Kekeliruan Penggunaan Kata dalam Bahasa Indonesia
Mencermati Kekeliruan Penggunaan Kata dalam Bahasa Indonesia
(Kajian terhadap kata : acuh dan geming)
Oleh : Emiyati, S.S.
Kata merupakan tataran terendah & kalimat merupakan tataran tertinggi dalam tataran gramatikal. Ketika kita menulis, kata merupakan kunci utama pembentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang, tetapi harus digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Di Indonesia ini, terdapat bermacam bahasa dari berbagai suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Untuk menyatukan agar komunikasi antarsuku yang berbeda menjadi lebih baik maka digunakanlah bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, di dalam penerapannya masih banyak terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam berbahasa yang bertentangan dengan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kekeliruan itu tanpa disadari menjadi kebiasaan kita yang telah berlarut larut.
Komunikasi akan berjalan efektif jika pilihan kata yang kita gunakan tepat. Tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau penutur. Kata yang kita gunakan sudah tepat atau belum, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan.
Kekeliruan penggunaan kata dalam berbahasa Indonesia sering kali kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Fatalnya, kekeliruan ini tidak hanya dilakukan oleh orang awam saja, tetapi juga dilakukan oleh para pejabat bahkan para akademisi. Apa jadinya jika kita sebagai guru menggunakan kata dengan tidak tepat di depan murid-murid? Akibatnya, orang awam yang hanya mendengar apa yang disampaikan baik melalui media masa maupun mendengar secara langsung, mengadopsi kata-kata tersebut yang dianggapnya benar. Salah kaprah ini semakin meluas dan dianggap sesuatu yang benar. Kekeliruan pemaknaan kata juga dapat terjadi karena kurangnya kosa kata si penerima pesan. Ketidakpahaman terhadap makna kata dapat menimbulkan salah tafsir bahkan perselisihan.
Kata-kata yang mempunyai tingkat kekeliruan dengan frekuensi tinggi dalam berkomunikasi sangat banyak. Penulis mencoba mencermati dua kata yaitu kata acuh dan bergeming. Kedua kata kerap digunakan dengan tidak tepat karena ketiaktahuan maknanya.
Sekedar ilustrasi, ketika dua orang bertemu, sebenarnya mereka saling mengenal, tetapi salah satu diantara mereka tidak memedulikan yang lain. Komentar yang acap kita dengar adalah ’orang itu sangat acuh.’ Bahkan tidak jarang, orang sering menuduh temannya yang tidak mau menegur atau tidak peduli dengan istilah acuh juga.
Ilustrasi kedua adalah ketika menyebut orang yang duduk diam tidak mau diganggu, kita menyebutnya ‘diam tak bergeming.’ Penggunaan kata bergeming dalam dunia sastra baik prosa maupun sajak juga sering mengalami kekeliruan yang tidak disadari. Untuk menyangatkan maksud, menandaskan makna, kata diam seolah tak dapat dipisahkan dengan kata bergeming. Marilah kita cermati kata acuh dan bergeming dengan menganalisis secara leksikal.
Kata acuh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti : peduli, mengindahkan. Kata geming/bergeming mempunyai makna : diam saja, tidak bergerak sedikit jua. Acuh yang sebenarnya mempunyai makna positif ‘peduli’, ‘perhatian’, selama ini digunakan untuk menyatakan perasaan yang sebaliknya atau bernada negatif. Perhatikan contoh kalimat berikut ini !
1) Pemerintah sangat mengacuhkan masyarakat miskin dengan memberikan BLSM.
2) Rafi setiap hari mengacuhkan adik-adiknya.
3) Mengapa Fida sekarang menjadi acuh terhadap adiknya,Shafy?
4) Suami istri itu sudah lama tidak mengacuhkan.
5) Dia hanya terpaku, diam tak bergeming.
6) Sudah dua jam, anak itu tetap tak bergeming di tempat duduknya.
