Elegi Kasih Seorang Guru
Kisah jihad guru mendidik murid nyaris tanpa jeda saya dengar. Ini karena kedekatan dan keterlibatan saya secara langsung di dunia pendidikan. Saya menyaksikan seorang rekan kerja saya berjalan tertatih dan setengah membungkuk dari kantor ke ruang kelas demi dapat mengajar padahal ia menderita gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah. Di sekolah lain, saudara teman saya yang guru menderita kanker stadium akhir, masih bersikeras mengajar meskipun harus berjalan rembetan atau kadang dipapah ke kelas. Dua guru yang saya kenal tersebut meninggal tak lama menjalani perawatan.
Berbeda daerah, berbeda tantangan yang dihadapi guru. Sosok Paudin, guru SD Negeri 1 Ujungalang Kampung Laut Cilacap Jawa Tengah satu-satunya guru yang bertahan menemani anak-anak belajar di sekolah terpencil itu. Ia mengajar siswa kelas 1 sampai 6 bergantian padahal ia hanya tamat SLTA dan mengembangkan sendiri metode mengajar disesuaikan dengan potensi anak dan lingkungan kawasaan Laguna Segara Anakan (liputan6.com). Jarak dan fasilitas di sekolah tanpa saluran listrik pasti menjadi drama nyata perjuangan menjadi guru di sana.
Terbayang juga, beratnya perjuangan guru-guru di daerah-daerah terpelosok lain di wilayah nusantara yang menghadapi tantangan geografis, fasilitas, dan mental akibat kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembelajaran. Apalagi sekarang masifnya serbuan virus Corona tak terbendung dan merubah total mode pendidikan di seluruh dunia sejak bulan Maret 2020 hingga sekarang. Berita-berita pengabdian guru pada pendidikan di tanah air selama pandemic tak kalah heroik. Mengajar tanpa murid di depan guru akibat social distancing menguras seluruh potensi dan kemampuan guru demi tetap menyalakan pelita ilmu.
Salah satu berita viral terkait perjuangan guru adalah guru komputer asal Mesir yang meninggal saat mengajar melalui kelas online (aceh.tribun.new.com). Guru bernama Mohammed Hasan mengajar di Saudi Arabia pada Sekolah Al-Nokhba Al-Elmeya di Dammam. Rekan-rekan satu sekolah mengunjungi rumahnya dan mendapatinya tidak sadarkan diri serta dinyatakan meninggal di rumah sakit terdekat. Di negeri Argentina, Paola De Simone (46) juga meninggal saat melakukan konferensi video jarak jauh dengan 40 murid-muridnya. Menurut nextren.grid.id, pada saat mengajar Paola tengah menderita visrus Corona dan sudah melawan penyakit tersebut berminggu-minggu.
Di jaman manusia lebih memilih bersuka-cita merenangi lautan hedonis dan mendekati labuhan sekuler dimana sebagian besar kita bekerja tidak hanya memenuhi kebutuhan basic dan meraup materi sebanyak-banyaknya dengan usaha seminimal mungkin demi mengikuti stigma kesuksesan dan kesenangan yang ditimbang dari pencapaian materi atau kedudukan, masih ada figure-figur yang rela bekerja keras hingga mengorbankan nyawa demi kebahagiaan orang lain (baca; murid). Mengapa? Saya sangat kepo dengan masalah ini.
Profesi guru bukan profesi yang menghasilkan banyak uang. Uang, salah satu sarana penting mencapai tujuan hidup yang menempati ranking tiga besar pengejaran manusia, hanyalah alat, bukan satu-satunya tujuan hidup. Guru berjuang sekuat tenaga, apapun yang terjadi untuk mengemban tugasnya dan membahagiakan anak-anak didiknya, mungkin sejalan dengan pemikiran Aristoteles. Ia menyatakan tujuan hidup manusia adalah eudomania (kebahagiaan). Aristoteles berkeyakinan kebahagiaan jiwa tidak akan sempurna jika tidak tercapai lebih dulu kebahagiaan badan. Tentu saja pemikiran ini berbeda dengan kelompok yang mengatakan kebahagiaan diperoleh jika kita berbuat baik.
Dorongan berbuat baik timbul secara naluriah. Seketika dorongan muncul lalu diiringi itikad memanifestasikanya tanpa memikirkan untung rugi, bahkan tak menyadari keselamatan diri, kebaikan telah bersemayam abadi dan menjadi nilai diri yang tidak akan terukur oleh pangkat atau jumlah materi. Makna guru lebih luas dari pengertianya; tenaga pendidik professional yang mendidik, melatih, mengajarkan ilmu, membimbing, memberi penilaian dan evaluasi kepada peserta didik. Guru adalah model akhlak karimah yang di dalamnya sel-sel kasih sayang hidup dan dihidupkan melalui dedikasi sepi ing pamrih.
Rasa kasih seorang guru pada murid menghadapi tantangan di masa pandemik senantiasa diuji. Namun sebagian besar guru berupaya berbagai cara agar kebiasaan belajar tetap terpupuk. Dari mengikuti diklat-diklat pembelajaran online, mengaplikasikan, menyajikan, hingga terjaga dari pagi hingga malam menanti dan membimbing muridnya mengakses pembelajaran. Menelpon, mengirim pesan, mencari keberadaan siswa mengapa absen menuntut ilmu. Tanpa kasih dalam mendidik, momen belajar tinggal hanya sebuah kisah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar