Mawar Merah
(Tantangan Menulis hari ke-2 )
“Siapa yang meninggal dunia ?” riuh suara warga perumahan mengitari rumah bercat putih bersih, berloteng dengan gaya Eropa.
“Entahlah, saya hanya melihat kedatangan mobil polisi”,ujar laki laki separuh baya , sambil menduga duga menenangkan warga yang bergerombol dan bertanya tanya, tiba-tiba seorang perempuan separuh baya menjerit menerobos kerumunan orang orang.
“Karina..... ya Tuhan apa yang terjadi ?” sambil berteriak seorang perempuan menyebutkan nama seseorang yang sudah lama ia kenalnya. Yang setiap hari Minggu selalu mengajaknya berjalan mengelilingi komplek perumahan.
“Inalillahi wainailahi rojiun”
“Bu Karin meninggal?, lah.. kan semalam juga masih What App dengan saya” ujar Tuti salah seorang warga meyakinkan.
“Eh..Bu Tuti, aku semalam juga masih video call, dia mengundangku untuk datang pada malam perayaan ulang tahunnya, tapi aku ada acara dengan anak anak,” Ibu Yani sambil menggeleng gelengkan kepala hampir tak percaya.
“Sepertinya Bu Karin korban pembunuhan.” seorang warga memberikan penjelasan.
“Dibunuh ? Bu Karin tidak mungkin punya musuh, dia orang yang baik, sayang suami. Sepengetahuan saya dia tidak banyak bertingkah, mana mungkin punya musuh, pasti ini perampokan !” Bu Tuti memastikan
“Dugaan sementara, ini tindakan kriminal kata polisi” ujar Bu Yanti tetangga seberang rumah korban.
“Dibunuh ?” hampir serempak melontarkan pertanyaan yang sama.
“Mohon maaf. Saudara-saudara silahkan untuk tidak berada di sini !” ujar seorang laki laki berbadan tegap dengan nama Burhanudin, sambil membentangkan garis batas berwarna kuning
Satu persatu warga menjauhi tempat kejadian perkara.Kabut masih menyelimuti pagi yang dingin dan basah, Subuh baru saja beranjak ,tampak beberapa pot bunga berserakan di depan rumah tempat kejadian perkara sangat tidak beraturan. Beberapa pot ada yang terguling dari lantai dan tanahnya terinjak kaki warga yang masuk ingin melihat lebih jelas kejadian yang menimpa warga komplek sehingga teras depan rumah terlihat kotor.
Terbujur kaku perempuan bergaun kuning dengan rambut tergerai di lantai dengan posisi tertelungkup, tampak terlihat lututnya menekuk seperti merangak mengarah ke pintu depan, bagian bajunya tersingkap hingga jelas betisnya begitu putih,tercium amis darah. Sebilah pisau berlumur darah tergeletak di atas karpet merah hampir menyentuh kaki meja bundar di ruang tamu dengan dekorasi klasik.
Tampak seorang laki laki berumur lima puluh tahun masuk ke ruangan keluarga mengenakan celana pendek dan kaos putih menjatuhkan tubuhnya di kursi dekat pojok ruangan depan rumah sambil memanggi-manggil nama istrinya, dari raut wajahnya menunjukan jiwanya sangat terpukul dengan kejadian ini
Suasana ruang tamu dan ruang keluarga dipenuhi oleh beberapa warga.Berita tentang kematian pemilik rumah secepat kilat menyebar lewat media sosial. Serupa laron malam mengerubuti cahaya lampu di malam hari mereka ingin melihat langsung korban.
Kue ulang tahun berlapis coklat masih tersimpan di atas meja dengan tulisan “ HBD Karina”. Dengan lilin yang masih menancap angka 40 tampak meleleh ujungnya, sebuah piring kecil dengan garpu dan sepotong bekas gigitan ujungnya, kue masih tampak utuh hanya ada bekas potongan sepertiganya. Ruangan terlihat tak beraturan bekas pesta kecil penuh misteri, nampak gelas -gelas masih berisikan sedikit soft drink dan minuman dengan aroma alkohol berwarna merah hampir memenuhi meja tamu yang berukuran dua meter persegi lengkap dengan cemilan cemilan kecil penghias meja.
Di sudut ruangan seikat mawar merah masih tampak segar, dengan kartu nama berpita benang emas bertuliskan :
“Happy Birthday Karina. Semoga Engkau Bahagia ”
Ttd
Aliesa
Garis kuning polisi membentang di area rumah, tak satu pun orang berani masuk , mereka hanya berkerumun di warung seberang rumah tempat kejadian.Penyidik dari kepolisian segera menggambar posisi tubuh korban dan mengamankan barang barang di sekitar dimasukan ke dalam kantong plastik bening untuk dijadikan barang bukti , telepon genggam milik korban, pisau yang didapati di dekat korban dengan percikan darah mulai mengering. Lalu seorang petugas polisi menelepon salah satu RS dan minta dikirinya Ambulan.
Tak lama kemudian Ambulan datang memasuki area TKP. Salah seorang petugas kepolisian segera mengambil kantong mayat. Tiga orang petugas dengan hati hati mengangkat mayat dan di bawa ke dalam ambulan untuk dilakukan otopsi di rumah sakit setempat. Pada saat itu pula suami korban diamankan dan di bawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Siapakah Aliesa pengirim mawar merah ?
****
Beberapa orang berseragam polisi masuk ke ruangan penyidikan. Tampak ruangan penuh dengan data data. Lemari coklat bertuliskan data kriminal dari tahun ke tahun tampak berjejer di loker.Bagian data tahun 2019 tampak pintu loker terbuka,mungkin perugas penyelidik sudah menyiapkan data-data penyidikan dan bertambah satu data kasus pembunuhan masih menjadi pertanyaan dan misteri.
Di sebuah ruangan berukuran tiga keempat meter, duduk seorang laki laki yang menikahi Karina lima belas tahun tertunduk, masih menggunaka kaos putih bertuliskan Singapura dengan gambar kepala singa , matanya sesekali menyapu lantai putih, duduk di sebuah kursi, dihadapannya seorang laki laki berseragam lengkap bernama Letnan Bahar, ia memegang sebuah laptop dan seorang lagi menyiapkan alat rekam.
Tiba-tiba suara seseorang membuyarkan bayangan istrinya, seorang perempuan yang menjadikan dia tergila-gila pada saat Karina bekerja di CV Beringin Putra, sebagai seorang sekretaris penampilannya yang selalu menarik dan modis membuat siapa pun ingin memilikinya. Hampir satu tahun ia dekati perempuan saat ia berusia 23 tahun itu, perempuan cerdas cum laude dari Universitas Indonesia jurusan Ekonomi yang sedang jatuh cinta dengan seorang calon pengacara, tetapi dengan segala upaya ia akhirnya bisa merebut dari tangan Angga laki-laki yang dicintai Karina. Dan akhirnya ia biasa menikahi Karina dengan mengambil hati Pa Burhan ayahnya Karina untuk menikahi Karina dengan mas kawin sebuah rumah berikut isinya.
Malam tadi ia yakin Karina bahagia mendapat kado ulang tahun sebuah tas merk “LV”. Ia beli setelah Karina memesannya seminggu yang lalu ketika ia tugas ke Korea , ia tahu Karina suka dengan barang-barang brand Internasional dari sepatu , tas, jam tangan dan mantel bulu, apalagi dibelikan dari luar negeri. Namun sayang kebahagiaan itu harus ditebus dengan kecerobohan yang Karina lakukan.
“Kami harap Anda bisa memberikan keterangan dengan benar, saat ini Anda saksi dari kasus kematian korban !” ujar Letnan Bahar mengawali penyidikan.
“Baik Pa….”
“Apakah Sodara dalam keadaan sehat dan sadar ?”
“Ya…”
“Bapak tidak perlu tegang, kami hanya akan membuat berita acara ini untuk memudahkan penyelidikan kasus ini dengan cepat, Bapak harus kooperatif menjawab pertanyaan pertanyaan kami, bagaimana ?” tanya seorang anggota penyidik sambil mulai merekam dan menulis keterangan keterangan yang didapati dari laki laki berusian 50 tahun dengan rambut hampir memutih.
“Saya siap untuk dimintai keterangan “ saksi sedikit tenang setelah seorang polisi wanita memberinya segelas air bening.
“ Nama lengkap saudara?”
“Kuncoro Hadisaputro”
“Usia”
“Lima puluh tahun”
“Hubungan Saudara dengan korban”
“Ia adalah istri saya Pa !”
“Apakah Saudara mengetahui, siapa saja orang orang terdekat dengan korban ?”
Wajah Kuncoro tampak gelisah mendengar pertanyaan itu, ia mengingat siapa-siapa saja teman istrinya yang sering datang ke rumah, teman arisan, teman bisnis dan teman-teman sekolahnya saat datang pada reuni-reuni SD.SMP,SMA, UI. Ah…terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu, karena Karina memiliki seribu atau lebih teman gumamnya dalam hati Kuncoro.
“Anda mendengar pertanyaan Saya ?” pertanyaan dengan nada sedikit keras. “ Coba sebutkan diantara sahabat dekat istri Saudara !”
“Oh…ya….ya..ada Pak, Ia bernama Kanaya”
Ya…Kanaya sering datang bekunjung ke rumah,ia pantas untuk dijadikan orang yang menjadi pelaku pembunuhan itu , ia sering temukan mengajak istrinya jalan-jalan sekedar mengajak keluar dari kepenatan. Karena sebenarnya Kuncoro tak begitu menyukai Kanaya.
“Apakah Saudara mengetahui,korban memiliki musuh atau orang yang tidak disukai?” “Tidak Pak,setahu saya Istri saya orang yang baik tidak punya musuh”
Beberapa saat Kuncoro menelan air liurnya, menahan perasaan ada yang mengganjal di hatinya.Seperti ada beban di pikirannya.
“Pukul berapa Anda bangun dan menemukan istri Anda meninggal dunia ?”
“Pukul 04:00 dan saya menemukan dia sekitar limabelas menit kemudian.”
“Apakah semalam Anda tidur dengan Istri Anda, pukul berapa Anda tidur?”
“Tidak, ia tidur lebih larut karena semalam dia selepas merayakan ulang tahun dengan teman teman sekolahnya berbincang sampai saya tinggalkan karena waktu sudah larut malam, saya tidur pukul 12:00 malam dan saya tidak tahu apa yang dilakukan oleh istri saya dan teman temannya setelah saya tidur” lanjutnya
“Bagaimana Anda tahu, istri Anda sudah meninggal dunia?”
“Ketika saya bangun saya mencarinya di dapur tetapi tidak ada, dan saya mencarinya ke ruang depan ternyata saya menemukannya ia tergeletak dalam keadaan tidak bernyawa” ujarnya lirih. Wajah Kuncoro menampakan kesedihan yang dalam.
“Apakah ada yang Saudara curigai ?”
“Ya..saya tidak lagi melihat cincin kawin dan kalung pernikahan kami”
“Bagaimana Saudara tahu bahwa ada barang yang hilang dari korban ?”
Sampai di sana pertanyaan terhenti sejenak.
“Saya sempat melihat tangannya tidak memakai cincin pernikahan kami!”
“Anda yakin itu ?” pertanyaan beberapa kali diulangi.
“Untuk sementara, Anda boleh beristirahat dulu. Setelah Dzuhur dilanjut kembali” salah seorang polisi menenangkan laki laki yang selalu menggeleng-gelengkan kepala dengan sesekali mengurut dadanya. Beberapa pertanyaan polisi dan jawaban Kuncoro di simpan dalam file .
***
Aku menerima telepon dari temanku polisi yang bertugas di Kapolres ,aku dimintai keterangan tentang kematian Karina membuat aku segera menelepon Aliesa.
“Halo...selamat pagi Liesa”panggilan yang selalu aku lontarkan pada temanku
“Hai Kanaya. bagaimana kabarmu?” .terdengar sahutan seorang perempuan.
“ Liesa....apa kau sudah mendengar berita kematian Karin?”
“Karin meninggal dunia ?” pertanyaan bertubi tubi dialamatkan kepadaku.
“Ya..” ujarku
“Ya Tuhan....aku tak percaya, kemarin saya masih telepon dan saya mengirim seikat mawar merah, bunga kesayangannya sejak dia masih SMA, kemarin dia ulang tahun, saya tidak sempat datang memenuhi undangannya”
“Benarkah ?”
“Dari mana kamu tahu Karin meninggal” Aliesa menyela.
“Tadi pagi sebelum aku berangkat ke kantor, temanku Budiansyah dari kepolisian meminta keterangan dari saya menanyakan tentang kedekatanku dengan Karina”
“Bagaimana kalau kita melayat ?” pertanyaanku pada Aliesa
Trek tiba tiba telepon..ditutup. Tanpa ada kepastian apakah Aliesa ingin melayat ke rumah Karin dan menyampaikan turut berduka cita atau tidak. Aku mencoba menghubungi telepon Aliesa tetapi tidak dapat di hubungi.
Beberapa saat kemudian aku membaca WA yang masuk dan diantaranya Liesa mengirim tulisan.
“Maaf Kanaya hari ini aku harus terbang ke Dubai,sampaikan duka cita kepada Kuncoro, aku tidak bias hadir pada saat Karina meninggal, beberapa bulan yang aku sudah memesan tiket dan sekarang aku sedang boarding di bandara”
Aliesa...mengapa kamu pergi saat sahabat kita meninggal dunia ? mengapa kamu tidak punya perasaan bukankah kamu selalu meminta bantuan atau apapun sampai masalah keuangan, bukankah Aliesa selalu membuat repot Karina. Begitu baiknya Karina sering Kuncoro menjemput Aliesa untuk datang ke rumah , malah kadang Aliesa minta diantar sekedar membeli makanan kecil hadiah ulang tahun untuk keponakannya atau hanya untuk berbelanja, Kuncoro mau , feelingku menyiratkan aroma yang tidak wajar dari tindakannya.
Aku coba roll screen kembali chatt antara aku dengan Liesa ya seminggu yang lalu, hampir bersamaan ketika Karina mengadukan tentang rumah tangganya. Tentang seseorang yang sudah hidup di hati Kuncoro.
“Sesuatu yang tidak mungkin mungkin saja terjadi, sesuatu yang mustahil bisa saja terjadi. Kehidupan seperti perahu, kemana arah yang akan dituju sesuai dengan yang diinginkan oleh sang Nakhoda. Aku sudah bosan mengayuh perahu sendiri, aku mencintai seseorang yang aku sendiri yakin dia akan jadi milikku. Waaupun harus ku perjuangkan, aku tidak akan takut pada siapapun yang menghalangi langkahku”
Pernah satu saat Lisa mengirimkan tulisan ini ke WA ku. Saat itu aku tidak begitu memperdulikan celotehan dia. Karena aku tahu sepuluh tahu tahun sejak berpisah dengan suaminya ia tetap menyendiri. Pernah satu saat aku pertemukan dengan saudarakku untuk menikahinya ternyata ia mengatakan sudah memiliki pilihannya sendiri.
“Aku mencintainya sepenuh hatiku Kanaya, jangan coba kamu menawarkan siapa pun untuk menjadi pendamping hidupku, cintaku tak pernah mati sampai kematian itu menjemput”
Mengapa Liesa tidak ingin melayat ke rumah Karina ? bukankah kami bertiga adalah sahabat ?
Aku dan Aliesa lama mengenal Karina, sejak Liesa pindah sebagai kepala bagian di salah satu perusahanaan swasta di sini, aku dan mereka sering bertemu di tempat yang kami sukai bersama. Ya di kafe Hots Briliant kami suka berkumpul sambil minuman teh tarik kesukaan Karina dan aku masih menyukai Kopi Gayo karena aku masih setia dengan rokok sedangkan Aliesa lebih suka minuman sof drink. Pada saat kami bertemu di sini kami saling bercerita tentang perjalanan hidup tentang sekolah tentang masa depan dan ternyata kami satu sekolah ketika SMA Bina Pandu Mandiri satu angkatan.
****
Matahari sudah tinggi di atas kepala , aku membuka chatt beberapa hari yang lalu, saat Karina mengatakan bahwa dia ingin berpisah dengan Kuncoro. Dia mengatakan pernikahannya di ambang batas, ia sudah tak mengharapkan bersama lagi dalam ikatan pernikahan.
“Sungguh aku sudah tak sanggup menerima kenyatan ini Kanaya”
“Apa yang membuatmu berfikir seperti itu Karin, bukankah kamu selalu mengatakan bahwa kamu bahagia hidup bersama Kuncoro”
“Ya, itu sebelum ada dia dalam hidupnya , aku tak bisa memaksakan kehendak dan sekarang dia ingin bahagia bersama Kuncoro ”
“Siapa yang kamu maksud Karin?”aku penasaran.