7) Manusia laba-laba itu tak bergeming ketika orang-orang memanggil namanya.
8) Pencuri itu tak bergeming ketika diperiksa oleh polisi.
Kalimat (1), mempunyai makna sangat memerhatikan masyarakat miskin, diwujudkan dengan memberikan BLSM. Maksud kalimat (2), menginformasikan bahwa Rafi adalah anak yang sangat perhatian terhadap adik-adiknya. Kalimat (3), mengandung maksud Fida sekarang lebih perhatian terhadap adiknya, Shafy. Kalimat (4), maksudnya adalah suami istri sudah lama saling tidak memedulikan.
Sebagian orang justru memaknai kalimat-kalimat di atas dengan makna yang berkebalikan. Kalimat (1) oleh beberapa orang justru dianggap pemerintah bersikap apatis, tidak perhatian kepada masyarakat miskin. Kalimat (2) dimaknai dengan sikap Rafi yang masa bodoh terhadap adik-adiknya. Kalimat (3), menganggap perubahan yang terjadi pada diri subjek yaitu Fida adalah perubahan negatif, tidak peduli terhadap adiknya. Sedangkan kalimat (4) sering diterjemahkan sebagai ‘suami istri yang sudah rukun, sudah tidak saling cuek, karena selama ini orang mengidentikkan kata acuh dengan kata cuek.
Kalimat (5),(6),(7), dan (8) maksudnya adalah subjek (dia, anak, manusia laba-laba, dan pencuri) diam, tidak bereaksi, tetapi penggunaan kata tak sebelum kata bergeming membuat makna menjadi berubah. Penutur menggunakan kata diam tak bergeming pada kalimat (5) , maksudnya untuk menandaskan bahwa ‘dia’ terpaku ditempatnya. Kalimat (6) yang dimaksud adalah selama dua jam, ‘anak itu, tidak beranjak dari tempat duduknya. Kalimat (7) hendak menginformasikan bahwa manusia laba-laba tidak peduli dengan panggilan orang-orang. Sedangkan kalimat (8), menyangatkan maksud bahwa pencuri belum mau membuka mulutnya atau tetap diam saat diperiksa oleh polisi.
Contoh-contoh pada kalimat tersebut di atas menunjukkan bahwa apa yang ingin disampaikan oleh penutur kepada orang lain, ternyata dapat berbalik makna dikarenakan kesalahan penggunaan kata. Fatalnya, kekeliruan ini telah menjadi kekeliruan masal. Sebagian besar masyarakat menggunakan kata karena mendengar dari apa yang dituturkan oleh orang lain. Kesalahan seperti ini, dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan dengan salah kaprah. Sudah salah tetapi tetap digunakan terus.
Mencermati perilaku penggunaan kata dalam masyarakat, penulis berkesimpulan ada beberapa faktor penyebab terbentuknya kesalahan pemahaman makna kata diantaranya yaitu
1) kurangnya kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya,
2) kesalahan atau kekeliruan penggunaan kata yang berulang-ulang,
3) ketidakmampuan menggerakkan dan mendayagunakan terhadap makna kata itu sendiri, hanya meniru tuturan dari orang lain, dan
4) ketidaktahuan atas kesalahan yang dilakukan pengguna bahasa itu sendiri.
Di bawah ini beberapa gambaran yang harus kita perhatikan sehingga kita mudah memilih kata-kata yang tepat:
1) Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum kita ketahui maknanya.
2) Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal dan mencermati betul makna yang terkandung di dalam kalimat yang kita baca atau dengar.
3) Berhati-hati dalam menggunaan kata-kata agar tidak terjadi salah pemahaman dengan apa yang kita sampaikan.
Demikian artikel singkat ini sebagai refleksi dari apa yang penulis lihat dan alami dalam kehidupan sehari-hari. Semoga bermanfaat.
(Emiyati,S.S. Penulis adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP N 3 Bukateja)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar