu merekah, bernyanyi-nyanyi tanpa peduli orang di sekitar. Tatapannya kosong. Ucapannya echolali. Jika sudah bermain, tak dapat diusik. Dipanggil tak menyahut, disuruh tak menanggapi. Dia tidak suka berada di tengah orang banyak. Dia menangis memberontak ketika benda kesayangannya hilang. Dia marah sambil menjedotkan kepalanya ke tembok. Dia mengerang, merintih meminta sesuatu sambil menyakiti diri, menggigit lengan, memukul kepala. Kemampuan verbalnya mengalami regresi. Dia tidak suka bicara, bahkan semakin hari kehilangan kata-kata. Dia tak mampu bicara. Dia tidak tuli, apalagi bisu. Dia masih berjoget ketika mendengar lagu atau musik kesayangannya. DIa menarik diri dari pergaulan. Merasakan sesuatu secara berlawanan. Nyala api tak dirakan panas, meski tetap menhanguskan tubuhnya. Tertawa ketika luka tersandung kaca maupun teriris pisau. anaknya didiagnosa Autis.

Bunda mana yang tidak khawatir. Anaknya berbeda dengan anak pada lazimnya. Dunianya menjadi gelap, hati hancur melihat kenyataan buah hatinya berkembang tidak wajar. Berbagai upaya dilakukan. Bertanya pada sanak saudara, konsultasi dengan sahabat, mendatangi psikolog, berobat ke dokter, bahkan orang pintar pun tak luput menjadi tumpuan harapan. Ada apa dengan anakku, begitu kira-kira yang mereka tanyakan.

Suka atau tidak, harus rela menerima kenyataan bahwa anaknya istimewa. Dia anak yang dihadirkan Tuhan untuk Bunda dan Ayahnya agar banyak bersabar, memahami hakikat mnerima amanah. Bunda-bunda dari penyandang autis adalah perempuan pilihan. Semua cibiran ia abaikan. Kata-kata miring tak ayal kerap terdengar. Anaknya tidak waras. Hati bunda mana yang tidak menjerit. Semakin banyak orang menganggap kondisi anaknya tidak sempurna, semakin bersemangat para bunda melindungi agar tak terluka perasaan anaknya. Memperjuangkan kesembuhan hingga raga terpisah dari jiwa adalah tekadnya. Mendekapnya setiap saat dengan kedua sayap surganya agar anaknya nyaman seolah burung elang hendak mematuknya.

Engkau sungguh pahlawan tak bergelar. Kegigihan ikhtiar, keluasan hati menerima gunjingan, keperkasaan menghadapi kenyataan, menekan rasa iri melihat keberadaan anak seusianya yang berkembang normal tak mampu kulukis sempurna dengan diksi apapun. Engkau pantas menyandang gelar BUNDA. Engkau layak memasuki bahkan menghuni surgaNya. Bunda dari anak-anak istimewa, adalah bunda pilihan, bidadari yang melahirkan bunga-bunga surga. Kelak, anakmu adalah penghias taman surgawi. Semangat Bunda.

(Kudedikasikan catatan ini untuk para bunda berhati teguh : Bunda Seto, Bunda Rofik, Bunda Galang, Bunda Manda, Bunda Anwar, Bunda Candra, Bunda Elda, Bunda Abi. ajari aku agar seteguh kalian)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post