“Satu saat kamu akan memahami dan mengerti atas apa yang aku inginkan belum saatnya saya mengatakannya, karena aku belum yakin sepenuhnya” Karina
****
Aku segera menstater mobilku, aku hari ini akan menuju Polsek Pangkalan dimana Kuncoro suami Karina jadi saksi atas peristiwa pembunuhan ini, dan aku pun diminta datang karena aku termasuk orang yang dekat dengan korban, tetapi aku juga merasa penasaran untuk datang ke lokasi kejadian.
Dengan pakaian jeans dan kaos hitam kesukaanku, aku mengambil tas dan kaca mata hitam sebagai penutup luka dibagian pipiku. Aku ingin memberikan kesaksian atas Karina sebenarnya. Ternyata Karina tidak bahagia hidup bersama Kuncoro. Aku masih ingat saat Karina keracunan sebulan yang lalu, setelah meminum kopi padahal dia sudah meyakinkanku minuman ia buat sendiri dan tiba tiba saja badanya lemas. Saat kejadian Karina segera meneleponku dan meminta bantuanku untuk di bawa ke rumah sakit, ya....aku ingat mengapa saat kejadian itu Karina tidak telepon Kuncoro suaminya tetapi aku, aku menemukan karina di rumahnya ia tumbang di atas lantai kamarnya. Aku segera membawa ke Rumah Sakit Bahari dengan bantuan taxi ,sampai aku terkejut ketika minta hasil labolatorium ternyata kopi yang diminum Karina mengandung zat yang bisa mematikan ya…Sianida, Ya Tuhan zat yang mengikat bagian aktif enzim sitokrom oksidase atau enzim yang membentuk air (H2O) dalam tubuh. Beruntung racun belum menyebar ke tubuh Karina sehingga Karina bisa terselamatkan.
Tiba aku di tempat kejadian, garis kuning polisi masih membentang di rumah Karina, seseorang melarangku masuk ke rumah, tapi aku mencoba masuk lewat pintu belakang yang tidak terkunci, aku masuk ke ruang tempat Karina terbunuh, aku masuk juga ke kamarnya dan aku mencari sesuatu yang bisa menjadi bukti dan menguatkan tentang hilangnya nyawa sahabatku, ketika masuk ke ruang tengah aku melihat beberapa tangkai mawar merah tergeletak di lantai dan tampak sudah ada yang menginjak, matakku menyisir sudut, tong sampah, westafel, kamar belakang…ya di sana gudang tempat menyimpan barang barang berat namun terkunci, akhirnya aku keluar lewat pintu samping, tiba-tiba matakku tertuju pada pojok belakang ada bekas sampah yang dibakar, kulihat sepasang karet putih menggulung yang terbakar namun sudah mengeras, ya berwarna putih tetapi ada bercak merah diujungnya. Aku ambil dengan tanganku, beruntung aku memakai kaos tangan dan ku masukan ke dalam plastik tempat vitamin yang aku makan setiap hari, sebuah karet pembalut tangan yang biasa digunakan dokter atau bidan saat memeriksa pasien, mengeras ada bekas dibakar namun masih tersisa bagian atas pergelangan tangannya. Bergegas aku balik arah menuju kantor polisi dan aku serahkan sebagai barang bukti.
Polisi mengatakan sudah menemukan beberapa barang bukti dan diantaranya gawai milik Karina yang ditemukan di kamarnya. Dan pada saat itu juga aku dimintai keterangan tentang kedekatanku dengan “Karina”, aku katakana semua yang ku tahu, tentang hubungan rumah tangga Karina dan Kuncoro, tentang Aliesa…ya Aliesa yang tiba-tiba pergi ke Dubai.
Aku masih menemukan Chatt Karina seminggu yang lalu
“Aku sudah tak sanggup lagi Kanaya...”
****
Aku buka hp kesayanganku membuka WA Chatt Hari 31 Desember 2019
“Dunia bukan lagi miliku Kan, maafkan aku”
Aku baru tersadar, bahwa itu adalah chatt terakhir Karina padaku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pa Rusman terima kasih apresiasinya
Pa Rusman terima kasih apresiasinya
Pa Rusman terima kasih apresiasinya
Pa Rusman terima kasih apresiasinya
Wow, cerita yang seru sekali. Tragis. Penuh kejutan. Salam literasi, sukses selalu.
Pa Edi Sutopo, terima kasih apresiasinya. Saya masih belajar menulis. Salam Literasi kembali.
Cerita ibu sangat bagus dan bagus sekali. Keren banget Bu. Sukses selalu buat ibu