Bagian 3

Aku beranikan untuk bertanya kepada nya. " Mbak Fitri sudah lama di sini? Pijat di tempat ini, ? "

" Saya sudah 2 tahun bu di sini, sebelumnya di tempat yang lama, juga milik Bos. Dekat Stasiun Kota. Disana banyak petugasnya Bu, pelanggan juga lebih banyak disana. Disini cabangnya. Lama -lama di sini mulai banyak pelanggan, sama Bos saya di tarik ke sini. Alhamdulillah, rejeki saya lebih banyak disini. Lagian di sini saya sama suami saya. jadi pas kalau saya di sini. " ujarnya menjelaskan padaku.

" Oh , mbak Fitri sudah berkeluarga? "

" Sudah Bu, suami saya orang Surabaya. Saya asli sini. he.he he.." jawabnya sambil tertawa.

" Gimana ceritanya mbak Fitri bisa ketemu dengan suaminya? " aku mulai penasaran dengan ceritanya.

" Saya dulunya bisa melihat Bu Normal seperti yang lain.Ayah dan ibu saya juga normal. Memasuki usia sekolah , Saya juga sekolah di Sekolah Dasar . Jaraknya dari rumah saya ke SD lumayan jauh. Namun dekat dengan rumah nenek saya. Akhirnya karena jarak jauh, saya tinggal dengan nenek. sendirian, bapak dan ibu saya tetap berada di rumah. Sampai kelas 2 SD saya menjalani seperti anak-anak yang lain...... " tertangkap nada sedih di ceritanya, walau aku tidak melihat ekspresinya, namun terdengar suara tercekat, saat ia melanjutkan ceritanya. " Pada hari itu, saya sakit mata. Gatal , pedih, tak sembuh-sembuh. jaman dulu tak mengenal dokter, Bu. Puskesmas juga masih sangat terbatas. Melihat saya seperti itu, nenek merasa kasihan. Saya bangun tidur, masih dalam keadaan belum sepenuhnya sadar, nenek meminta saya membuka mata, dan .......nenek meneteskan cairan ke mata saya. tanpa menunggu waktu lama, saya berteriak, minta tolong. Mata saya panas sekali, semakin pedih. Saya berlari keluar rumah di ikuti nenek saya. Warga berlarian membantu nenek, menenangkan saya. Namun, tiba-tiba saya pingsan. Menurut cerita nenek. Karena tidak kuat menahan sakit dan panas, efek dari obat tetes yang diberi nenek. Oleh warga saya di gendong, di bawa ke bu Bidan tetangga nenek. oleh Bu Bidan mata sayadi basuh dengan air . Nenek sambil menangis menceritakan, kalau saya di beri obat tetes mata. Di mintanya obat itu oleh bu Bidan. " Ya Allah, mbok, ini bukan obat tetes mata, ini obat panu." Terdengar suara gaduh setelah bu Bidan mengatakan yang sesungguhnya. Seluruh yang menungguku di rumah bu Bidan, terkejut. Suara banyak orang menyalahkan nenek terdengar sayup-sayup. Yah nenek itu memang buta huruf. tidak bisa membaca, Bu.. Lambat laun yang kurasakan mata saya pelan-pelan menjadi gelap....... " mbak Fitri tertahan isak kecil mengakhiri cerita bagaimana ia menjadi seperti sekarang. seorang penyandang Tuna Netra.

Akupun terdiam, membayangkan bagaiman seorang gadis kecil berlari-lari , bermain dengan teman-teman seusianya, tiba-tiba menjadi tidak dapat melihat apapun. Keceriaan masa kanak-kanak hilang dalam sekejap. Kemandirian yang kini berubah menjadi beban hidup. Masa kecilnya gelap, kesedihan telah mengiringi kehidupannya. Dan masih banyak gambaran -gambaran kedukaan tentang si kecil Fitri. Usia 9 tahun. betapa masih sangat panjang perjalanan gadis malang ini.

Tak terasa, pijatan mabk Fitri sudah hampir berakhir. tak tersa aku telah berda dalam sisi kehidupan wanita ini. akupun berniat akan menjadi pelanggan tetap baginya.

Bersambung

# Tantangan hari ke 20